Ceklek
"Genta! Kagett," pekik Jiaya saat Genta tiba-tiba masuk dan itu mengejutkannya. Dengan tidak merasa bersalahnya cowok itu duduk di tepi kasur.
"Mandi apa ketiduran?"
"Mandi lah!" Jiaya ikut duduk di samping Genta dan bertanya, "Kenapa emang?"
"Lama!" jawab Genta jujur. Karena cowok itu bahkan sudah makan buah, nonton tv, dan mencari kesibukan lainnya. Tetapi Jiaya belum juga memunculkan batang hidungnya. Alhasil karena sifat ketidak sabarannya itu, Genta memutuskan untuk menghampirinya saja.
"Itu udah aku cepet-cepetin kok. Kamunya juga langsung masuk gitu, Ta.. Orang, mah! Ketuk pintu dulu kek. Terus tanya, Ayaa kamu udah selesai belum?, gitu kek."
Dengan angkuh Genta berkata sambil menaikkan sebelah alisnya, "Emang kenapa kalau langsung masuk?" Gadis disampingnya benar-benar terlihat kesal.
"Syukurnya aku udah pake baju..udah rapi" jawab Jiaya lemah lembut. Gadis itu kembali menekankan kemungkinan yang akan terjadi, "Kalau aku belum pake baju gimana, Taa ."
"Kenapa emang kalau belum pake baju?" Ia berucap dengan santainya, tanpa rasa malu, ataupun ragu. "GUA, dilarang liat, gitu?"
Ketegangan di wajah Jiaya mulai ketara. Bagaimana tidak, membayangkannya saja membuat pipinya bersemu merah, merinding, dan salting sendiri. Salahkan Genta yang bertanya seperi itu pada seorang gadis remaja yang sedang beranjak dewasa.
"Jawab!"
Melihat wajah Jiaya yang terlihat panik dibentak, cowok itu pun mulai tidak tega mengerjainya. Alhasil, Genta memberikan pelukan hingga tubuh gadis itu terbaring di ranjang. Entah kenapa akhir-akhir ini.. oh! tepatnya setelah mereka memutuskan untuk 'rehat sejenak', cowok itu semakin terpikat dengan pesona Jiaya. Begitupun sebaliknya, Jiaya merasa kalau dirinya semakin sayang dengan Genta.
Namun, gadis itu ingin memastikan terlebih dahulu, apakah hubungan ini memang harus dilanjutkan, atau sebaiknya berpisah saja.
Jiaya mulai sadar kalau dirinya sedang dijahili oleh mantannya itu. Dengan kesalnya ia mengangkat kepala Genta sedikit untuk melihat wajah yang tidak memiliki rasa bersalahnya itu, dan berkata dengan penuh curiga,
"Ta! Kamu lagi isengin aku?"
Kekehan Genta teredam oleh hangatnya perpotongan leher Jiaya, "...iya. Maaf yaaa".
Gadis itu menjewer telinga Genta pelan lalu merengek seperti anak bayi, "Gentaaa!"kesalnya.
"Iya sayang?"
Deg. Padahal sesimpel itu, namun bisa menusuk Jiaya hingga tembus ke jantung. Suara yang berat, dengan nada rendah nan halus, juga kecupan kecil yang ia rasakan membuatnya semakin yakin kalau ia masih menginginkan Genta menjadi miliknya. Ini bukan cuma rasa cinta kan? Pikirnya.
Perlahan gadis itu mulai mengangkat tangan untuk memainkan rambut lebat kekasihnya. Menghela nafas yang tercekat akibat sapuan halus benda lunak yang basah.
"Taa.." ucapnya tercekat. Gadis itu menyebut nama, dengan maksud memberi peringatan, untuk jangan sampe kelewatan.
"Hm.." gumam Genta. Gumaman Genta membuat Jiaya ambigu, antara dia paham, dan antara— lain-lainya.
Setelah beberapa menit cowok itu menyibukan diri yang membuat Jiaya keresahan. Ia pun mengangkat kepalanya dengan kedua tangan sebagai tumpuan agar tidak jatuh. Penampilan Genta sekarang bisa dideskripsikan seperti lelaki lainnya, 'singa'. Lihat saja bagaimana ujung hidungnya memerah, rambut berantakan, tatapan sayu, dan bibir terbuka yang semakin memerah. Di mata Jiaya, atau para perempuan lain kalau melihatnya seperti ini pasti berdebar dan bilang dalam hati..Sexy.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXICLOVE (REVISI)
ChickLit"Kamu pukul aku, kamu jepit aku, kamu jambak aku. Apa itu yang kamu bilang sayang? Tubuh aku, mental aku..kamu rusak." "Aku capek." Hubungan yang biasa kita sebut toxic relationship berakar pada permasalahan di masa lalu. Trauma yang membuatnya mela...