SEMBILAN

151 55 20
                                    

Selamat membaca....

Setelah kepergian Bara, ketiga gadis itu memilih melanjutkan kegiatan mereka meski sebenarnya sekarang tak ada percakapan di antara mereka. Baik Tania maupun Cindy jauh lebih penasaran dengan hubungan Denetha dan Bara daripada topik lain. Sementara Denetha masih enggan membuka suara dan merasa kalau itu bukan topik yang tepat.

"Sebenernya lo sama kak Bara tuh pacaran nggak sih?" tanya Tania, sepertinya mulut gadis itu sudah gatal sejak tadi.

"Ya, lo taunya gimana?" sahut Denetha membalikkan pertanyaan.

"Ya gue taunya lo pacaran sama kak Bara, tapi masa udah pacaran belum punya nomor masing-masing?"

"Iya, Tha. Lo sama kak Bara kan juga belum kenal lama," kali ini Cindy ikut bersuara.

"Ya udah, nggak usah dipikirin," putus Denetha, ia sudah lelah berdebat dengan Bara seharian lalu sekarang kedua temannya juga meminta penjelasan.

Tania dan Cindy saling pandang, mereka paham Denetha tak menyukai pertanyaan seperti ini. Tapi keduanya juga masih penasaran dengan hubungan Denetha dengan Bara. Apalagi rumor Bara sendiri yang terkenal sangat dingin.

Sementara Denetha, gadis itu bahkan belum pernah punya pacar, jangankan sampai menjalin hubungan. Dekat dengan laki-laki pun nyaris tak pernah, hidup Denetha benar-benar tak pernah di kelilingi laki-laki. Kalaupun ada pasti dalam waktu singkat akan Denetha buat laki-laki itu pergi dari hidupnya.

"Lagian itu bukan hal penting," ucap Denetha.

*****

Sekitar pukul delapan malam Bara masih berada di posisinya, yaitu di gang sempit dekat minimarket. Laki-laki itu masih mengamati Denetha, takut-takut kalau saja gadis itu tiba-tiba menghilang atau melakukan hal buruk. Kedua teman gadis itu sudah pergi sejak satu jam yang lalu tapi entah kenapa gadis itu masih bertahan di posisinya.

Bara tak berani menghampiri gadis itu, mood gadis itu terlihat tak bagus. Bara menghela nafas pelan, seharusnya sekarang ia pergi ke warnet bersama teman-temannya. Tapi melihat gadis yang sekarang berstatus sebagai pacarnya itu duduk sendiri membuat ia khawatir untuk meninggalkannya.

Handphone di saku laki-laki itu bergetar, Bara mengalihkan fokusnya dari Denetha. Nama Wanda tertera di sana, seniornya itu pasti sudah menunggunya apalagi Bara pergi lebih dulu sebelum yang lain. Laki-laki itu perlahan menggeser tombol hijau.

"Iya Bang?"

"Lo dimana?"

"Di deket minimarket sekolah."

"Ngapain? Lo nggak lupa hari ini kan?"

"Gue inget, tapi gue lagi mantau Denetha," Bara mengedarkan pandangannya, menyadari gadis itu sudah tak ada di tempatnya semula.

"Hah? Bilang apa lo barusan?"

"Bentar-bentar, Bang. Denetha nggak ada, nanti gue telpon lagi," Bara memantikan sambungan sepihak, laki-laki itu bergegas turun dari motornya dan berniat mencari gadis itu.

"Nyari gue?"

Bara refleks menoleh, mendapati suara seorang gadis tepat berada di sebelahnya. Gadis yang ia cari itu kini tepat berada di depannya, sembari menatap ke arahnya penasaran.

"Iya," sahut Bara jujur, lagipula kalaupun ia berbohong Denetha akan tetap berpikir begitu.

"Lo nungguin gue atau ngawasin gue?" tanya gadis itu lagi.

"Dua-duanya."

Denetha berdecak sebal, gadis itu menatap Bara tak suka. Sebenarnya tadi ia tak menyadari kehadiran laki-laki itu tapi saat Bara sedang menerima telepon, Denetha baru menyadarinya.

Between Us ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang