Shayna menatap rumah di depannya. Rumah itu luas. Terdiri dari satu tingkat tanpa pilar-pilar megah layaknya rumah Shayna.
Kebunnya tertata rapih di depan. Tidak sebesar kebun ibu Shayna namun tetap terlihat indah dengan banyak bunga bermekaran.
Rumah keluarga Alvin yang kini juga menjadi rumah Shayna. Tak ada satpam yang menjaga. Rumah ini juga tidak terletak di dalam kompleks elit.
Namun jalanan rumah ini sepi. Jadi akan terasa nyaman dan tidak terganggu juga. Saat Alvin membantu menurunkan koper Shayna, ibu Alvin keluar dari dalam rumah.
"Oh astaga! Kenapa ga telfon mama biar mama bukain pintu, Alvin?" tanya Ibunya. "Alvin masih pegang kuncinya kok. Takut mama lagi istirahat terus keganggu."
"Istirahat apanya?! Mama udah cukup istirahat. Lagian sekarang udah jam 5 sore. Mana ada orang istirahat sekarang," omel ibunya pada Alvin.
Shayna tersenyum mendengar Inggit yang mengomeli putranya. "Udah biarin aja Alvin yang bawa barang kamu. Ayo Na, kita masuk duluan." Ibu Alvin menarik Shayna masuk meninggalkan Alvin sendirian di carport.
Begitu masuk, suasananya tampak berbeda. Ruang tamu yang menyambutnya terlihat minimalis dan kecil. Tapi tetap nyaman.
Rumah ini memang rumah lama tapi terasa hangat dan nyaman begitu memasukinya. Semua bagian juga terawat dengan rapih.
Shayna bisa melihat potret keluarga Alvin kala mendiang ayahnya masih ada. Alvin juga terlihat seperti anak kuliahan. Dan Nicho yang sangat menggemaskan di sana.
"Ayo sayang, ini kamar Alvin. Kalian tidur di sini ya sekarang." Inggit membuka salah satu pintu yang pertama di dapat dari ruang tengah.
Kamar Alvin tidaklah seluas kamar Shayna. Kamar itu dipenuhi warna abu-abu dan biru navy. Sebuah kasur queen size berada di sudut kamar. Juga jendela yang menghadap ke taman belakang.
Ada lemari tanam dan satu buah meja belajar. Hanya itu saja. Shayna bisa melihat beberapa piagam penghargaan Alvin di rak dinding kamarnya. Juga foto kelulusannya bersama keluarganya.
"Ini lemari Alvin. Sejak kamu bilang mau tinggal di sini dulu, Alvin udah ngosongin setengah lemarinya buat kamu pakai. Kalau memang ga cukup, kata Alvin nanti dia pindahin barang-barangnya ke lemari kamar tamu," jelas ibu Alvin.
"Tan-eh, mama. Mama, Shayna boleh rapihin barang Shayna dulu? Atau mama ada yang mau dibantu?" tanya Shayna pada Inggit.
"Gapapa kamu beresin barang dulu. Nanti waktu makan malam mama panggil ya."
Inggit meninggalkan kamar Alvin, menyisakan Shayna yang berdiri mematung di sana. Kamar ini sepertinya jarang digunakan tapi ada sedikit aroma tubuh Alvin di sini.
Pintu kamar Alvin kembali terbuka, kali ini Alvin datang sambil membawa dua buah koper Shayna. Dan sebuah ransel.
"Maaf, kamarnya cuma kayak gini," ujar Alvin yang mendapati Shayna hanya diam menatap sekelilingnya.
"Gapapa. Kamarnya nyaman kok," balas Shayna.
Ia membantu membawa tas miliknya. "Yakin barang lo cuma segini?" tanya Alvin pada Shayna.
Karena dirinya pernah masuk ke dalam kamar Shayna, Alvin tau betul betapa banyak barang Shayna. Apalagi Shayna memiliki ruang khusus sebagai lemarinya.
"Iya. Ini juga udah cukup."
"Perlu dibantu?" tanya Alvin. Shayna menggeleng pelan. "Gue di luar kalo lo butuh sesuatu," ujar Alvin dan ia keluar dari kamarnya.
Shayna menghembuskan nafasnya pelan. Ia membawa sedikit barang ke sini karena berfikir tidak mungkin membawa semuanya. Jadi Shayna meminta izin pada ayah ibunya untuk tidak mengutak-atik kamarnya di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coba Dulu Shay! [COMPLETED]
RomansaPertemuan pertama mereka adalah lelucon terbesar bagi Shayna. Setelah dipaksa menikah cepat oleh kedua orangtuanya, kini Shayna menjadi guyonan seluruh anggota keluarga besarnya. Tidak hanya Shayna namun pihak pria juga merasakan hal yang sama. Shay...