DUA PULUH EMPAT

138 52 73
                                    

Selamat membaca....

Setelah meninggalkan Bara, Denetha hanya bisa terduduk lemas di belakang tendanya. Gadis itu ingin menangis sekarang, entah kenapa dadanya terasa sesak saat mengingat laki-laki itu. Denetha benar-benar tak ingin mengakhiri hubungannya dengan Bara, tapi gadis itu tak yakin jika hubungannya terus berlanjut mereka akan baik-baik saja.

Jika harus jujur, Denetha memang menyukai Bara. Sejak kapan? Entah, gadis itu pun tak tau sejak kapan ia menyukai laki-laki yang satu tahun lebih tua darinya itu. Denetha juga tak akan sadar jika Tania tak mengatakannya, gadis itu tak pernah jatuh cinta mana mungkin ia tau.

Denetha beberapa kali mengusap hidungnya, salah satu kebiasaan yang ia lakukan jika sedang menahan tangis. Udara malam ini yang juga dingin benar-benar membuat Denetha ingin melepaskan semua kekesalannya. Sesekali Denetha menoleh ke kanan dan ke kiri memastikan tak ada satupun orang yang melihatnya.

"Tha!"

Gadis itu menoleh, mendapati Cindy keluar dari tenda kemudian menghampirinya. Gadis itu duduk di samping Denetha dengan senyum manisnya.

"Kenapa duduk disini, sebentar lagi kita mau mencari jejak loh," ucap gadis itu.

"Sebentar doang kok," sahut Denetha.

"Eh, lo pilek?" tanya Cindy menyadari suara Denetha yang terdengar parau dan tangan gadis itu yang terus mengusap hidungnya.

"Nggak, cuma dingin kena angin," jawab Denetha seadanya, raut Cindy berubah menjadi khawatir.

"Kalo gitu lo ijin aja, nggak usah ikut mencari jejak. Daripada nanti beneran pilek," saran gadis itu.

"Gue nggak papa, Cin. Lagipula kalo gue nggak ikut, siapa yang jagain lo sama Tania?"

"Batu banget sih, Tha. Gue sama Tania nggak papa, daripada lo sakit."

Denetha bangun dari duduknya, gadis itu bersikap seolah ia baik-baik saja di depan Cindy.

"Lo lihat, gue sehat."

Cindy menghela nafas pelan, kemudian kembali menarik Denetha duduk di sampingnya.

"Lo baru putus kan sama kak Bara? Gimana mungkin lo nggak papa?" tanya gadis itu lirih, Denetha tersenyum tipis.

"Justru karena gue baru putus, gue nggak papa," sahut Denetha meyakinkan temannya itu.

"Lo tau gue sama Tania peduli sama lo, jangan dipendam sendiri Tha. Kita bakal selalu ada buat lo," ucap Cindy.

Denetha mengangguk pelan, gadis itu menarik nafas dalam-dalam. Entah kenapa ucapan Cindy nyaris membuatnya kembali menangis. Akhir-akhir ini hatinya benar-benar mudah goyah, ia menangis karena Bara, karena keluarganya dan banyak hal.

Jika diingat-ingat selama tiga tahun terakhir, baru kali ini Denetha banyak berekspresi. Ia tertawa, ia tersenyum, ia menangis dan kecewa karena banyak hal. Semua perasaan yang mungkin selama tiga tahun tak pernah terjadi tapi kembali terjadi setelah ia bertemu Bara.

"Heh! Ngapain lo berdua? Disuruh kumpul tuh," suara Tania membuat kedua gadis itu menoleh.

Tatapan Tania langsung beralih pada Denetha, ia hanya ingin memastikan temannya itu baik-baik saja.

"Ayo keluar, yang lain udah pada kumpul tuh," ajak Tania lagi, gadis itu meraih tangan kedua temannya kemudian berjalan keluar tenda.

Halaman tengah yang dikelilingi tenda-tenda siswa menjadi tempat untuk mereka berkumpul. Setiap siswa wajib berkumpul di masing-masing kelas mereka. Sebelumnya seluruh siswa di absen, baru setelahnya mereka bisa memulai kegiatan mencari jejak.

Between Us ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang