Selamat membaca.....
"Kenalin, ini Denetha," Bara menjeda kalimatnya. "Pacar Bara."
Ucapan itu tadinya membuat Denetha takut setengah mati. Berbagai macam spekulasi muncul di kepalanya, mulai dari orang tua Bara bahkan sampai keponakan Bara yang masih kecil. Tapi kenyataannya benar-benar berbanding terbalik dengan yang Denetha bayangkan.
Dewi, ibu Bara bahkan merangkulnya dengan akrab. Begitu pula dengan Dhea, kakak ipar Bara. Kedua wanita itu memperlakukan Denetha seperti anak dan adik mereka sendiri, meski Denetha yakin semuanya terjadi tak lain karena ulah Bara.
Tapi Bara tak mengatakan apapun setelah mengenalkan Denetha sebagai pacarnya. Keluarga Bara juga seolah tak ingin membahas lebih jauh mengenai hubungan mereka. Tadinya Denetha pikir mungkin itu karena dirinya adalah putri teman Rekan. Tapi nyatanya mereka memilih tak membahas mungkin karena mereka berpikir Denetha bisa membantu Bara agar keluar dari jerit masa lalunya.
"Ini kamarnya, kalau perlu apa-apa di depan kamu kamar Bara. Ketuk aja yah?" ucap Dewi, wanita paruh baya itu menunjukan kamar yang akan Denetha tempati malam ini.
"Maaf, ngerepotin Tante," ucap Denetha tak enak.
"Nggak papa, anggap aja kaya rumah sendiri," sahut wanita paruh baya itu dengan senyuman. "Duh, cantiknya. Si Deni kok bisa punya anak cantik kaya gini."
Denetha tersenyum canggung mendengar ucapan Dewi, bahkan ibunya sendiri belum pernah memujinya seperti itu. Rasanya aneh mendengar orang lain memujinya tapi orang yang paling dekat dengannya pun tak pernah mengatakan apapun.
"Nggak papa, sesekali kamu pengen sendiri itu nggak masalah. Tapi jangan buat orang-orang yang peduli sama kamu jadi khawatir."
Awalnya Denetha tak paham maksud ucapan Dewi, tapi Denetha berusaha mencerna baik-baik maksud ucapan wanita paruh baya itu.
"Cara Bara emang beda, tapi dia peduli kok," tambahnya lagi. "Sekarang tidur yah, udah malem."
Wanita paruh baya itu mengusap pelan puncak kepala Denetha, sebuah hal kecil yang belum pernah ia rasakan. Dewi kemudian tersenyum, mematikan lampu kamar Denetha lalu menutup pintu kamar Denetha. Denetha terdiam merasakan perasaan hangat yang belum pernah ia rasakan sejak kecil.
Ia pernah merasakannya dulu, saat ia masih kecil. Saat gadis itu ingin bertemu Gema, maka ibu Gema akan menyambutnya dengan antusias. Denetha merasa iri, kedua laki-laki yang mengetahui masa lalunya itu sama-sama punya keluarga yang hangat berbanding terbalik dengan keluarganya.
Denetha membaringkan tubuhnya di kasur, berusaha melupakan semua kejadian hari ini. Ia ingin menghapus rasa sakitnya untuk hari ini, meski ia tau besok dirinya akan lebih disakiti. Semakin besar, semakin Denetha sadar. Ia harus siap setiap bangun dari tidurnya dan menyiapkan mentalnya dua kali lipat lebih kuat dari hari sebelumnya.
*****
Pagi harinya Denetha dijemput oleh ayahnya, Denetha sudah mengira ibunya pasti memberitahu ayahnya. Itu sebabnya sampai detik ini Denetha membenci sifat ayahnya yang satu itu. Untuk apa mereka tetap berteman bahkan setelah saling menyakiti.
Denetha bahkan berkali-kali memberitahu ayahnya agar berhenti berhubungan dengan ibunya. Tapi ayahnya selalu berkata mereka hanya berteman, seolah Denetha tak tau apa yang ayahnya harapkan. Jelas Denetha tau ayahnya masih menyukai ibunya, ayahnya juga selalu menganggap dirinya yang salah pada kejadian itu.
Mau tak mau Denetha kembali pulang ke rumah ayahnya, gadis itu juga tak mau pulang lagi ke rumah ibunya.
"Denetha mungkin udah nggak nyaman di rumahnya sekarang, dulu dia ngerasa posisinya diambil. Dan sekarang dia pasti ngerasa disingkirkan dari rumah, biarin Denetha tinggal di rumah kamu sampai dia bisa nerima semuanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us ✔️
Teen Fiction(Follow sebelum membaca) ***** "Woy, jangan nambah SAMPAH dong!" teriak Denetha keras-keras. Denetha tak menyangka bahwa awal masa SMA-nya akan berjalan penuh gangguan dari para seniornya. Berawal dari ia yang tak sengaja mengganggu aksi mereka, s...