20 - Pak Bos

20.4K 2.9K 55
                                    

Amara dilamar pacarnya, aku dilamar bosku. Bedanya, Amara dijadikan istri sedang aku dijadikan pegawai. Amara masih mikir-mikir, aku mengangguk mantap. Amara pengen cepat nikah, aku pengen cepat kaya.

Pak Bagas menelpon memintaku datang siang ini ke Nuansa sehabis jam kuliah. Aku bingung kenapa. Deadline sudah kuselesaikan dengan baik dan sudah didiskusikan dengan mas Yandra. Sebenarnya tidak ada alasan aku harus hadir di kantor toh kerjaanku sudah beres.

Begitu sampai tadi aku langsung menuju meja Mbak Septa bertanya kenapa bos memanggilku. Alih-alih menjawab Mbak Septa malah langsung menyuruhku masuk ke ruangan bos.

"Langsung masuk gak perlu ngetuk, gitu tadi pesan bos," ucapnya sambil lalu.

Dengan langkah ringan kuhampiri ruangan bos yang pintunya tertutup. Biasanya Pak Bagas lebih senang pintunya terbuka, tapi kali ini pintu ruangannya malah menutup. Sebenarnya aku ragu langsung masuk namun ucapan Mbak Septa mengingatkanku.

Bermodal omongan Mbak Supervisor, kuraih gagang pintu dan membukanya tanpa aba-aba memasang senyum paling ceria.

"Selamat siang, P-" ucapanku terhenti melihat kegiatan dua orang di ruangan ini.

Menyadari kehadiranku, sepasang pria wanita yang kutatap langsung memisahkan diri dengan gestur kaku. Pak Bagas menatapku kaget sementara si wanita menatap malu-malu. Aku bingung harus apa, kakiku terpaku di tempat.

"Ehmm ... Ehmm itu ... Saya permisi, Pak." Mataku menatap lantai kemudian keluar buru-buru. Duh mataku sudah gak perawan.

"ADELLL!!!" Pak Bagas memanggilku.

Si wanita yang tadi kulihat keluar ruangan tergesa-gesa sambil mencoba merapikan rambutnya. Cewek baru bos lagi kah? Bisa jadi.

Kulangkahkan kaki memasuki ruangannya, "Maaf, Pak. Nggak sengaja. Tadi Mbak Septa bilang langsung masuk aja gak perlu ngetuk. Sumpah pak, saya bener nggak sengaja. Nggak tau kalo Bapak lagi gitu-gitu."

"Gitu-gitu gimana?"

"Yaaa gitu," balasku kaku.

"Apa yang kamu lihat?"

"Bapak pangku-pangkuan sambil ciuman panas." Kupijat pelipisku mengingat adegan live action barusan. Pak Bos memangku wanita itu di kursinya sambil beradu lidah. Mereka saling berhadapan dengan paha wanita itu mengapit di masing-masing sisi badan Pak Bos. Tangan si wanita menjalar ke rambut pak Bagas. Jangan tanyakan dimana posisi tangan bos, satu tangannya yang kulihat sedang menelusup ke balik baju di punggung wanita itu. Satu tangannya lagi entah ada dimana, aku tak tahu.

Oh Tuhan, mereka yang bergulat aku yang mendadak tak sehat.

"Makanya lain kali ketuk pintu."

"Jangan ada lain kali dong, Pak. Saya nggak siap. Mata saya kena polusi nih," gerutuku.

"Belum pernah lihat orang ciuman?" ucapnya sambil terkekeh kecil.

"Pernah dong, Pak. Tapi lihatnya di drama, bukan live kayak barusan."

"Pacaran, pernah?"

"Malas cerita ke bapak, ntar malah nyampe ke Chandra."

"Saya ini gentleman. Apa gunanya juga saya bahas-bahas pacar kamu ke Chandra."

Iya juga sih. Penelitian membuktikan bahwa cewek lebih sering bergosip dibanding cowok.

"Pernah, dulu waktu SMA."

"Sekarang jomblo dong?" tanyanya jahil.

"Saya jomblo karena pilihan, bukan takdir," balasku mengingat ucapan mas bro dulu.

BEDA SEGMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang