Part 19

12K 1.4K 14
                                    

Shayna membawa satu bundel kertas yang baru saja keluar dari mesin printer. Ia duduk di meja belajarnya dan mulai menandai bagian-bagian yang ingin dimasukkan ke dalam slide presentasi.

Selagi Shayna sibuk menandai bagian-bagian yang ia inginkan, Alvin berkeliling kamar Shayna. Ia sedang menunggu materi yang akan diperlukan untuk slides nanti.

Lho, ini cincin pertunangan Shayna. Alvin tak sengaja melihat cincin itu tergeletak di atas meja tidur samping kasur Shayna.

Alvin mengambil cincin itu dan membawanya pada Shayna. "Pake cincinnya," titah Alvin.

Mendengar perintah Alvin, Shayna mendongak dan menemukan Alvin yang tengah memegang cincin pertunangan mereka.

"Nanti aja," jawab Shayna. "Pake sekarang," pinta Alvin lagi.

Ia sudah mengambil jatah lembur berhari-hari untuk menambah pemasukannya sehingga bisa memberikan Shayna yang terbaik yang ia mampu.

Cincin itu merupakan salah satu bentuk kerja keras Alvin untuk Shayna dan pria itu mau Shayna terus menggunakannya sampai nanti mereka harus memakai cincin pernikahan mereka.

Shayna tak kunjung bergerak untuk mengambil cincinnya dari tangan Alvin, membuat Alvin kini gemas melihat Shayna.

Mau tak mau, Alvin memegang tangan kiri Shayna. Membuat sang empunya tangan sedikit tersentak karena perlakuan Alvin.

"Gue yang pakein kalo lo emang gamau make sendiri," ucap Alvin.

Kedua kalinya, Alvin dengan wajah seriusnya menyematkan cincin pertunangan mereka di jari manis Shayna.

"Jangan lepas lagi. Ini bentuk kerja keras gue buat lo. Sama tanda kalau lo udah punya seseorang."

Shayna tertegun mendengar ucapan Alvin. Lebih tepatnya kata kerja keras yang Alvin ucapkan. Shayna tau jika pria itu selalu mengambil lemburnya. Pasti untuk menambah pemasukannya juga.

Setelah menyematkan cincin itu pada tempat seharusnya, Alvin kembali berkeliling kamar Shayna. Entah kenapa ia sangat penasaran dengan dinding yang berisikan seluruh pajangan serta foto-foto Shayna.

Sebuah papan dart tergantung di sisi kamar Shayna. Ada tiga biji dart yang menempel di tengah papan bidikan itu. Membidik satu kertas yang tertempel bertuliskan nama seseorang.

Prof. Jumianto.

"Prof. Jumianto siapa Na?" tanya Alvin penasaran. "Oh dia yang bakal jadi dosen penguji gue. Kemaren gue habis sama dia pas proposal," lapor Shayna.

Alvin terkekeh melihatnya. Mungkin sakin kesalnya dengan si dosen penguji ini, Shayna sampai menempelkan nama dosennya di papan dart lalu membidiknya.

"Ini kak, udah jadi. Gue mau semua ini ada di slides gue." Tidak sampai lima menit, Shayna sudah selesai menandai materi yang ia inginkan.

"Liat ya, gue bisa ngerjain ini ga sampe 2 jam," pamer Alvin dengan bangganya. 

Tentu saja, Alvin bekerja di bidang seperti ini. Ia menguasai penggunaan komputer bahkan sampai ke hal tak terpentingnya.

Pria itu menarik kursi kosong untuk duduk di samping Shayna. Tangannya mulai dengan cekatan menyiapkan satu persatu slides. Tangan kirinya mengetik dan tangan kanannya memegang mouse.

Baru kali ini Shayna melihat Alvin seserius ini. Apa kalo kerja, Alvin selalu serius begini? Shayna bertanya-tanya sendiri.

Alis tebalnya sesekali mengkerut tanda ia berfikir serius. Jemari lentiknya juga menekan dan menggerakan mouse dengan lihai. Seakan tau akan kemana pergerakan selanjutnya.

Coba Dulu Shay! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang