Guyuran air hangat dari shower kamar mandi membasahi tubuh Shayna. Kepalanya memutar kejadian beberapa saat yang lalu. Ketika ia berhasil meloloskan diri dari Alvin.
Shayna tidak pernah bermasalah dengan cerita Alvin dan Dinda ini. Selagi Alvin tidak memiliki perasaan yang sama dengan Dinda, Shayna tidak mempermasalahkannya.
Namun kejadian tadi membuat Shayna menjadi tak yakin. Seakan ia berfikir ulang dengan semuanya. Alvin melupakan janjinya karena bersama Dinda.
Bukannya sudah jelas jika ada sesuatu? "Argh! Apes banget gue ketemu yang ginian," keluh Shayna sendiri.
Dia masih punya waktu dua minggu lagi jika ingin membatalkannya. Dengan sedikit keberanian, Shayna bisa membatalkan semuanya.
Tapi pasti keluarganya akan malu. Iya, ayah dan ibunya. Semua akan menanggung malu. Belum lagi undangan itu sudah disebar. Apa yang harus ia lakukan? Shayna tidak mau jika berakhir seperti ini.
Menjadi orang ketiga, menghabiskan hidup dengan pria yang bahkan terang-terangan memilih wanita lain, dan wanita menyebalkan itu ternyata masih bersaudara dengannya.
"Kita mikirin ini nanti. Gue harus selesaiin skripsi gue dikit lagi. Biar semua selesai," ujar Shayna pada dirinya sendiri.
"Ga bisa Shayna cantik! Pikirin ini dulu! Ini demi masa depan lo. Kehidupan lo sampe mati!" Detik selanjutnya ia sudah mengatakan hal yang berbeda.
Hampir satu jam Shayna menghabiskan waktu di dalam kamar mandi hanya untuk bergumul dan menggerutu. Sampai-sampai bibi asisten rumah harus mengetok kamar mandi dan mengingatkan Shayna untuk tidak mandi terlalu lama.
Shayna menghela nafasnya. Ia menatap layar laptopnya dengan tatapan kosong. Layar ponselnya kembali menyala. Missed call dari Alvin.
Untuk sekarang lebih baik Shayna tidak berbicara dengan pria itu. Ketimbang ia harus meledak dan semakin tidak menyukai semua orang.
Ketika akan mengambil pulpen dari mejanya, mata Shayna tak sengaja menatap cincin pertunangannya yang melingkar di jari manis Shayna. Tak butuh waktu lama untuk Shayna mencabut cincin itu dan meletakkannya di atas meja.
Persetan dengan Alvin, perjodohan, kunci klaim peninggalan Marli, atau pernikahan mereka. Banyak hal yang harus Shayna lakukan. Ia akan mencicil semuanya dan terakhir melakukan tugas yang paling ia tidak suka. Berbicara dengan Alvin.
Di tempat lain, berbeda pula yang terjadi. Ada Alvin yang terdiam tak tau harus melakukan apa dan Reinhard yang baru pulang dari mengantar Dinda.
Reinhard menempelkan kunci pintu apartemen mereka. Ia benar-benar harus berbicara dengan Alvin. Bisa-bisanya Alvin membuat masalah karena kebodohannya melihat perasaan orang.
Begitu masuk ke dalam, ia melihat Alvin yang terduduk di sofa sambil menatap kosong ke depan. Reinhard bersedekap tangan melihat Alvin.
Ia baru saja pulang mengantarkan Dinda karena Alvin meminta tolong dirinya dan sekarang Reinhard menuntut penjelasan dari Alvin walaupun ia sudah memiliki feeling apa yang terjadi di sini.
"Dia marah," lapor Alvin pada Reinhard. "Apa masalahnya?" selidik Reinhard penasaran.
"Harusnya tadi gue jemput Shayna di kantor tempat dia magang. Kita udah janjian mau beli hadiah Shonya. Kan acaranya minggu ini." Alvin mulai bercerita.
Sekitar pukul 3 sore, bel intercomenya berbunyi. Salah satu temannya, Paul datang berkunjung bersama Dinda. Paul memang teman kuliah Alvin dan kini bekerja di tempat yang sama dengan Dinda.
Paul sebenarnya datang dengan tujuan mengajak Alvin bekerja sama. Mereka membicarakan tujuan itu hingga pukul 6 karena memang sedikit rumit.
Alvin sendiri tidak memegang ponselnya dan dengan bodohnya lupa menghubungi Shayna. Padahal ia ingat jika ada janji dengan Shayna.
"Gue tebak, Dinda ga bawa kendaraan, Paul pulang duluan, dan kalian turun terus Shayna ngeliat kalian bareng?" tanya Reinhard memotong cerita Alvin di sambut anggukan Alvin.
"Antara lo bego atau brengsek gue ga ngerti ya Vin." Perkataan memancing milik Reinhard menimbulkan raut tak suka di wajah Alvin.
Dia sedang pusing menghadapi Shayna yang jelas-jelas mengamuk, lelah karena banyak yang harus dikerjakan, dan Reinhard datang dengan perkataan yang memancing emosinya.
"Berapa kali gue bilang sama lo kalo Dinda itu suka sama lo, Alvin?" tanya Reinhard pada Alvin.
"Lo tau gue ga ada perasaan apapun sama Dinda. Lagian buat apa Shayna marah kayak gitu? Bukannya dia juga ga punya perasaan lebih sama gue?" tanya Alvin berbalik pada Reinhard.
Reinhard menghela nafasnya. "Dengan posisi yang sama, coba lo bayangin. Lo bakal nikah sama Shayna. Tapi ada gue yang suka sama Shayna. Gue masih ngejar-ngejar Shayna ga perduli dia udah mau nikah. Dan Shayna ga keberatan nerima gue di sekitar dia. Sampai gue main ke tempat tinggal dia. Apa lo tahan liat itu? Perempuan yang bakal ngabisin hidupnya sama lo malah main sama cowok lain yang punya perasaan lebih ke tunangan lo."
"Ga nyaman," lirih Alvin. "Tapikan gue sama Shayna ga punya perasaan lebih," sanggah Alvin lagi.
"Iya, kalian emang ga punya perasaan itu. Tapi Shayna itu cuma menjaga apa yang harusnya dia jaga. Wajar dia marah kayak tadi. Apalagi lo janji jemput dia. Dia sampai kehujanan dan pas sampe malah liat lo sama Dinda."
Semua tampak salah di mata Alvin dan dirinya lah yang menyebabkan semua kesalahan itu. Dia akar dari semua permasalahan di sini.
Alvin tidak bodoh untuk mengetahui Dinda menaruh perasaan lebih padanya. Wanita itu terang-terangan menunjukkan pada Alvin. Belum lagi Reinhard yang terus berkicau di sebelahnya mengatakan jika Dinda kerap memerhatikannya.
Dan Shayna tadi memperjelasnya kembali untuk Alvin.
Iya! Tapi dia suka sama lo.
Shayna tau tentang perasaan Dinda. "Dia tau dari mana?" tanya Alvin bingung. "Tau apa?" tanya Reinhard bingung.
Alisnya bertaut tanda pasaran akan gumaman Alvin. "Shayna tau Dinda suka gue dari mana?" ulang Alvin.
"Itu ga penting Alvin! Yang penting Shayna tau lo ga punya perasaan lebih buat Dinda. Kalian ga lebih dari sekedar sepupu."
Rasanya Reinhard sangat ingin memukul kepala Alvin. Kenapa bisa pria yang sangat pintar hingga mendapat beasiswa bergengsi malah sangat bodoh dalam pencintaan?
"Gue besok cuti. Minggu ini acara yang buat Shonya dan belum beli hadiahnya. Terus gue harus ngomong dulu sama Shayna soal semuanya. Gue ga punya waktu lagi buat nunggu sampe akhir minggu." Alvin membeberkan rencana darurat di kepalanya.
"Lakuin semua yang lo mau Vin. Tapi jangan sampe buat dia sakit. Shayna juga korban dari semua yang bokap lo minta."
Reinhard mengingatkan Alvin. Mungkin Reinhard bisa berdiam diri seakan tidak tau semua hal selama ini. Ia bisa tertawa dan bertingkah konyol di depan semua orang.
Tapi Reinhard juga tidak melupakan jika ia salah satu orang yang mengetahui semuanya. Semua yang Alvin sembunyikan. Bahkan Reinhard mengetahui hal yang tidak diketahui Alvin.
Yang ia tau kini tugasnya hanyalah mengarahkan Alvin agar tidak melenceng ke jalan yang salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coba Dulu Shay! [COMPLETED]
RomancePertemuan pertama mereka adalah lelucon terbesar bagi Shayna. Setelah dipaksa menikah cepat oleh kedua orangtuanya, kini Shayna menjadi guyonan seluruh anggota keluarga besarnya. Tidak hanya Shayna namun pihak pria juga merasakan hal yang sama. Shay...