"Kamu pukul aku, kamu jepit aku, kamu jambak aku. Apa itu yang kamu bilang sayang? Tubuh aku, mental aku..kamu rusak."
"Aku capek."
Hubungan yang biasa kita sebut toxic relationship berakar pada permasalahan di masa lalu. Trauma yang membuatnya mela...
Semenjak hari itu, mereka benar-benar sudah tidak saling komunikasi, tepatnya Jiaya yang menolak. Hari libur telah usai. Hari demi hari Jiaya jalani dengan tidak tenang, karena masih terdapat bayang-bayang Genta. Gadis itu menjalani harinya cukup baik, bersekolah, menyibukkan diri dengan les, kegiatan, dan lain-lain. Genta pun sama, ia mencoba menyibukkan diri sendiri. Sering kali cowok itu menampakkan diri di depan Jiaya ketika sekolah, dengan maksud ingin memperbaiki hubungan mereka. Yang namanya kelewat sakit hati, mau bagaimana lagi. Jiaya terus menolak dan sebisa mungkin tidak menanggapi Genta. Walaupun begitu, Jiaya masih mau menatap, dan menjawab sapaan Genta. Karena mau bagaimana pun, ia tidak boleh lari dari kenyataan dan ia pun pernah bahagia bersama Genta. Hari demi hari dilewati, hingga hari kelulusan tiba. Bersyukur karena dalam satu angkatan, Jiaya menjadi peringkat ke-3 sebagai siswa dengan nilai kelulusan terbaik. Dengan bangga gadis itu maju ke panggung dan memberikan sedikit pidato. Tentu matanya sempat melirik ke arah kiri, dimana Genta dan teman-temannya berada. Cowok itu sendirian tanpa orangtua yang mendampingi. Ia sedang memperhatikan Jiaya yang tampak sangat amat menawan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Selamat, Ay.”
toxiclove
“Wohoo! Congrast, Jia. Lo emang yang terbaik. Gue ikutan bangga karena lo,” kata Risa.
Jiaya terkekeh malu, “Thank you, Ris. Congrast juga buat lo, peringkat tujuh gak tuh seangkatan.”
“Yaelah, tujuh doang” jeda Risa. Gadis itu melirik pojok sana, tepatnya di koridor. “Genta ngeliatin lo mulu, tuh!”
Jiaya menoleh ke belakang dan benar saja, lagi-lagi cowok itu sendirian, sedang bersender tangan melipat di dada sambil menatap Jiaya. Ada perasaan kasihan dalam hati Jiaya, mungkin Genta masih belum berdamai dengan keluarga nya. Namun, apapun itu sudah bukan urusannya lagi. Tekad dalam diri Jiaya kini sudah cukup kuat dan yakin. Ia sudah tidak mau mengulang kesalahan yang sama.
“It's ok, Ris.”
“Jadi..lo serius?”
“Apa gue masih kelihatan kurang serius, ya?”
“Bukan gitu, gue masih gak nyangka aja. Setelah sekian lama akhirnya lo sadar, kalau dia gak cukup baik buat lo. Gue bener-bener bersyukur karena lo udah bisa lepas dari cowok toxic kayak dia, Ji.”
Risa memeluk Jiaya.
“Okey. Um..gimana kalau habis ini kit cari gaun bareng? Gaun gue udah lama semua,” usul Jiaya.