Selamat membaca....
Setelah kegiatannya mengikuti Denetha selesai dengan ia yang meninggalkan kedua temannya begitu saja, Bara memilih pulang. Laki-laki itu berjalan masuk tanpa memperhatikan sekeliling, tubuhnya terlalu lelah hari ini. Ia tak tau apa yang akan Denetha lakukan padanya, jika tau bahwa ia memberitahu Gema tentang kedua orang tuanya.
"Eh, om ganteng udah pulang."
Bara menoleh ke sisi kanan ruang keluarga, kakaknya sedang duduk dan bermain bersama putra tunggalnya. Bara berjalan mendekat melakukan high five dengan keponakannya itu kemudian merebahkan tubuhnya di sofa.
"Om capek?" tanya bocah laki-laki dengan lesung pipi itu, Bara mengangguk sebagai jawaban.
"Kaya di sekolah belajar aja," cibir Galang, tapi sebelum mengatakan itu ia tak lupa menutup telinga putranya.
Ia tentu tak mau putranya menjadi dewasa sebelum waktunya, meskipun Galang dan Bara terpaut jauh tapi laki-laki itu tak ingin adiknya selalu merasa jauh. Itu sebabnya Galang lebih memilih tetap berada di rumah orang tuanya meski ia sendiri tentu sanggup membeli rumah sendiri. Hanya saja ia masih terlalu khawatir meninggalkan adiknya, apalagi adiknya itu masih terjebak dengan masa lalunya.
"Dari kecil Winda emang biasa manjain Erika, makanya sampai besar Erika nggak mau kalah sama Denetha."
Bara langsung mengubah posisinya menjadi duduk, laki-laki itu menoleh ke arah halaman belakang kemudian beralih menatap Galang.
"Ada om Deni?" tanyanya, Galang mengangguk.
"Iya, soalnya minggu depan om Deni ada kerjaan di luar kota. Nggak bisa ketemu sama papah," jelas Galang.
Bara berjalan mendekat ke arah kedua laki-laki paruh baya itu, Bara berpura-pura mengambil air sembari mendengarkan obrolan mereka. Tentu saja Galang bisa menangkap sifat aneh adiknya itu, tak biasanya Bara penasaran dengan obrolan bapak-bapak. Jangankan obrolan itu, mengenai pelajaran saja Bara sudah mengantuk.
Tapi kali ini mata adiknya itu berbinar-binar seolah tengah mendengarkan cerita mengenai game favoritnya.
"Denetha jarang marah dari kecil, dia cuma diem kalo kesel. Tapi semenjak perceraian Denetha jadi berontak, mungkin dia udah capek ngalah terus."
Bara masih setia mendengarkan cerita Deni pada ayahnya.
"Wajar buat Denetha mulai berontak, apalagi di usia dia sekarang. Itu hal yang wajar," ucap Rean.
"Aku takut minggu depan nggak ada yang jagain dia, Denetha nggak akan bisa nahan emosinya selama itu."
"Kamu fokus aja sama pekerjaan, urusan Denetha biar aku sama Dewi yang atur."
Apa maksudnya? Jadi selama ini orang tua Bara juga mengawasi setiap perkembangan Denetha? Bara semakin menajamkan pendengarannya, ia harus memastikan dugaannya tak salah.
"Lagipula Denetha sama Bara kan satu sekolah, Bara bisa jagain Denetha. Dia kan satu tahun lebih tua dari Denetha, Denetha bisa anggep Bara kaya kakaknya sendiri."
Kakak? Sayangnya Rean tak tau bahwa sekarang hubungan Denetha dan Bara adalah sepasang kekasih. Meski begitu Bara juga tak bisa memberitahu ayahnya, apalagi tanpa persetujuan Denetha. Bisa kena double kill oleh gadis itu pasti.
"Aku percaya, Denetha pasti-"
"EKHHM...NGUPING EKHHMM," suara Galang hampir saja membuat gelas di tangan Bara terjatuh.
Sementara Galang justru tertawa geli, baru kali ini ia lihat adiknya itu seperti tertangkap basah bahkan sampai salah tingkah. Rean dan Deni yang mendengar suara keras Galang juga segera melihat apa yang terjadi. Hanya Bara yang terlihat seperti orang bodoh sekarang, bisa-bisanya ia lupa manusia menyebalkan yang merupakan kakaknya sendiri berada disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us ✔️
Teen Fiction(Follow sebelum membaca) ***** "Woy, jangan nambah SAMPAH dong!" teriak Denetha keras-keras. Denetha tak menyangka bahwa awal masa SMA-nya akan berjalan penuh gangguan dari para seniornya. Berawal dari ia yang tak sengaja mengganggu aksi mereka, s...