SEPULUH

163 54 21
                                    

Selamat membaca....

Hari ini drama kembali terjadi di rumah Denetha, kakak perempuannya itu kembali berulah. Setelah beberapa hari yang lalu dengan seenaknya memakai sepatunya, kali ini gadis itu dengan tak tau malunya merusak sepatu Denetha. Lalu tanpa rasa bersalah gadis itu membuang begitu saja sepatu Denetha dan membeli sepatu dengan model yang sama tanpa tau darimana Denetha mendapat sepatu itu.

"Enak banget lo buang sepatu gue?" ucap Denetha tak mengerti dengan sifat kakaknya.

"Ya karena udah rusak gue buang lah," sahut Erika tak mau mengalah pada Denetha.

"Lo tau nggak sepatu itu dari siapa?" tanya Denetha masih tak paham dengan kelakuan Erika.

"Dari siapa lagi? Ya dari bunda lah!"

"Itu dari ayah!" suara Denetha berhasil membuat semua penghuni rumah menghampiri kedua kakak-beradik itu.

"Denetha, Erika, ada apa lagi ini?" tanya Winda, bunda Denetha.

Wanita paruh baya itu sedang menyiapkan sarapan saat kedua putrinya sedang berdebat. Sementara ayah tiri Denetha dan adiknya mengikuti di belakang.

"Kenapa?" tanya wanita paruh baya itu lagi.

"Dia buang sepatu yang ayah beliin buat Denetha," ucap Denetha, mata gadis itu masih menatap tajam ke arah kakak perempuannya.

"Udah Erika ganti," bela Erika tak mau kalah.

"Gue nggak mau sepatu lain, gue cuma mau sepatu itu. Itu sebabnya gue suruh lo jangan sentuh barang gue!" teriak Denetha frustasi, ini sudah kejadian kesekian kalinya.

Erika selalu memakai barang yang Denetha punya dan saat barang itu rusak maka akan dengan mudahnya ia membuangnya seolah itu milik sendiri. Sementara bundanya hanya akan memaklumi dan mengatakan bahwa wanita paruh baya itu akan menggantinya. Tapi kali ini lain, sepatu itu pemberian ayahnya dua tahun lalu saat ayahnya berada entah dimana.

"Denetha, itu kan sepatu yang sama," lerai Winda.

"Sama? Sepatunya emang sama, bahkan situasi keluarga ini juga sama, yang beda dulu ayah susah payah kirim itu buat Denetha!"

"Itu cuma sepatu, Tha!" bentak Erika tak suka, baginya Denetha sejak kecil selalu memperbesar masalah.

"Cuma sepatu?" ulang Denetha, gadis itu mengambil sepatu pemberian Erika.

Gadis itu berlari menuruni tangga menuju dapur, kemudian mengambil pisau dapur. Tentu saja melihat hal itu Winda dan Wijaya, ayah tiri Denetha terlihat panik.

"Denetha, jangan macem-macem," peringat Winda.

"Kenapa? Ini juga cuma pisau," sindir Denetha.

"Denetha!" suara Winda meninggi. "Jangan kekanakan kaya gitu, kamu udah besar!"

Denetha tersenyum miris ke arah ibunya.

"Denetha udah besar, tapi Erika masih kecil. Disini yang anak pertama siapa? Cuma Denetha yang diingetin udah besar?" Denetha terdiam sebentar, mulutnya mulut bergetar. "Dari dulu juga cuma Denetha yang udah besar, memangnya siapa lagi?"

Denetha menarik pisau ditangannya kemudian menusukannya pada sepatu pemberian Erika. Gadis itu merobek sepatunya, ia tak peduli dengan tatapan tak suka Erika.

"Denetha! Gue beli itu pakai duit gue sendiri!" kesal Erika.

"Lucu banget, lo aja masih minta duit sama bunda sama bokap lo. Terus lo sebut duit lo sendiri, nggak malu lo?" ucapan Denetha sukses membuat Erika terdiam.

Denetha memilih pergi dari sana, ia memilih bergegas pergi ke sekolah.

"Denetha! Kamu nggak boleh ngomong kaya gitu, kakak kamu kan udah minta maaf."

Between Us ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang