17 - Pria Seksi

21.4K 2.9K 46
                                    

Halo semuanya, selamat membaca.

Dan jangan lupa tolong tandai apabila ada typo atau kejanggalan ya.

Thank you, kalian terbaik!

Suasana kantin siang ini begitu gaduh, di setiap stan makanan terdengar hiruk pikuk pesanan mahasiswa. Area makan tak kalah ramai, suara denting piring hingga obrolan bersahutan. Meski panas dan tak terjangkau sinyal Wi-Fi, kantin tetap jadi favorit mahasiswa Fasilkom. Sebab di sini murah, bermodalkan lima ribu rupiah saja sudah bisa dapat seporsi nasi kucing dan minuman dingin.

Aku, Amara dan Rama duduk di satu meja yang persis berada di pojokan kantin. Meja ini lebih sejuk daripada meja lainnya sebab ada pohon kersen yang menaungi. Rindang dan asri.

"Gimana project kita? Ada kendala?" Tanya Rama membuka obrolan. Tanggung jawabnya sebagai ketua kelompok cocok kuacungi jempol.

Siang ini agenda kami adalah pembahasan koordinasi proyek Sistem Pakar yang kami kerjakan, sejauh mana progres sudah berjalan. Dan seperti biasa, setiap minggu Rama akan meminta kami rapat untuk meninjau sejauh mana proses pengerjaan dan kendalanya.

"Bab I sudah di ACC. Bab II juga sudah kurevisi tapi pak Angga belum ACC. Targetku minggu ini bisa lanjut ke bab III. Yang akan memakan waktu adalah survey." Jelasku pada mereka.

Berbeda dengan skripsi, proyek kami kali ini hanya terdiri dari tiga bab, pendahuluan, analisa dan hasil program beserta surveynya. Pengerjaan bab tiga kuperkirakan akan memakan waktu sekitar dua mingguan.

"Prediksi selesai kapan, Na?" Lanjutnya.

"Maksimal tiga minggu lagi. Aku masih terkendala di referensi, masih kekurangan buku untuk dimasukkan ke gejala diagnosa dan daftar pustaka."

"Oke. Kemajuan yang pesat, berarti kalau tidak ada kendala laporan kita bisa selesai akhir bulan ini." Ucap Rama sambil mengangguk mantap. "Kalau soal referensi, nanti aku bantu carikan buku-buku dan jurnal. Atau kalau tidak ada, mungkin pak Angga bisa bantu."

Aku mengangguk saja sambil berharap Rama yang akan menangani urusan minta bantuan ke pak Angga.

"Kalau lo gimana, Ra?" Lanjut Rama pada Amara.

Amara membuka laptopnya kemudian memperlihatkan layar yang berisi diagram kerja antarmuka aplikasi.

"Gue pakai UML supaya pengerjaan kita standar. Jadi gini, halaman pertama yang akan ditampilkan adalah halaman login page. Di sini kita akan menyiapkan beberapa dummy user dan dummy password sebagai ujicoba pada saat survey nanti. Kemudian setelah login, akan tampil homepage dan pengguna dapat memilih tombol pilihan yakni pilih menu diagnosa penyakit, atau artikel tentang penyakit jantung."

"Kemudian kita akan masuk ke halaman inti, ini adalah gejala-gejala penyakit jantung yang perlu diklik oleh pengguna. Setelah pilihan-pilihan tersebut diisi maka selanjutnya akan ditampilkan seperti ini-" Amara menggeser layar laptopnya mendekati kami.

"Wow.. visualnya keren." Ucapku takjub menatap tampilannya. Bagaimana tidak, di halaman tersebut, Amara menampilkan foto salah satu public figure pria asal Korea Selatan yang sangat terkenal di kalangan anak muda saat ini disertai paragraf penjelasan penyakit hasil deteksi. Seolah pria tersebutlah dokter yang menangani pasiennya dan mendiagnosanya.

"Kok alay gini?" Ujar Rama sewot.

Ucapan Rama kami hadiahi tatapan tajam. Beraninya dia bilang oppa kami alay.

"Interface ganti yang global aja Ra, gak semua penggemar K-pop kaya kalian. Kesannya malah alay." Rama tetap bersikeras mempertahankan argumennya.

"Iri bilang, Ram. Alay darimananya, seksi gini." Ujar Amara tak terima.

"Ngapain gue ngiri cowok alay gitu. Lebih seksi gue lah."

Mereka berdua terus berdebat, Amara gak mengalah sedang Rama gak mau berhenti mengejeknya. Cocok sekali.

"Kalian berdua serasi ya." Ucapku spontan menghentikan pertikaian keduanya.

"Hush, sembarangan. Selera gue bukan dia." Amara tak terima.

"Lo juga bukan idaman gue." Tambah Rama.

Kekehan kecil lolos dari mulutku, mereka berdua menggelikan. Mereka berdua selama ini akur-akur saja, tapi kalau sudah berdebat susah mengalah. Keduanya sama keras kepala. Aku yang menengahi, kadang berhasil tapi lebih sering gagal.

"Jadi idaman kamu seperti apa, Ram?" Tanyaku dengan nada bercanda.

"Yang seperti kamu." Balasnya datar.

"Cieeeee..." ledek Amara menengahi pembicaraan kami. Aku yang berniat iseng kenapa jadi ikutan terlibat begini.

"Yang seperti aku, atau memang aku?" Tanyaku tak tahu malu dengan cengiran jahil. Aku malas dibuat baper, jadi mending aku bercandai saja sekalian.

Aku dan Amara saling berpandangan geli melihat Rama yang salah tingkah. Ternyata si playboy kampus juga bisa keki begini. Predikat yang menempel padanya patut dipertanyakan. Gosipnya cowok di hadapanku ini sering bikin baper mahasiswi sini, sekalinya dibeginiin malah malu-malu kucing.

Seingatku Amara pernah bilang sewaktu malam inagurasi dulu, Rama adalah senior terfavorit pilihan mahasiswi baru. Maka tak heran ke sudut manapun di kampus ini tempat dia melangkahkan kaki maka akan ada 'dedek gemes' yang menyapanya. Sekedar menegur ataupun mengajaknya berbicara.

"Defenisi cowok seksi menurut lo gimana, Beb?" tanya Amara padaku ketika Rama tak kunjung menjawab.

Aku terdiam sejenak. Tidak pernah berpikir seperti apa cowok seksi itu, tapi diingat-ingat waktu sekolah dulu aku paling suka melihat cowok yang jago olahraga, jago public speaking apalagi debat. Ah ya, mantanku dulu bahkan pemain inti di tim futsal sekolah kami. Melihatnya berlari menggiring bola di lapangan rumput sintetis itulah yang membuatku jatuh cinta. Dangkal sekali memang.

"Waktu gue SMP, cowok yang berkeringat pas olahraga kelihatan seksi. Waktu SMA, cowok yang pintar dan bisa diajak debat itu seksi. Kalau sekarang...." Aku terdiam.

Hening sejenak, tiba-tiba sekilas peristiwa minggu lalu terlintas di benakku. Peristiwa yang mengubah persepsiku mengenai defenisi itu.

"Kalau sekarang...?" Ulang Rama penasaran, tatapannya lekat mengarah padaku.

"Sekarang, cowok seksi adalah yang bisa mengendalikan emosinya ketika marah. Yang cerdas. Bisa menjelaskan segalanya dengan mudah dan senyumnya mempesona." Secara otomatis bibirku melengkung, menggambarkan defenisi itu.

Tiba-tiba bayangan wajah seseorang muncul di kepalaku. Sosok pria yang memenuhi defenisi yang baru saja kubuat. Atau malah, defenisi itu kubuat berdasarkan penggambaranku akan dirinya. Entahlah.

Seorang pria. Yang beberapa hari ini membuatku merasa beda.

"Memang kamu." Ucapan Rama menyadarkanku dari lamunan.

"Apanya?" Tanyaku.

"Cewek idamanku."

***

03-11-2020

UML : Unified Modelling Language, adalah sekumpulan alat yang digunakan untuk abstraksi sistem atau perangkat lunak.

Dummy user : ID user buatan yang dicreate untuk kepentingan prototype.

Interface : Tampilan antarmuka atau layout sebuah aplikasi.

BEDA SEGMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang