Part 18

12.8K 1.4K 57
                                    

"Ah kenyangnya!" Shayna menegak ocha dingin terakhir yang mengisi gelasnya.

Melihat tingkah Shayna membuat Alvin kembali tersenyum. Dia ini anak-anak banget kalau liat makanan. Ucap Alvin pada dirinya sendiri.

Tentu saja Alvin tak lupa pertemuan mereka saat di Rumah Cipinang. Ketika Alvin memakan potongan puding terakhir dan Shayna hanya bisa menatap puding itu lekat.

Ia masih mengingat jelas bagaimana tatapan Shayna yang terus mengikuti kemana arah gerak piringnya. Lalu saat mereka berbicara sembari menikmati pisang bakar di pinggir jalan juga.

Satu hal lagi yang ia pelajari tentang Shayna. Wanita yang sangat suka mengunyah.

"Gimana skripsi lo?" tanya Alvin mencoba mencari topik pembicaraan lain. 

Wajah Shayna kembali berbinar. Baru kali ini wajah Shayna terlihat senang ketika membicarakan skripsinya itu. 

"Udah selesai kak! Terus disuruh buat presentasinya. Minggu depan sebelum acara gue mau sidang!" jawab Shayna penuh antusias. 

Melihat wajah senang Shayna membuat Alvin turut merasa senang. Setidaknya Shayna tidak terlalu memusingkan satu hal yang menurut Alvin memang menyebalkan. 

"Mau gue bantuin ga? Gue buatin deh slides presentasinya," tawar Alvin. "Serius kak? Lo mau bantuin gue?" tanya Shayna pada Alvin. 

Alvin mengangguk mengiyakan. "Nanti habis dari sini terus pulang, gue bantuin. Lo kasih materi aja." Kedua jempol tangan Shayna mengacung. 

"Okay! Lo ngurangin beban hidup gue kak," puji Shayna pada Alvin.

"Alvin? Shayna?" Sebuah suara menginterupsi obrolan Shayna dan Alvin.

Dinda berdiri di samping meja mereka dengan seseorang yang Alvin kenal. Dia Paul, yang kemarin datang ke tempat Alvin juga. Menyadari keberadaan Dinda, Alvin langsung melirik Shayna.

Dari wajahnya terlihat jika Shayna merasa tidak nyaman namun ia mencoba menutupinya dan tersenyum. "Kak Dinda lagi makan siang juga?" tanya Shayna berbasa-basi.

"Habis ada meeting tadi di deket sini. Terus mikir sekalian mau makan sushi aja sama temen gue. Eh malah ketemu kalian," jawab Dinda.

"Cie Alvin tumbenan kencan," goda Paul pada Alvin. Alvin tersenyum tipis. "Kenalin, Shayna ini Paul. Dia temen kuliah gue dulu. Sekarang jadi rekan kerjanya Dinda."

Shayna mengulurkan tangannya, menyalam Paul yang berdiri di sisi meja. "Paul ini Shayna. Dia tunangan gue."

"Hah?! Lo udah tunangan? Serius?" tanya Paul terkejut. Alvin mengangguk mengiyakan. "Wah gue ketinggalan berita nih. Dinda juga ga pernah kabarin."

Mendengar celetukan Paul membuat Shayna ingin mendengus kesal saat itu juga. Ya iyalah ga pernah kasih tau. Gue rasa dia pengen di posisi ini! Erang Shayna kesal.

"Kita ke meja di sana ya. Duluan Alvin, Shayna." Paul tersenyum ramah sebelum akhirnya membawa Dinda menjauh dari meja Alvin.

Shayna menatap punggung Dinda yang menjauh. Kalau dia di posisi gue, dia tau apa yang Alvin tanggung? Nikah sama Alvin ini ga seenak keliatannya. Walaupun karirnya bagus, bebannya kayak dosa. Ga kalah banyak. Gumam Shayna pada dirinya sendiri.

"Kepikiran yang semalem ya?" tanya Alvin membuat Shayna terkesiap.

"Ngga kak, udah yuk kita jalan aja."

Bohong. Sejak hari pertunangan mereka, hal ini selalu mengganggu kepala Shayna sekeras apapun ia coba untuk melupakannya.

Apalagi fakta bahwa Dinda sempat mengandung anak Alvin. Rasanya seperti batu yang mengganjal isi kepala Shayna.

Coba Dulu Shay! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang