Part 11

13.6K 1.4K 10
                                    

Shayna menatap kosong langit dari balkon kamarnya. Ia hanya duduk memeluk kedua lututnya ditemani lagu lama yang berputar dari ponselnya.

Dua minggu lagi ia akan bertunangan dengan Alvin. Dua minggu pasti akan terasa sangat cepat berlalu.

"Dust in the win, huh?" Sebuah suara membuat Shayna menoleh.

Shonya berdiri di belakangnya tak jauh sambil bersedekap tangan.

Selera lagu Shayna memang unik. Ia bisa saja mendengar lagu Kansas di saat ia tak mengenal siapa Kansas itu.

Tanpa menanyakan apakah ia mengganggu atau tidak, Shonya memilih duduk di sebelah Shayna. Ikut memandangi langit dari pintu kaca balkon milik Shayna.

"Dua minggu lagi lo tunangan. Habis itu lo nikah lebih dulu dari gue. Terus lo ga di rumah lagi, pasti ngikut kemana Alvin. Hilang deh satu adek gue yang biasa gue kerjain," gerutu Shonya pelan.

"Maaf ya. Harusnya gue ga ngelangkahin lo kak. Pasti lo jadi cibiran juga nanti."

Tatapan Shonya beralih dari langit malam kepada Shayna. Ia mengangkat jari di tangan kirinya. "Mereka ga bisa cibir gue, gue udah punya ini," tunjuknya pada sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya.

Cincin pertunangannya dengan Derrian. Hanya saja pernikahan mereka akan dilangsungkan tahun depan. Menunggu Derrian menyelesaikan studi lanjutannya di Australia.

"Bentar lagi lo keluar dari rumah, tahun depan kalau ga ada halangan gue juga nyusul."

Shayna menatap lurus ke depan. "Siapa yang jagain mama papa? Kalo mereka berantem? Kalo mereka sakit? Kalo mereka butuh? Brian kan ga bisa diandelin."

Tawa Shonya terlepas begitu saja. Mereka berdua memang kerap mengomeli Brian karena anak itu selalu dimanja sejak kecil. Membuat Brian sulit untuk diandalkan dalam pekerjaan rumah.

"Brian pasti bisa. Lagian gue masih satu tahun lagi. Itupun kalo ga ada halangan." Shonya berusaha mengusir kekalutan adiknya.

"Menurut lo kak Alvin gimana? Apa dia baik sama lo?" tanya Shonya penasaran karena Shonya yakin Shayna tidak mengenal baik Alvin.

Sebenarnya Alvin adalah pria baik di mata keluarga besar mereka. Mendiang ayah Alvin sangat membanggakan putra sulungnya itu. Ia pintar, bukan pria neko-neko dan dekat dengan keluarga.

Tanya saja pada Alvin, ia pasti bisa mengenali semua anggota keluarga besarnya dengan tepat. Berbeda dengan Shayna yang bahkan tak tau siapa saja mereka semua. Alvin juga sopan dan bisa diandalkan. Tampaknya semua anggota keluarga besar mereka menyukai Alvin.

Secara fisik juga Alvin tidak buruk. Postur tubuhnya tinggi besar. Kulitnya berwarna coklat manis. Berbeda dengan adiknya Nicho dan Joshua yang berkulit putih. Parasnya mirip seperti keturunan India putih. Seperti orang-orang yang menjadi artis India kebanyakan.

"Dia baik kok. Cuma kita ga deket aja. Gue jadi harus sksd gitu."

"Bukannya kelebihan lo itu sksd ya, Na?" Pertanyaan Shonya membuat Shayna ingin mengacak-acak wajah kakak perempuannya itu.

Sifat Shayna yang paling menonjol adalah ia cuek. Juga pendiam. Ia bisa tidak mengajak berbicara orang yang ada di sekitarnya dan hanya diam berjam-jam.

Untuk mendekati Shayna haruslah orang lain yang berinisiatif dan mengajaknya berbicara lebih dahulu. Baru Shayna mau membuka mulutnya. Jika tidak, jangan harap untuk mengobrol dengannya.

Namun kini Shayna harus mematahkan peraturannya sendiri. Alvin ini pria yang akan menjadi suaminya. Tidak mungkin Shayna menerapkan peraturan bodoh itu dengan Alvin.

Coba Dulu Shay! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang