3 - Rekayasa Perangkat Lunak

33.3K 3.8K 224
                                    

Bab 3

"Bentuk kelompok maksimal berisi 3 orang anggota untuk mengerjakan proyek. Ruang lingkup tidak saya batasi, kalian bebas menentukan sub bidang yang kalian kerjakan.

"Yang jelas harus menunjukkan sinergi positif antara Teknik Informatika dengan bidang ilmu lainnya. Batas waktu pengerjaan selama 1 semester ini, dan wajib dikumpulkan 1 minggu sebelum UAS. Kalian sudah tahu nomor saya, silakan langsung bertanya jika ada kendala." Jelas pak Anhar mengakhiri kelas Perancangan dan Rekayasa Perangkat Lunak yang diampunya.

Setelah memastikan tidak ada pertanyaan dari mahasiswa, beliau pamit sambil mengingatkan komting agar segera menyerahkan list anggota kelompok.

Mahasiswa yang masih berada di ruangan selepas kepergian beliau sontak panik mencari pasangan untuk membentuk kelompok. Bukan apa-apa, mata kuliah ini bobotnya 3 SKS. Kebayang 'kan kalau misal nilai yang didapat C atau kurang dari itu. Pengaruhnya signifikan banget ke perhitungan akumulasi IPK.

Pak Anhar memang tidak pelit memberikan nilai, hanya saja dari bocoran senior kami tahu bahwa beliau tidak akan segan-segan memberikan nilai E kalau ada mahasiswa yang tidak menyelesaikan proyek ini hingga akhir semester.

Pernah dulu katanya Pak Anhar mengamuk di kelas karena ada sekelompok mahasiwa yang tidak mengerjakan proyek. Alasan mereka sederhana 'saya pikir dia yang mengerjakan, Pak', empat orang bergantung pada satu orang. Salah seorang dari kelompok tersebut mengerjakan semuanya sendiri lalu menghadap pak Anhar dan mengaku kewalahan.

Alhasil di akhir semester pak Anhar memberikan nilai E pada 4 orang mahasiswa dan nilai C untuk siswa yang mengerjakan.

"Jadi, tiga orang per kelompok, hm?" tanya Rama padaku.

"Seperti yang kamu dengar tadi."

"Aku boleh gabung kelompokmu 'kan?" tatapannya memelas.

Dari sekian banyak mahasiswa, Rama adalah salah satu rekan seangkatan yang menggunakan aku-kamu. Awalnya agak risih memang, tapi lama kelamaan aku biarkan saja dan akhirnya terbiasa.

"Aku udah sama Amara."

"Kan masih berdua. Aku ikutan dong, jadi pas bertiga."

"Kamu bisa programming? Bahasa apa?" sebab seingatku di lab Rama lebih sering main game dibandingkan mengikuti praktikum.

"Walau gak sejago kak Wisnu, aku bisa kok buat program-program sederhana." Kak Wisnu itu senior kami yang tahun lalu memenangkan Programming Competition berskala nasional di Jakarta.

"Bagus deh kalau bisa. Soalnya kami gak mungkin nambah anggota kalau maunya numpang nama doang. Jujur aja, kemampuan programmingku terbatas, Amara juga sama. Jadi bakal membantu banget kalau kamu bisa diandalkan bikin aplikasinya," ujarku terus terang.

Pahit-pahit di awal jauh lebih baik dibandingkan selisih paham belakangan 'kan.

Rama bukan termasuk mahasiswa terpintar, tapi tidak bodoh juga. Tidak pernah ku dengar ia mendapatkan nilai E atau D sejak semester pertama, tapi bukan kolektor nilai A juga. Dia yah..biasa saja, seperti aku.

Beberapa kali dia mampu menyelesaikan pembuatan simple program yang ditugaskan asisten lab ketika praktikum komputer lebih cepat dibanding peserta lainnya.

Tapi ya itu tadi, dia kebanyakan main game dan tidak pernah kelihatan serius saat jam belajar. Mungkin sebenarnya dia pintar hanya saja pemalas.

Aku dan Amara sudah jelas ogah menerima anggota pemalas.

"Aku tanya Amara deh. Nanti gimana-gimananya aku kabari."

"Sip. Sekarang kamu mau kemana? Langsung pulang atau –"

BEDA SEGMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang