Sembilan

2.6K 221 6
                                    

"kamu tuh hobi banget sih bikin mama papa khawatir" omel Feri. "diem aja udah di sekolah. Gak usah banyak tingkah apalagi sampek berantem kayak gitu"

"mau gue iket lo di kamar?" tambah Keyvan yang saat itu juga ada di kamar Keenan. Yang diajak bicara hanya rebahan sambil membaca buku.

"dek, papa lagi ngomong!"

"iya, pa. Adek denger kok. Lagian aku belum balas dia juga, aku gak berantem tapi si Vano itu aja yang mukul aku. Kalo dia mukul terus aku bales, baru itu yang namanya berantem" Keenan mengelak.

"jawab aja kamu"

"ih papa gimana sih? aku diem salah, jawab juga salah" Keenan bangkit lalu menyahut jaket yang tergantung di belakang pintu. "udah ah, mau keluar dulu"

"kemana?"

"ke Dirga, main ps. Udah janjian tadi sama yang lain"

Feri dan Keyvan hanya menghela nafas menghadapi Keenan.

"jangan malem-malem pulangnya. Kalo kemaleman nginep aja disana" pesan Feri.

Hal itu sudah lumrah untuknya. Feri dan istrinya juga Keyvan memang sangat menjaga Keenan, tapi bukan berarti mereka membatasi pergerakan Keenan yang justru akan berdampak buruk pada psikisnya.

"mendung deh kayaknya, bawa mobil aja" saran Keyvan.

"mobil gue ketutup mobil papa. Males ngeluarin, pake motor aja"

"yaudah pake mobil gue aja. Gue gak mau ambil resiko lo kehujanan" Keyvan menyerahkan kunci mobilnya pada Keenan. "ati-ati, dek"

"siap bos!"

Keenan menyandarkan tubuhnya di kursi kemudi dengan nyaman. Kepalanya sedikit pening, bahkan tadi dia berminat membatalkan janjinya dengan yang lain tapi mendengar ayah dan kakaknya yang terus mengomel akan lebih baik dia pergi dari rumah. Setidaknya dia bisa istirahat di kamar Dirga nanti.

Baru sampai setengah kilometer dari rumahnya, langit mulai menjatuhkan butiran air yang jumlahnya jutaan.

"hm" gumam Keenan melihat rintik-rintik hujan yang terjun ke kaca mobil.

Fokus menyetir, matanya menangkap seseorang yang berjalan dengan membawa payung berwarna maroon. Nampak cantik dan begitu menikmati rintik hujan yang tak begitu deras saat ini.

"Renata" lirih Keenan, tersenyum melihat gadis itu lalu menepikan mobilnya. Ia menurunkan kaca mobil "Re?"

"ya ampun Keen, gue kira penculik" gerutu Rere yang ternyata sudah ingin kabur saat merasa ada mobil yang mendekat ke arahnya.

"hehe, mana ada penculik yang ganteng kayak gue" gelak tawa terdengar dari Keenan membuat Rere malu. "mau kemana?" tanya Keenan.

"ke depot mama" jawab Rere sambil menunjuk arah depan entah apa yang ditunjuk.

"depot mama?"

"iya, depot nasi padang yang baru buka disana itu punya mama gue"

"oh, yaudah bareng aja yuk? hujan nih"

Rere tersenyum mendengar tawaran Keenan "gak usah, udah deket. Seger juga hujan gini"

"deket apanya? kalo lo jalan kesana masih sekitar sepuluh menit, gue tau depot nasi padang yang baru itu masih agak jauh. Udah bareng aja yuk?"

Rere sebenarnya sedikit sungkan mengiyakan tawaran Keenan. Sedangkan Keenan gemas melihat Rere yang terlihat bingung.

"ayuk Re, gue juga udah ditunggu sama yang lain dan gak mungkin ninggalin lo padahal udah ketemu" ajak Keenan lagi dengan suara lebih lantang karena hujan yang semakin deras. "hujannya makin deras, Re"

Bahagia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang