DUA PULUH SEMBILAN

132 49 80
                                    

Selamat membaca....

Keesokan paginya Denetha datang ke sekolah dengan perasaan sedikit was-was, ia tak yakin Tania akan mendengarkannya. Kalaupun iya pasti Tania akan bertanya banyak hal yang membuat Denetha tak mungkin menceritakannya. Itu privasi Samuel, tak mungkin Denetha menceritakannya pada Tania.

Tapi jika tak diceritakan bagaimana nasib pertemanannya, bagaimana jika hubungan mereka tak berlangsung lama. Jika ia bersama Tania pasti Cindy akan pergi, jika ia bersama Cindy pasti Tania yang akan pergi. Gadis itu dibuat bingung sendiri, hubungan tiga orang selalu menyulitkan pihak yang berada di tengah-tengah dan Denetha dalam posisi itu.

Denetha berjalan melewati koridor sekolah yang mulai ramai, pandangan gadis itu tertuju pada Wanda dan gengnya. Bara terlihat di antara mereka tapi Denetha berusaha tak menatap laki-laki itu. Gadis itu terus berjalan lurus tanpa menoleh sedikit pun, berusaha mengabaikan manusia-manusia yang berada di sana.

"Eh, ada ayang Denetha," celetuk Galih, laki-laki itu masih sibuk menggoda Bara.

Tangan Bara terangkat berniat memukul Galih, tentu saja hal itu terlihat oleh Denetha. Reaksi Bara terlihat lucu, entah kenapa Denetha sangat menyukai reaksi Bara saat itu. Bara yang menyadari Denetha menatapnya langsung kembali memasang wajah dingin tanpa ekspresi, jaga image depan mantan.

"Kemarin gimana, Tha?"

Denetha menghentikan langkahnya kemudian menoleh menatap David yang bertanya padanya.

"Apanya Kak?" balas Denetha tak paham.

Tadinya gadis itu tak berniat membalas ucapan mereka tapi karena ucapan David gadis itu jadi menghentikan langkahnya. Apakah itu ada hubungannya dengan Samuel dan Cindy?

"Kemarin kan jalan sama Gema, udah jadian?" tanya David santai, meski sekarang tatapan Bara menajam ke arahnya.

Raut Denetha yang tadinya sudah tegang karena mengira itu masalah Samuel berubah menjadi tenang seketika. Rautnya berubah menjadi raut kesal, ia nyaris mengumpat pada David.

"Kepo banget sih!" ketus Denetha kemudian kembali melanjutkan langkahnya.

Sementara Bara sedikit bersyukur Denetha punya sifat seperti itu, jadi akan sulit menanyai gadis itu. Kali ini Bara mengalihkan perhatiannya pada David, laki-laki itu sudah bersiap memukul teman playboy-nya itu.

"Heh! Bangsat!" umpat Bara, nada suara laki-laki itu terdengar dingin meskipun ia mengucapkannya dengan santai. "Lo udah bosen hidup?!"

David menelan ludahnya susah payah, laki-laki itu bangun dari duduknya kemudian mundur perlahan. Bara sama menakutkannya dengan Wanda, bahkan David tak habis pikir dengan kedua laki-laki itu. David langsung berlari sebelum Bara berhasil mencengkram kerah seragamnya.

"Sorry, Bar. Habis Denetha cantik sih, siapa yang nggak tergoda!" teriak David saat laki-laki itu sudah hampir memasuki gedung.

Mata Bara menajam, tatapan laki-laki benar-benar seolah berniat membunuh David.

"Bangsat!" teriak Bara tanpa peduli sekitar.

Sementara Wanda dan yang lain hanya tertawa, melihat Bara cemburu memang hal yang baru. Mereka tak peduli dengan nasib David apakah masih selamat sampai pulang sekolah, yang terpenting Bara bisa berekspresi seperti itu. Dan Wanda harus tetap mengakui semua itu berkat musuh bebuyutannya, Denetha.

*****

Jam istirahat kedua sudah Denetha jadikan waktu untuk menceritakan semuanya pada Tania. Ia sudah mengatakannya pada gadis itu dan Tania menyetujuinya. Sekarang kedua gadis itu tengah mencari tempat sepi untuk berbicara.

Between Us ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang