Selamat membaca....
Beberapa hari berlalu semenjak pertemuan Denetha dan Gema, laki-laki itu jadi semakin sering menghubunginya. Denetha tak mau berpikiran buruk tentang teman kecilnya itu, hanya saja kadang itu cukup mengganggu. Denetha juga tak mau hubungan Bara dan Gema jadi rusak, meski ia tau Bara tak punya perasaan padanya.
Setelah hari itu juga Denetha tak pulang ke rumah ibunya, ia menginap di rumah ayahnya sampai hari ini. Sebenarnya ayah Denetha tak keberatan sama sekali, laki-laki paruh baya itu justru merasa senang bisa bertemu putrinya itu. Tapi sikap putrinya pada mantan istrinya itu sudah keterlaluan, meski begitu Deni tak menyalahkan putrinya juga.
Denetha sekarang baru saja keluar dari kelasnya, bel istirahat sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Gadis itu berjalan beriringan dengan Tania, Cindy hari ini tak datang ke sekolah. Gadis itu demam tinggi sampai tak bisa mengabari sekolah, itu pun Tania yang berusaha mencari tau.
Tak banyak topik pembicaraan saat Denetha hanya bersama Tania, kedua gadis itu lebih sering bertengkar. Apalagi saat tak ada Cindy, keduanya jadi semakin jarang berinteraksi. Meskipun sebenarnya mereka saling peduli satu sama lain, hanya saja begitulah adanya mereka mengungkapkannya.
Keduanya mengambil duduk di kursi kantin paling ujung, karena memang keadaan kantin yang mulai penuh. Di SMA Cemara terdapat tiga kantin, semuanya berada di setiap lantai. Jadi siswa ataupun guru tak perlu bolak-balik naik-turun tangga hanya untuk ke kantin, karena sudah di sediakan di setiap lantai.
Sementara Denetha yang kelasnya memang berada di lantai satu, jadi harus pergi ke kantin yang berada di sana. Sayangnya kantin lantai satu letaknya terpisah dari gedung sekolah, jadi terkadang lebih sering dijadikan tempat tongkrongan. Apalagi semenjak guru-guru senior pensiun, lebih banyak guru yang pergi ke kantin atas daripada kantin bawah.
Meski begitu kantin bawah tak pernah sepi pengunjung, sebagian besar datang karena kelaparan dan sebagian lagi datang untuk cuci mata meski harus berjalan jauh-jauh dari lantai atas. Kantin bawah memang lebih dikenal sebagai markas utama bagi Wanda dan teman-temannya. Semenjak kantin itu diperbesar, Wanda lebih sering datang ke sana.
Butuh waktu cukup lama hanya untuk memesan seporsi bakso dan jus jeruk, apalagi jika hanya Tania yang rela berdesak-desakan. Sementara Denetha hanya duduk menunggu, kemudian setelah makanan datang gadis itu akan menyantapnya tanpa rasa bersalah.
"Lo nggak makan sama kak Bara?" tanya Tania, mata gadis itu sejak tadi selalu mencuri pandang ke arah Wanda dan teman-temannya.
"Ngapain?" bingung Denetha, gadis itu masih melanjutkan makannya.
"Ya, lo berdua kan-" Tania menghentikan ucapannya, gadis itu menggelengkan kepalanya. Ia tak boleh terlalu mencampuri urusan Denetha lagi, apalagi sekarang gadis itu sedang punya banyak musuh.
"Kenapa sih? Lo masih penasaran gue sama Bara punya hubungan apa?" tanya Denetha, ia tau betul seperti apa Tania.
Tania itu jika sudah penasaran pada satu hal pasti akan terus menyelidikinya dan jika dirasa ia tak akan mendapat jawaban maka Tania akan bersikap aneh seperti sekarang.
"Nggak-nggak! Lupain aja," sahut Tania sembari mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajahnya sendiri seolah menyuruh Denetha agar tak perlu menjelaskan apapun.
"Yakin?"
Bersamaan dengan pertanyaan Denetha, handphone di saku Denetha bergetar. Gadis itu sekilas melihat pesan yang masuk, ada nama Gema disana. Tania mengangkat kepalanya, penasaran dengan siapa yang mengirim pesan pada Denetha.
"Gema?" ucap Tania, gadis itu kemudian menatap Denetha. "Siapa?"
"Temen," sahut Denetha tak yakin, apa ia masih bisa memakai sebutan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us ✔️
Teen Fiction(Follow sebelum membaca) ***** "Woy, jangan nambah SAMPAH dong!" teriak Denetha keras-keras. Denetha tak menyangka bahwa awal masa SMA-nya akan berjalan penuh gangguan dari para seniornya. Berawal dari ia yang tak sengaja mengganggu aksi mereka, s...