DUA PULUH TUJUH

153 49 119
                                    

Selamat membaca....

Denetha mempercepat langkahnya untuk mengejar Tania, temannya itu tiba-tiba saja menghilang dari pandangannya. Padahal Denetha sudah berjalan cukup cepat agar bisa menyamai langkah Tania, tapi gadis itu masih tak terkejar. Denetha berdecak sebal dengan tingkah Tania, tak bisakah ia marah tanpa harus bermain kejar seperti ini.

"Tania! Gue capek, anjir!" teriak Denetha bersamaan dengan Tania yang membelokkan tubuhnya masuk ke dalam kelas.

Denetha ikut masuk ke dalam kelas, melihat Tania sedang menyiapkan seragamnya sepertinya gadis itu ingin segera mengganti pakaiannya.

"Nggak usah drama deh, Tan," ucap Denetha mendekati Tania, Tania mendongak menatap Denetha tak suka.

"Drama lo bilang? Tiga tahun kita temenan dan bahkan lo berdua masih nggak terbuka sama gue, terus lo bilang gue drama," ucap Tania.

"Apa yang nggak lo tau dari gue? Lo tau semua tentang keluarga gue, masalah gue, apalagi?"

"Itu sekarang, dulu juga lo nggak mau terbuka sama gue. Gue juga sadar kok kalo gue cuma orang ketiga diantara lo sama Cindy," keluh Tania, Denetha mengerutkan keningnya tapi ia masih diam membiarkan Tania mengeluarkan isi hatinya. "Kemarin lo sama kak Bara jadian gue nggak tau, sekarang Cindy sama kak Samuel. Terus nanti apalagi!"

"Gue sama Bara kan udah putus," ucap Denetha.

"Iya, tapi siapa yang tau isi hati lo sama kak Bara. Nggak ada kan? Lo sama dia bisa kapan aja balikan!"

"Bentar-bentar, lo bukan cuma marah gara-gara Cindy doang kan? Lo marah karena gue sama Cindy mulai ngenal cowok sementara lo masih jomblo gitu?" tebak Denetha.

Tania terdiam untuk beberapa saat ia sangat kesal pada ucapan Denetha, maksudnya apa? Ia iri hanya karena ia yang belum punya pacar, yang benar saja.

"Lo nggak ngerasa omongan lo keterlaluan nggak sih?" tanya Tania suara gadis itu terdengar dingin, Denetha menghela nafas pelan merasa bahwa ucapannya keterlaluan.

"Sorry, tapi jangan kaya gini Tan. Lo tau Cindy nggak akan bilang kalo dikerasin kaya gini," ucap Denetha.

Diantara ketiganya memang Cindy yang paling anti dengan hal-hal yang berlebihan. Jika Denetha terkesan bar-bar dan tak punya rasa takut dan Tania mudah bergaul dan sangat supel. Maka berbeda dengan Cindy, meski gadis itu terkesan ceria tapi sebenarnya gadis itu sangat pendiam.

Siapapun yang melihat ketiga gadis itu pasti bisa langsung mengerti perbedaan mereka hanya dari cara mereka berpakaian. Tapi kali ini urusannya berbeda, apa hubungan Cindy dan Samuel yang bahkan Denetha dan Tania tak tau sedikit pun. Apalagi sifat Cindy dan Samuel sangat berbanding terbalik, mana mungkin mereka bisa akrab.

"Kenapa gue yang harus ngertiin? Dari awal gue terus yang harus pahamin kalian, kenapa nggak gantian kalian yang pahamin gue?!"

Setelah mengatakan itu Tania berjalan keluar kelas meninggalkan Denetha yang terdiam di tempatnya. Ucapan Tania tak sepenuhnya salah, sejak awal ia dan Cindy memang sudah berteman sementara Tania yang paling lambat bergabung karena memang Denetha dan Tania tak pernah akur. Karena hal itu juga Tania harus menyesuaikan, semuanya termasuk kepribadiannya yang dulu sangat anti dengan Denetha.

Tapi Tania berhasil memahami Denetha dan Cindy, bahkan selama tiga tahun mereka berteman Tania cenderung mengalah. Jika ia punya masalah maka gadis itu akan memendamnya sendiri meski pada akhirnya Denetha akan lebih mudah mengetahuinya. Denetha merasa bersalah, selama ini dan tanpa sadar ia lebih memihak pada Cindy hanya karena Cindy tak banyak bicara.

Tanpa ia tau bahwa Tania yang selama ini selalu berbeda pendapat dengannya adalah orang yang paling mengerti dirinya. Tania nyaris mirip Bara, tak banyak bicara tapi langsung bertindak. Ia juga tak pernah bertanya serius mengenai keluarga Denetha, gadis itu tak pernah mengorek masalah keluarga Denetha meski saat itu keduanya masih bermusuhan.

Between Us ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang