Part 8

14.1K 1.5K 27
                                    

Mereka sudah membeli kain, mengunjungi perancang busana dan menemui wedding organizer. Untung saja Ibu Shayna dan juga Ibu Alvin sangat membantu. Apalagi untuk acara adat dan gereja.

Jadi tugas Alvin dan Shayna hanya menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan diri mereka.

"Siapa yang bilang nikah enak?" erang Shayna kesal selepas mereka mengantar orangtua mereka. Menyisakan Shayna dan Alvin yang ada di mobil.

Tugas terakhir yang belum dilakukan. Membeli cincin pernikahan mereka dan juga hadiah untuk Shonya karena pada pernikahan ini, Shayna akan melangkahi kakaknya untuk menikah.

"Ga ada sih yang bilang nikah enak. Yang enak mah kawinnya."

Shayna melipat kedua tangannya. "Jadi kelebihan nikah ini cuma ena-ena secara legal ya. Tuhkan ini kenapa gue selalu nyibir temen-temen gue yang nikah pas kuliah. Eh taunya gue nyusul pas skripsi," gerutu Shayna lagi.

"Ngomel mulu." Alvin mencubit gemas pipi Shayna yang menggembung tanda ia kesal. "Bisa ga sih kita nikah pake jeans sama kemeja aja?"

"Iya gue juga mikir gitu sih. Cuma kalo posisi gini mau gimana?" Alvin sendiri juga sudah cukup lelah. Satu-satunya waktu kosong milik Alvin hanyalah akhir minggu dan kini akhir minggu terasa sangat menguras tenaga karena mengurusi semua persiapan pernikahan.

"Mending kita mikirin mau ngasih apa buat Shonya," ajak Alvin.

Shayna tersadar seketika. Benar juga. Mereka belum memikirkan hadiah apa untuk Shonya. "Dulu pas papa nikah, dia ngelangkahin dua kakaknya. Dan dua-duanya dikasih cincin emas gitu sama papa." Shayna menceritakan apa yang dulu ayahnya lewati.

"Oh ya? Apa kita harus kasih kayak gitu juga buat Shonya? Dia sukanya apa?" tanya Alvin penasaran. Kedua orang tua Alvin adalah anak tertua. Jadi ia tak pernah mendapatkan cerita seperti ini.

Hanya saja ibunya kemarin mengingatkan Alvin untuk tidak lupa memberikan hadiah pada Shonya karena Shayna akan melangkahi kakaknya itu untuk menikah.

Shayna yang tadinya menatap jalanan dari jendelanya kini menatap Alvin sejenak. "Eum gue punya permintaan buat hadiah ke Shonya." Alis Alvin bertaut tanda bertanya apa permintaan itu.

"Ini hadiah buat Shonya. Kakak gue yang gue langkahin. Biar gue aja yang beli hadiahnya gimana?" tanya Shayna pada Alvin. "Lo mau gitu? Gapapa. Nanti gue tinggal bayar aja," jawab Alvin.

Mata Shayna otomatis terpejam mendengar perkataan Alvin. Bukan itu maksudnya. Sepertinya Alvin tidak menangkap apa maksud Shayna. "Bukan gitu. Maksud gue, yang gue langkahin itu kakak gue kak. Jadi gue yang bakal nyediain hadiah itu." Shayna kembali meralat kata-katanya.

"Tapi bukannya kita nikah berdua? Lo ga nikah sendiri, kan? Lagian kalo gue nikah sama lo, otomatis Shonya bakal jadi kakak gue juga walaupun dia lebih muda," tanya Alvin.

"I-iya juga sih." Shayna mencoba mencari alasan lain agar Alvin tidak perlu membayar hadiah untuk kakaknya ini. "Tapikan.."

"Udah kasih tau aja dulu Shonya mau kayak gimana. Nanti kita cari bareng-bareng." Tanpa mendengarkan alasan Shayna, Alvin kembali memotong omongan Shayna.

Setelah dari toko kain, perancang busana, bertemu wedding organizer, dan banyak lagi, kini kedua orang itu sampai di sebuah toko perhiasan. Alvin dan Shayna memutuskan untuk melihat-lihat cincin pernikahan mereka.

Tidak semua harus didapatkan sekarang namun setidaknya mereka memiliki pandangan ingin yang seperti apa. Belum lagi cincin itu harus dipesan untuk mengukir nama mereka di dalamnya.

Gue harus beli cincin buat pertunangan juga. Itu lebih penting lagi walaupun acaranya ga besar tapi seengaknya gue ngasih sesuatu kan. Alvin berfikir dalam hatinya.

Coba Dulu Shay! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang