35 - Deep Talk

20.5K 2.9K 146
                                    

Maaf buat jadwal yang skip minggu lalu, ini penggantinya...

#PelukCium Dari author yang bisanya cuma minta maaf tiap telat.

❤❤❤

***

"Duduk," nadanya tidak bisa dibantah.

Berdasarkan hukum Newton ketiga yang kupelajari di bangku SMA tertuang bahwa gaya aksi dan reaksi dari dua benda memiliki besaran yang sama, dengan arah terbalik dan segaris atau singkatnya kita kenal dengan rumusan aksi sama dengan reaksi. Keduanya berlawanan.

Mengacu pada rumus tersebut, apabila aku melawan perintahnya maka reaksinya akan semakin negatif menilik dari bentukan muka Chandra yang tidak bisa dikatakan ramah.

Lha, kenapa kepalaku malah mikir Fisika?

So ... if <aku nggak patuh> then <Chandra ngamuk> ... else ... <aku nurut> then ... <Chandra adem>.

Oke stop ... algoritma malah mulai berputar dalam kepala.

Menurut, akupun duduk berhadapan dengannya memasang wajah tenang seolah tidak tahu apa-apa. Padahal aslinya jantungku jedag jedug. Setidaknya dengan pura-pura barangkali bisa mengulur waktu sekaligus menguras emosinya.

"Jelaskan apa yang nggak gue tahu." Titahnya mutlak.

"Ehm ... pertama, ukuran 1 Gigabyte bukan seribu Megabyte tapi seribu dua puluh empat Mb. Kedua, tidak ada nama tunggal yang diklaim sebagai penemu komputer, semuanya punya kontribusi masing-masing dalam mengembangkan gagasan penemuan komputer. Ehm ... apalagi ya?"

"Gue sedang malas bercanda, Hana." Nadanya meninggi.

"Ya ucapan lo nggak jelas, Mas. Banyak hal yang nggak lo tahu, jadi gue bingung harus jelasin yang mana. Apa perlu gue paparkan seluruh silabus kuliah gue dari semester awal, karena gue yakin semuanya termasuk dalam kategori yang lo maksud."

"Jangan coba melucu, Raihana." Nama lengkapku mulai dibawa-bawa, yang berarti satu hal : level emosi Chandra meningkat.

"I'm not."

"Angga."

Oh. Dugaanku benar.

Aku diam menunggunya melanjutkan ucapan. Melawan orang tua dianggap nggak sopan, jadi mari kupersilakan om-ku satu ini mengeluarkan uneg-unegnya terlebih dahulu, berharap emosinya bisa surut.

"Kalian pacaran?"

"Terakhir kali gue konfirmasi sih, iya."

"Sejak kapan?"

"Hampir sebulanan."

"Dan menurut lo gue nggak perlu tahu hubungan kalian sampai harus dirahasiakan selama itu? Lo melanggar janji."

"Gue nggak ingkar janji. Sebenarnya ... It was a test. Gue pengin tau apakah perasaan Pak Angga serius atau gue cuma jadi salah satu souvenir koleksi dari sekian banyak petualangannya."

"Tadinya gue mau segera ngasih kabar ini, tapi Pak Angga minta supaya dia aja yang ngasih tau lo, akhirnya gue setuju. Sekalian jadi ajang uji coba apakah dia punya nyali atau sebaliknya. Kalo seandainya dalam waktu dua bulan kabar ini nggak kunjung sampai ke telinga lo, well ... gue simpulkan dia cuma main-main.

"Tapi sekarang lo udah tau, jadi setidaknya satu pertiga dari test ini sudah berhasil dia lakukan. Tinggal dua pertiganya."

"Sisanya apa?"

"Ngasih tau mama papa of course. Memangnya lo pikir gue mau backstreet? Ogah ya, gak lagi-lagi deh ... gue lelah."

"Kapan lo pernah backstreet?"

BEDA SEGMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang