Tujuh Belas

2.2K 231 9
                                    

Esoknya, matahari sudah setengah tenggelam. Dengan senyum penuh kemenangan Keenan memainkan lincah si oren bundar di lapangan. Tidak peduli teman-temannya menggerutu. Tidak peduli si kakak kelas yang terlihat pasrah dan mengelus dada.

"ayo main!" seru Keenan.

"lo udah main setengah jam, stop dulu" kata Reza.

"nggak ada perjanjian kayak gitu. Iya kan abang Andre yang paling menawan?" goda Keenan.

Andre mendekat ke arah Keenan yang masih di tengah lapangan.

"iya gak ada. Besok gue tinggal nama di tangan pak Feri" ucap Andre mengundang tawa yang lainnya.

"no! papa gue gak galak. Tapi gak tau deh kalo kak Keyvan"

Andre menyerah. Ia mengusap keningnya sendiri. Pada akhirnya ia memimpin latihan tim basket besutannya. Andre, Dirga, Rian, Alfa, dan Reza merasa lega karena Keenan terlihat baik-baik saja dan segar. Keenan juga tidak memaksakan dirinya untuk terus berlatih. Jika memang sudah lelah dia akan berhenti, lalu kembali berlatih setelah merasa lebih baik. Mereka sadar, melarang Keenan memang tidak sepenuhnya benar. Lagipula Keenan bukan anak yang bodoh membiarkan tubuhnya sakit begitu saja.

Di satu sisi tanpa mereka sadari, sepasang mata memperhatikan tim basket itu dengan sendu. Jika biasanya ia terlihat garang dan menyeramkan, khas preman sekolah. Kali ini ia terlihat menyedihkan.

"gue bukan pengen masuk tim basket. Gue pengen deket lo, kak"

***

Keyvan menyeret kakinya memasuki rumah, hari ini ia super lelah. Ia menengok jam dinding besar yang menunjukkan pukul 7 malam. Harusnya ia sudah di rumah sejak pagi tadi, tapi karena ada pasien gawat jadilah Keyvan tidak bisa pulang untuk istirahat.

"loh kak? udah pulang kok gak ada suaranya?" kata Feri yang baru saja muncul dari kamar bersama Nara.

"eh iya, aku tadi gak salam" ucap Keyvan.

Nara tersenyum hangat kearahnya. Jemari lentik ibu dua anak itu menyentuh pundak si sulung dan memijit pelan.

"capek banget ya kak?" tanya Nara, Keyvan hanya mengangguk.

"mama! Keen laper!"

Keyvan mendongak melihat adiknya muncul dari balik dinding penyekat tangga dan ruang tengah. Keenan tampak segar dengan aroma buah yang menyeruak juga shampoo mint yang ia gunakan. Rambutnya masih basah karena memang dia baru selesai mandi.

"mau makan apa sayang?" tanya Nara.

"apa ya? kak Key mau makan apa?" Keenan melempar pertanyaan mamanya pada Keyvan.

"kok gue? kan lo yang laper?" sungut Keyvan. "lo juga dari mana jam segini baru mandi?"

"latihan lah. Emang gue kemana sih kak kalo pulang telat. Ya latihan, basket, cafe, rumah anak-anak"

Keyvan hanya mendengus pasrah mendengar jawaban Keenan. Mungkin Keyvan terlalu lelah untuk mengomel.

"jadi makan gak?" tanya Feri dibalas anggukan mantap oleh Keenan. "keluar yuk?" ajak Feri.

"nggak mau. Pengen masakan mama" rengek Keenan manja.

"yaudah, mau makan apa? sini mama masakin"

"kak, makan apa enaknya? lo kan capek, jadi lo aja yang milih menunya biar makannya banyak"

Keyvan tersenyum menanggapi. Bagaimanapun Keenan selalu perhatian padanya.

"tumis jamur sama goreng ikan aja ma" pinta Keyvan.

Bahagia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang