DUA PULUH DELAPAN

139 46 151
                                    

Selamat membaca....

Sepulang dari sekolah Bara dan teman-temannya punya rencana untuk pergi ke warnet seperti biasa. Tapi belum juga bel berbunyi mereka lebih dulu keluar dari kelasnya. Kali ini bahkan lebih parah, mereka memilih melewati dinding samping sekolah yang terhubung dengan gang sempit.

Karena hal itu pula mereka meninggalkan kendaraan mereka di halaman parkir sekolah dan pergi dengan berjalan kaki. Jarak sekolah dan warnet yang cukup jauh jelas membuat mereka kelelahan. Sekelompok lelaki itu menepi, duduk di dekat warung kaki lima sembari menikmati minuman dan jajanan ringan di sana.

"Makan Bar, jangan makan hati mulu," sindir Galih.

Hari ini laki-laki itu terus menggoda Bara, baginya melihat Bara cemburu sangat menyenangkan. Apalagi terakhir kali Bara berekspresi seperti itu adalah satu tahun yang lalu. Bahkan ia hampir lupa seperti apa rautnya, tapi berkat Denetha kini Galih bisa kembali melihatnya. Terima kasih Denetha, Galih benar-benar bahagia bisa mengganggu laki-laki dingin seperti Bara.

"Nggak nafsu kan nggak ada Denetha," sahut David ikut-ikut menggoda Bara.

Sementara yang digoda hanya memutar bola matanya malas, inilah yang terjadi jika formasi mereka tanpa Samuel. Bara akan jadi korban kegilaan kedua temannya. Tapi anehnya Samuel hari ini juga tak memilih pergi bersamanya, entah karena apa?

"Sam kemana yah? Habis istirahat dia nggak masuk kelas juga," ucap Galih penasaran.

"Iya, tau aja mau dikepoin," setuju David.

"Udahlah, jalan sekarang yuk. Ini udah jam pulang juga, jadi kita bisa lebih bebas," ajak Bara.

"Nggak mau balik lagi ambil motor?" tanya Galih.

"Sama aja bohong, bego!" kesal Bara sementara Galih hanya tersenyum tanpa dosa.

Ketiga laki-laki itu kembali melanjutkan langkah mereka, berjalan di tengah-tengah padatnya kota merupakan hal baru bagi mereka. Ketiganya biasanya melalui jalan ini menggunakan sepeda motor dan melewatkan pemandangan indah jika dilewati dengan berjalan kaki. Deretan toko di sepanjang jalan benar-benar memanjakan mata, belum lagi sekarang waktu pulang sekolah jadi banyak siswa-siswi yang berlalu lalang di sana.

"Stop!"

Seruan Galih menghentikan langkah Bara dan David, kedua laki-laki itu menatap aneh ke arah Galih. Meski memang setiap hari laki-laki itu aneh, hanya saja kali ini lebih aneh. Bayangkan saja laki-laki itu berteriak ditengah jalan, bahkan beberapa orang menatap bingung ke arah mereka.

"Apaan sih lo? Malu-maluin juga ada tempatnya kali!" ucap Bara.

Galih menoleh menatap Bara, ia tak tersinggung sedikit pun karena ucapan Bara. Tabiat laki-laki itu memang sejak awal selalu bermulut pedas, hanya baik pada Denetha. Catat! Hanya Denetha!

"Lihat tuh, ayang Denetha," ucap Galih sembari menunjuk ke arah Denetha yang tengah duduk di dalam sebuah kafe.

"Manggil kaya gitu lagi, gue lempar ke jalan," ancam Bara tanpa ampun.

"Eh! Lihat dulu, tuh bebep lagi sama cowok," celetuk Galih lagi.

"Iya, tapi nggak usah manggil gitu!"

Selagi Galih dan Bara sibuk berdebat, David lebih dulu mendekat ke arah kafe. Laki-laki itu memastikan penglihatannya tak bermasalah dengan apa yang ia lihat.

"Bar!" panggil laki-laki itu tapi Bara masih sibuk berdebat dengan Galih, David menoleh menatap Bara. "Bara!"

Bara menoleh melihat raut David yang sedikit aneh, David sangat jarang memasang ekspresi seperti itu. Kecuali saat ia ketahuan selingkuh oleh pacar-pacarnya.

Between Us ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang