Part 43

15.3K 1.5K 35
                                    

Wisuda Shayna tidak terlalu membahagiakan. Tapi Shayna mencoba untuk tersenyum. Meskipun tidak ada Alvin di sampingnya.

Untuk menggantikan ketidakhadiran Alvin, PinPin sampai ikut dalam prosesi wisuda Shayna. Shayna tidak mau meninggalkan boneka pemberian Alvin tersebut.

Bahkan boneka serta buket bunga itu ikut berfoto dalam foto kelulusan Shayna.

Shonya yang mengetahui darimana buket bunga serta boneka itu datang hanya bisa tersenyum. Jika adiknya bisa sedikit bahagia hanya karena kedua benda itu, maka biarlah. Ia tidak akan memberitahu orang tuanya jika boneka dan buket bunga yang tak pernah lepas dari tangan Shayna adalah pemberian Alvin.

"Capeknya," desah Shayna saat ia kembali ke rumah. Ternyata prosesi menyebalkan seperti ini memakan waktu hingga sore.

Banyak buket bunga dan kenang-kenangan namun Shayna memilih terus mendekap dua benda pemberian Alvin sejak pagi ia meninggalkan rumah.

Ia baru saja membersihkan tubuhnya dan kini Shayna tengah bergelung di atas kasur sembari memeriksa ponselnya. Tidak ada satupun pesan masuk dari Alvin.

Mentang-mentang udah ngasih buket sama kirim PinPin duluan jadi ga ngucapin. Gerutu Shayna tak terima.

Shayna akan menelfon Alvin dan menagih ucapan selamat dari dia. Tapi tidak tersambung. Sepertinya ponsel Alvin sedang mati karena operator mengatakan nomor sedang tidak aktif.

"Kak Shayna, kata bapak diminta turun. Bapak mau bicara." Bibi asisten rumah mengetuk pintu kamar Shayna. Meminta putri majikannya itu keluar.

"Iya bi, aku turun," jawab Shayna dari dalam kamar.

Suasana hati Shayna sudah jauh membaik ketimbang minggu sebelumnya. Karena barang pemberian Alvin sedikit mengobati rasa rindunya.

Begitu ia turun dan berjalan menuju ruang tamu, wajah Shayna kembali menjadi kusut melihat siapa yang datang.

Dinda beserta kedua orang tuanya. Baru saja Shayna mengambil langkah pertamanya memasuki ruang tamu, Susi, ibu Dinda langsung mendatanginya dan memeluknya.

"Pergi," titah Shayna pelan. Seisi ruang tamu itu terkejut mendengar ucapan Shayna. Begitu pula Susi yang memeluknya.

"Kalian orang kotor. Jangan seenaknya memelukku." Shayna mendelik tajam pada wanita paruh baya di hadapannya. Lalu berpindah pada Bimo dan terakhir pada Dinda.

Untuk kedua kalinya, Dinda mendapatkan tatapan tajam seakan ingin membunuhnya dari Shayna. Tatapan yang sama saat Shayna menemukan ia dan Alvin di kamar Alvin.

"Shayna! Jaga ucapanmu!" Suara ayah Shayna terdengar di sana. Ayahnya marah melihat tingkah putrinya yang seperti tidak pernah diajari.

"Maaf papa. Shayna selalu menjaga omongan Shayna. Bagi yang pantas menerimanya," balas Shayna lagi.

Shayna melewati begitu saja Susi yang terdiam di depannya lalu duduk di salah satu sofa ruang tamu. "Ada perlu apa?" tanya Shayna tak ingin berbasa-basi.

"Shayna, tolonglah kami. Kasihan Dinda. Ia mengandung anak Alvin. Jika kamu menandatangani surat perceraian dengan cepat, Alvin bisa juga menandatanganinya. Lalu dia bisa bertanggungjawab atas Dinda." Suara Bimo terdengar memohon pada Shayna.

Berbeda dengan Billy dan Shannon yang menatap iba Dinda beserta keluarganya, mendengar perkataan Bimo membuat Shayna menyeringai lebar.

Ada hal yang ingin ia pastikan lebih dahulu sebelum ini.

"Jawab dulu pertanyaanku," pinta Shayna.

Shayna menatap tajam Dinda yang duduk berseberangan di depannya. Lalu ada berkas merah yang Shayna yakin berisikan dokumen perceraian untuk Shayna tanda-tangani di meja.

Coba Dulu Shay! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang