Lima Puluh Tujuh

1K 35 1
                                    

"Nih"

Andre menyodorkan es krim coklat pada Rere yang diterima dengan senyuman. Keduanya duduk bersantai di pinggiran jalan melihat banyaknya kendaraan berlalu lalang.

"Kak?" Panggil Rere.

"Kenapa Re?"

"Papa mau aku kuliah di Bandung" ucap Rere.

Andre terdiam sejenak. Ada rasa gemuruh dalam dadanya. Apakah ini artinya ia dan Rere akan berpisah, apakah setelah ini akan mudah bagi Andre untuk bertemu gadis ini. Andre memaksakan senyumnya, bermaksud mendukung Rere. Mungkin dengan Rere meninggalkan Jakarta, ia bisa melupakan kesedihannya kehilangan Keenan. Ya, hanya melupakan kesedihan. Bukan melupakan Keenan seutuhnya.

"Ya gak papa lah. Kan di Bandung banyak kampus bagus. Bokap lo dosen, pasti tau lah kampus yang cocok buat anaknya" kata Andre.

"Tapi aku bakal ninggalin temen-temen disini? Silfia sama Nana, mereka mau daftar di kampus yang sama. Keenan, bakal jarang banget buat datang ke makam dia. Dan terlebih bakal jauh sama Kak Andre"

Lagi-lagi Andre tertegun. Bunga-bunga mulai bermekaran dalam dadanya. Tapi Andre tidak ingin salah mengartikan ucapan Rere. Ia takut kecewa oleh harapannya sendiri.

"Kan urusan pendidikan, Re. Jangan jadiin semua yang ada disini beban. Malah gak bakal maju tau nggak? Dengan lo kuliah jauh, banyak yang bakal jadi pelajaran. Lo bisa lebih mandiri, lo harus banyak waspada dan hati-hati buat jaga diri, kenal orang-orang baru dengan mindset yang beda-beda. Dan lo... mungkin bisa sedikit lupa rasa sedih atas kehilangan"

"Ternyata Keenan bener ya" Rere tersenyum. "Kak Andre dewasa banget. Gak salah Keenan manja sama kak Andre, ngerasa kak Andre kayak kakak kandungnya"

"Gue boleh jujur, Re?"

Senyuman Rere meredup berganti dengan raut serius. Ia mengangguk mempersilakan Andre untuk bicara.

"Gue sebenernya juga gak mau jauh dari lo" ucap Andre jujur. "Tapi gue gak punya hak buat larang lo pergi. Apa yang dipilihin orang tua lo, itu yang terbaik"

"Ada lagi yang buat aku ngerasa takut untuk jauh"

"Apa, Re?"

"Aku takut terlalu asik disana malah gak mau pulang kesini"

Rere tertawa pelan. Ia bermaksud bercanda karena dirasa Andre sudah sangat serius. Rere melanjutkan memakan es krim yang sudah sedikit meleleh.

"Re, bisa gak sih gue jadi alasan lo buat balik kesini?"

Rere sontak menoleh. Tatapan Andre begitu dalam membuat Rere merasa gugup.

"Gue sayang sama lo" sambung Andre. "Gue gak mau gantiin Keenan dalam hati lo, tapi gue mau jadi Andre yang pertama dan terakhir buat lo"

"Kak..."

"Gue mau lo lihat gue dari kacamata lo, gue pingin lo kenalin gue lebih jauh. Dan disaat itu juga gue berusaha memantaskan diri buat jadi pasangan lo. Tapi gue butuh lo, buat jadi pemandu gue"

"It's ok, Re."

Suara Keenan seakan terdengar di telinga Rere. Tanpa ada yang tau, beberapa kali belakangan ini Rere memimpikan Keenan. Dan di setiap mimpinya Keenan selalu mengatakan hal itu. Apakah ini artinya Rere bisa menerima kehadiran Andre untuk mengisi ruang kosong dalam hidupnya.

"Iya kak" lirih Rere.

"Iya apa?" Andre bingung dengan jawaban Rere.

"I'm yours"

"Re? Lo serius?"

Rere tersenyum dan mengangguk semangat.

"Nggak, nggak gue gak percaya" kata Andre. Rere yang jengkel mencubit pinggang Andre cukup keras. "Aw! Rere, sakit"

Bahagia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang