18 - Curhat.Exe

19.3K 3.1K 102
                                    

Halo semuanya, selamat membaca ya

Tolong tandai kalau ada kesalahan dan kejanggalan ya...

Malam makin larut, jam sudah menyentuh angka 12 malam. Tapi rasa kantuk belum kunjung datang. Terima kasih pada drama Korea maraton yang sedang kutonton, di setiap akhir episodenya selalu ada adegan nanggung yang bikin penasaran dan membuatku berlanjut ke episode berikutnya dan begitu seterusnya sampai tengah malam. Ujung-ujungnya besok pagi bakal nyesal kenapa gak tidur cepat, tapi tetap diulangi lagi besok malamnya.

Aku sedang galau. Karena drama dan Rama.

Bagaimana tidak? Dengan entengnya dia menyatakan perasaannya padaku di depan Amara, di tengah hiruk pikuk mahasiswa. Sama sekali tidak romantis, bukan seperti itu confession yang aku impikan.

Amara? Jangan ditanya. Gadis itu hanya melongo lalu cekikikan melihat kami berdua, sementara aku? Aku terdiam membisu.

"Gak perlu dijawab sekarang. Aku bisa menunggu."

Hubunganku dan Rama tidak pernah terlalu dekat, sebelumnya kami hanya berteman biasa, saling menyapa dan melempar senyum seadanya. Tugas proyek ini yang membuat kami sering bertemu, nongkrong bareng sambil membahas perkembangan program. Ya intinya, kami tidak seakrab itu lantas kenapa dia bisa suka padaku?

Namun, perasaan bahagia ditembak seseorang tentu tidak bisa kutepis begitu saja. Aku senang. Agak ada bangga-bangganya, gitu. Ini bukan pertama kalinya aku ditembak, tapi rasanya tetap sama.

Aku merasa special, merasa diinginkan. Dan itu precious. Ternyata kehadiranku bisa berarti bagi seseorang.

Tapi, untuk bilang 'iya' aku belum yakin.

Rama adalah salah satu mahasiswa yang bisa dibilang seleb kampus. Siapa tidak kenal dia, mulai dari mahasiswa tingkat satu sampai senior tingkat akhir bahkan dosen mengenalnya. Selain ganteng, dia aktif mengikuti kegiatan non-akademis, aktif di himpunan departemen dan BEM Fakultas meski aku gak tahu apa jabatannya.

Bisa jadi selain mahasiswa Fasilkom, fakultas lainpun tahu dia atau minimal tahu namanya, Vikrama Sanjaya.

Sederhananya, Rama bisa dikategorikan cowok penggoda. Penggoda iman. Ganteng, glowing dan eye catching. Tipe macam ini gampang diblock, caranya : tinggal hindari, jangan terjebak tatapannya dan jangan dengar ucapan manisnya. Firewallku bisa menghadapinya.

Pria dikategori 'pembuat nyaman'lah yang paling berbahaya, karena secara naluriah wanita akan mulai membuka diri padanya. Perlahan, tanpa sadar. Seperti Trojan Horse. Baru sadar tersusupi ketika dinding pertahanan telah musnah. Firewallmu tak lagi berguna.

Bersyukur jika dia ingin tinggal menetap dan berkomitmen dengan hidupmu. Jika sebaliknya, nasibmu buntung saat dia melenggang pergi begitu saja meninggalkan dirimu sesukanya.

Rama, belum bisa membuatku nyaman.

Mas Bro : Sudah tengah malam. Cinderella semestinya sudah pulang dan bersiap tidur.

Sebuah pesan masuk dari Mas Bro menarikku dari lamunan. Melamunkan Rama.

You : Cinderella lagi galau, Mas. Gak bisa tidur.

Salah satu strategi long-chat adalah mencari topik pembicaraan supaya lawan bicara terpancing dan pembicaraan bisa terus berlanjut.

Mas Bro : Kamu galau, kenapa?

Yes. Strategi berhasil. Lawan mulai terpancing, mulai kepo.

Jujur saja ya, chat dengan Mas Bro kini menjadi hal yang kunantikan. Aku selalu menunggu datangnya malam, sebab biasanya dia akan menyapaku ketika malam menjelang. Jam tidurkupun lebih larut dari biasa demi menunggu sapaan singkatnya.

Perlahan, aku mulai penasaran dengannya, apa yang sedang dia lakukan, topik apa yang akan kami bahas nanti dan sering pula aku bertanya hal-hal tidak penting hanya untuk memancing balasannya. Tanpa sadar menunggu chat darinya dan bahkan tidak jarang aku yang menyapa duluan. Apa aku mulai ganjen? Duh.

You : Kemarin gue ditembak.

Dering hp menggema di kamarku. Yang membuatku terkejut adalah nama yang muncul di layar, nama khusus yang ku-save untuk mas bro. Kali pertama ia menelponku, apa ini sengaja?

Detak jantungku menggila hanya dengan melihat namanya terpampang nyata di layar penelpon. Aku sangat ingin ditelpon olehnya, tapi alih-alih senang aku malah tambah galau.

Angkat, atau reject?

Wahai otak, berpikir logis. Kalau aku angkat telponnya sekarang, lama kelamaan aku akan semakin terjerat rasa penarasan, rasa nyaman, rasa membutuhkan. Nyaman dan butuh seseorang adalah hal biasa, tapi sangat tidak masuk akal ketika aku tidak tahu siapa dirinya. Masa iya curhat dengan teman online? Nyata tapi tidak ada.

Aku tidak se-desperate itu.

Dengan mengumpulkan segenap kekuatan, aku menggeser tombol berwarna merah. Panggilan darinya ku reject.

You : Kenapa nelpon, Mas?

Mas Bro : Keberatan saya telpon?

You : Ya, gue mau tidur.

Mas Bro : Nembak dalam artian mengungkapkan perasaannya ke kamu? Siapa?

You : Iya, dia teman kampus gue.

Mas Bro : Kamu terima?

You : Gue belum jawab, makanya galau. Menurut lo gimana, Mas?

Mas Bro : Tolak aja.

You : Kenapa? Alasannya?

Mas Bro : Saya nggak suka.

You : Hahaha, you sound like a jealous boyfriend.

Mas Bro : I am.

Kata-katanya membuatku bingung.

You : Jangan bilang lo cemburu, Mas. Hahahaha

Mas Bro : Saya memang cemburu.

You : Karena gue punya pacar duluan daripada lo?

Mas Bro : Bukan.

Ah elah, ini orang bicaranya sepotong-sepotong, bikin penasaran.

You : Lantas?

Mas Bro :

Saya mau kamu jadi milik saya.

Boleh?

***
12.11.2020

Akhirnya bisa update walaupun chapter ini rada pendek ya.
Lumayanlah, demi konsistensi nulis.
Hehehhe, mohon dimaklumi ya.

BEDA SEGMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang