Selamat membaca....
"Disini ada yang namanya Denetha?"
Bisa Denetha lihat Wanda menyeringai ke arahnya, gadis itu berjalan mendekat ke arah seniornya itu.
"Saya, Kak. Ada apa yah?" tanya Denetha basa-basi, jelas ia tau ada yang tak beres dengan seniornya itu.
"Bukannya kamu harusnya sapu halaman belakang, kenapa malah disini?!" tiba-tiba saja senior itu membentaknya. "Karena kamu nggak ngerjain tugas kamu dengan benar, sekarang kamu lari keliling lapangan sepuluh kali!"
Denetha mengerutkan keningnya tak suka, jelas-jelas Denetha melakukan tugas sesuai perintah. Lalu tiba-tiba saja ia dianggap salah, gadis itu yakin ini ada hubungannya dengan si brengsek Wanda.
"Kenapa diam aja, cepat lari!" seniornya itu kembali memberi perintah seenak jidat.
Denetha mengepalkan tangannya kesal, akan ia buktikan pada Wanda bahwa laki-laki itu salah mengibarkan bendera perang. Akan ia buat Wanda meminta maaf bahkan sampai berlutut karena sudah berani mengganggunya.
"Sepuluh kali doang, nggak sekalian seratus puteran gitu?" cibir Denetha keras. "Dikira gue nggak kuat, itu sih gampang."
Denetha melempar sapu yang ia pegang sembarang arah kemudian melirik ke arah Wanda. Gadis itu mulai berlari sembari sesekali melihat ekspresi Wanda yang seolah berhasil mengerjainya. Tentu saja Denetha sekarang sedang jadi pusat perhatian tapi itu bukan masalah untuknya, ia akan membuat Wanda menjadi korbannya disini.
Sementara itu Wanda tersenyum puas melihat Denetha masuk ke dalam perangkapnya. Bukan hal yang sulit bagi Wanda untuk memerintah siapapun di sekolah ini, termasuk anggota OSIS. Hanya menyebut namanya saja seluruh penjuru sekolah pasti akan takut.
"Bang, kayanya ini agak keterlaluan deh," ucap David melihat Denetha mengusap keringat di keningnya beberapa kali.
"Kapan gue nggak keterlaluan?" tanya Wanda santai.
"Dia cewek," kali ini Bara ikut berkomentar.
"Nggak ada syarat jenis kelamin!"
"Tetep aja kayanya ini agak-"
"Kalo gitu lo mau gantiin, anjing!" sungut Wanda tak terima, Galih yang baru saja ingin membuka mulut langsung mengurungkan niatnya.
Sementara Bara, laki-laki itu memilih meninggalkan teman-temannya. Samuel hanya menatap punggung temannya itu dari jauh, ia tau sebenarnya Bara tak menyukai hal semacam ini. Tapi baru kali ini Bara benar-benar memberontak bahkan sampai berani meninggalkan Wanda tanpa izin.
Tentu saja Wanda melihat kepergian adik kelasnya itu, sejak awal Bara memang berbeda dengan juniornya yang lain. Bara terkesan sulit diatur, bahkan laki-laki itu seolah membangun dinding batasan dengan Wanda. Karena hal itu juga Wanda terkadang harus menahan diri di dekat Bara.
"Mau kemana tuh bocah?" tanya Wanda bersikap tak peduli.
"Dia nggak bilang apa-apa, Bang," sahut Samuel.
Wanda menatap tajam ke arah Denetha, pikirannya bukan tentang cara menyakiti gadis itu. Tapi ia penasaran apa yang membuat Bara tak pernah mematuhinya bahkan sampai sekarang.
"Beliin gue minuman, sekarang!"
*****
Denetha tengah mengatur nafasnya di tepi lapangan, ia tak peduli dengan panas matahari yang masih menyengat kulitnya.
"Denetha!"
Gadis itu tersenyum tipis melihat kedua temannya datang menghampiri dengan raut cemas.
"Lo nggak papa?" tanya Tania, gadis itu menyodorkan botol air mineral ditangannya, Denetha mengangguk pelan sembari menerima botol tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us ✔️
Teen Fiction(Follow sebelum membaca) ***** "Woy, jangan nambah SAMPAH dong!" teriak Denetha keras-keras. Denetha tak menyangka bahwa awal masa SMA-nya akan berjalan penuh gangguan dari para seniornya. Berawal dari ia yang tak sengaja mengganggu aksi mereka, s...