Seminggu terakhir sudah beberapa kali dapat info rekan², teman dan kenalan yang berpulang di berbagai WA Group, begitu pula mesjid dekat rumah yang berkali² mengumandangkan berita dukacita.
Buat kita yang sehat serta teman² yang sedang berjuang, semangat.
Tetap jaga kesehatan.Covid nggak sebercanda itu.
Lindungi dirimu dan orang² sekitarmu.❤❤❤
Akhirnya kami sampai di tujuan setelah menempuh penerbangan lebih dari satu jam. Awalnya kupikir destinasi liburan kami hanya di sekitar kota atau paling jauh seputaran pulau Jawa. Ternyata tidak, pria yang ngotot sekali dipanggil 'Mas' itu membawaku jauh ke utara Indonesia, tepatnya kota Batam. Pulau yang berbatasan dengan negara Singapura.
Dia jauh-jauh membawaku kesini tanpa halangan berarti. Aku bahkan nggak perlu memberikan alasan panjang lebar saat minta ijin ke papa dan mama, mereka langsung mengiyakan. Padahal selama ini menginap di rumah teman saja ijinnya susah sekali. Aku jadi bertanya-tanya, kenapa mereka rela membiarkan anak gadis satu-satunya ini pergi berdua saja dengan seorang pria. Kalau terjadi apa-apa gimana?
Sejak Pak Angga – well, aku harus membiasakan diri menyebutnya Mas meskipun dalam kepala – berjanji akan mengajak liburan, aku jadi begitu bersemangat. Nggak sabar ingin cepat selesai ujian, supaya bisa traveling dan bertemu sang pujaan. Oke, harus kuakui semakin kesini aku semakin kepincut pesonanya, dan entah bagaimana jadi sangat kangen dia meskipun setiap hari bertukar kabar dan cerita lewat chat. Tetap saja terasa kurang.
"Habis ini tujuan kita kemana, Mas?" tanyaku begitu kami selesai menyantap makan malam berupa seafood di restoran pinggir laut yang aku lupa apa namanya tapi yang jelas dari posisi kami duduk terlihat jelas lampu gedung-gedung tinggi di Singapura.
Sesiangan tadi kami telah berkunjung ke beberapa pusat perbelanjaan populer di Batam, mengelilingi Nagoya dan lokasi ikonik yang ditunjukkan oleh bapak supir sekaligus guide kami. Tidak banyak yang kubeli, paling hanya beberapa souvenir khas Batam untuk keluarga dan teman-temanku.
Selama jalan-jalan Mas Angga enggan melepaskan genggamannya dari tanganku. Dengan santai dia menggandengku kesana kemari terutama dalam keramaian. Kadang dia merangkul atau menempatkan tangannya dipunggungku saat mengarahkan jalan. Kami jadi terlihat seperti pasangan yang sedang berbulan madu. Duh.
Kontak fisik antara kami memang terbilang cukup intens sejak di bandara keberangkatan, namun tidak sekalipun dia menempatkan tangannya di tubuhku lebih dari seharusnya, semuanya masih dalam zona kesopanan. Untuk hal itu kuakui he is a real gentleman. Sentuhannya tidak membuatku merasa nggak nyaman, malah sebaliknya. Ia memperlakukanku dengan sopan. He has manner. Kalau ada yang bilang semua cowok itu mesum menurutku salah. Buktinya, Mas Angga berbeda.
"Paspor kamu udah jadi?" Ucapnya menghiraukan pertanyaanku.
Aku mengangguk mengiyakan. Sehari sebelum ujian Mas Angga sempat bertanya apakah aku sudah punya paspor atau belum. Begitu tahu aku belum punya paspor, seketika itu juga dia menyuruhku segera mengurusnya. Tak butuh waktu lama, pasporku sudah siap. Aku hanya perlu mendaftar online lalu menunjukkan asli Kartu Keluarga dan dokumen lainnya ke petugas, wawancara, ambil foto dan tiga hari kemudian langsung jadi.
"Sudah. Waktu kita ketemu rame-rame di Prolog itu, aku lagi bawa kelengkapan dokumen pengurusan ke Kantor Imigrasi."
Mas Angga pernah bilang kalau suka traveling harus mempersiapkan diri, dana dan dokumen. Salah satu dokumen yang wajib dipenuhi adalah paspor. Tanpa paspor, jalan keluar negeri hanya mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEDA SEGMEN
Chick-LitStatusnya sebagai mahasiswi jurusan Teknik Informatika, membuat Hana terbiasa berpikir logis dan runut. Bukan sentimen seperti kebanyakan gadis alay. Hana percaya seperti halnya pembuatan program komputer, cinta pun akan ada trial dan errornya. Han...