DUA PULUH LIMA

152 51 97
                                    

Selamat membaca....

Hampir tiga puluh menit Denetha dan beberapa siswa kelas X membersihkan pos jaga milik Wanda dan teman-temannya. Beberapa siswa sudah diganti dengan siswa lain yang baru datang, tapi Denetha. Gadis itu bahkan belum digantikan oleh siapapun sementara kedua temannya mungkin sekarang sudah duduk nyaman di tenda mereka.

Denetha beberapa kali menggerutu, ia menyesal tak mendengar ucapan Cindy saat di tenda. Harusnya ia tak perlu ikut, apalagi udara malam hari semakin dingin. Gadis itu yang tadinya hanya mengusap hidungnya pelan, lama-lama mulai merasakan suhu dingin di sekitarnya.

Denetha beberapa kali meniup kedua tangannya, berniat mencari kehangatan dari hembusan nafasnya. Tak ada siswa yang ia kenal selain Wanda dan teman-temannya, Denetha juga tak bisa kabur. Ia sudah masuk ke dalam kandang harimau, satu-satunya jalan keluar berarti ia harus mencari mangsa lain.

Pandangan Denetha beralih pada Bara, laki-laki itu sedang duduk menyandar pada tiang pos. Ia nampak tak peduli dengan kegiatan orang-orang disekitarnya, yang ia lakukan hanya duduk sembari melipat kedua tangannya. Denetha masih memandang laki-laki itu dari jauh, gelapnya cahaya malam tak menghilangkan ketampanan laki-laki itu sedikitpun.

Padahal belum ada 24 jam mereka putus, tapi secepat itu juga keduanya menjadi asing. Terutama saat Bara terlihat tak peduli dengan kehadirannya, Denetha menyesal jelas. Tapi jika ia disuruh memutar waktu sekalipun ia akan tetap memutuskan Bara, ia tak mau menjadi sosok bayangan masa lalu Bara.

Denetha menggelengkan kepalanya pelan, gadis itu tak boleh terus menatap Bara. Anggap saja laki-laki itu sudah menghilang, Denetha harus bisa melupakannya. Gadis itu memilih kembali melanjutkan aktifitasnya, meski jelas ia tak menyukainya.

Beberapa menit berlalu, Denetha terlalu fokus pada kegiatannya sampai tak menyadari seluruh siswa kelas X di sana sudah tak ada. Hanya gadis itu yang tersisa bersama Bara, ia pun baru sadar bahwa Wanda dan yang lain telah pergi. Pandangan keduanya bertemu, tapi Denetha tak bisa menebak arti tatapan Bara.

Pandangan laki-laki itu tak seperti biasanya, tak membenci Denetha juga tak menyukai Denetha. Hanya terlihat tenang dan cukup untuk mengalihkan fokus Denetha. Laki-laki itu berjalan mendekat sembari menyodorkan secangkir cokelat panas yang entah ia ambil darimana.

Denetha mengulurkan tangannya, menerima cangkir itu masih dengan tatapan bingung.

"Thanks," ucap Denetha.

Bara kembali pada tempatnya semula, laki-laki itu kembali menyandarkan tubuhnya pada tiang pos. Tak ada pembicaraan di antara keduanya, hanya ada suara semilir angin malam yang semakin dingin. Meski kini Denetha sedikit merasa hangat, berkat cokelat panas dari Bara dan juga berkat laki-laki itu yang tak menanyakan lebih jauh mengenai keputusannya.

Salah satu sifat Bara yang sangat Denetha sukai, laki-laki itu tak akan pernah bertanya sampai Denetha mau menceritakannya sendiri. Saat ia bertengkar dengan ibunya pun Bara tak banyak bertanya dan sekarang saat ia memutuskan laki-laki itu, Bara juga tak banyak bertanya. Mungkin itu sebabnya Bara tak pernah bercerita mengenai Astrid, karena Denetha tak bertanya.

"Mau balik ke tenda?" tanya laki-laki itu setelah cukup lama keduanya terdiam.

"Iya, udah malem," sahut Denetha, gadis itu bangun dari duduknya kemudian meletakkan cangkir pemberian Bara di meja yang berada tak jauh darinya.

Bara ikut berdiri, laki-laki itu memberi kode agar Denetha berjalan lebih dulu darinya. Laki-laki itu hanya mengekor dibelakang Denetha, sesekali mengawasi pergerakan gadis itu agar tak salah melangkah. Apalagi malam semakin larut dan jalanan yang dilalui juga tak mulus, maka keduanya harus baik-baik dalam melangkah.

Between Us ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang