Part 9

13.7K 1.5K 19
                                    

Shayna menatap kikuk sepupu serta paman dan tantenya. Mereka tak sengaja bertemu saat mengantri di kasir untuk membayar lilin aromaterapi milik Shayna.

"Jadi gimana sekarang sama Shayna? Kemarin denger-denger acara di rumah Cipinang ramai ya?" tanya Paman Bimo. Ayah dari Dinda.

Alvin mengangguk mengiyakan. "Wah cepat sekali ya. Shayna sudah meja hijau ya?" tanya Tante Susi. Dia adalah ibu dari Dinda.

Mendengar pertanyaan itu, Shayna menggelengkan kepalanya. "Belum tante. Aku masih nyusun skripsi," jawab Shayna apa adanya.

"Ya ampun. Belum selesai sekolahnya? Tumben banget Billy sama Shannon begini. Mereka kan utamain pendidikan sama karir. Dulu Dinda pas kuliah juga dinasehatin gitu," celetuk Susi.

Shayna menggenggam erat jar lilin di tangannya. Seketika rasa tak suka menjalar dalam diri Shayna. Wanita tua ini sudah menatapnya remeh dan kini ia juga seakan mencemooh orang tua Shayna.

"Oh iya, aku denger bulan depan acara pertunangan kalian ya?" Seakan tak mendengar perkataan ibunya, Dinda mengalihkan pembicaraan.

"Iya," jawab Shayna cepat.

Moodnya sudah hancur. Ketika acara minggu lalu, ketiga orang ini tidak datang. Dengar-dengar Dinda tengah mengajak kedua orang tuanya berlibur. Bahkan keluarga dari kakak-kakak Dinda juga tidak ada yang datang.

Ayah Dinda, Bimo merupakan salah satu sepupu ayah Shayna. Mereka datang dari kakek yang sama. Jadi Dinda ini merupakan keluarga dekat Alvin dan Shayna.

Dinda adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Ia lebih tua lima tahun dari Shayna. Wanita itu lulus dari sebuah universitas bergengsi di Indonesia dan kini tengah merintis karirnya sebagai Junior Manager di salah satu bank milik negara.

Sepengetahuan Shayna dari hasil menguping pembicaraan orang tuanya, Alvin pernah dijodohkan dengan Dinda. Tapi kejadian itu sudah sangat lama. Sebelum ia lulus dari bangku SMA.

Tanpa memperdulikan Dinda yang masih mengobrol, Shayna pergi membayar barang belanjaannya sendirian. Ia malas menanggapi pembicaraan itu setelah apa yang dikatakan orang tua Dinda.

Tch, ini kenapa gue gamau nikah sebelum dapet kerja. Orang pada anggep remeh. Gerutu Shayna dalam hati.

Ketika ia kembali dari membayar barangnya, keempat orang itu masih mengobrol. Entah apa yang dibicarakan tapi sepertinya salah satu kenalan Alvin yang satu tempat kerja dengan Dinda.

Belum lagi Dinda ini seperti menatap Alvin dengan aneh. Alvin sendiri tatapannya tetap datar. Walaupun begitu, Shayna tetap tidak nyaman dengan semuanya.

"Eum, om tante, kami pulang dulu ya." Tanpa perduli menyelak pembicaraan, Shayna berpamitan pulang.

Alvin melirik Shayna sejenak. "Oh udah mau pulang ya? Yaudah kalau gitu. Titip salam ya buat keluarga di rumah. Kita ketemu lagi bulan depan," ujar ibu Dinda.

Shayna hanya tersenyum tipis dan berjalan menjauh. Ia bahkan tak perduli pada Alvin yang ia tinggal.

"Duluan ya om, tante, Dinda," pamit Alvin sebelum ia mengejar Shayna.

Gadis itu berjalan langsung menuju tempat parkir tanpa mengatakan apapun. "Gamau makan malam dulu?" tanya Alvin ketika mereka bersiap pulang.

"Ngga kak. Gue mau pulang aja."

Dia marah ya? Apa karna omongan Tante Susi tadi? Alvin mulai menerka-nerka.

"Yakin?" tanya Alvin lagi. "Iya."

Shayna bahkan tidak menatapnya sama sekali. Ia lebih memilih melihat ke arah jendelanya. Dasar bocah. Kalo ngambek keliatan banget. Gumam Alvin menggelengkan kepalanya.

Coba Dulu Shay! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang