"Lu mungkin gak sadar selama ini lu egois, Ji. Lu gak sadar kalau lu cuma mau diperhatiin tapi gak merhatiin gua, lu cuma mau gua selalu lembut sama lu..selalu baik sama lu..
Genta menaikkan nadanya sedikit.
..ya! Gua lakuin dibeberapa waktu. Tapi, pas gua lagi perhatian sama lu..lagi merhatiin lu. Lu malah anggap perhatian gua sebuah candaan. Lu lalai sama semua perhatian gua, padahal gua cuma mau lu nurut. Kenapa si, Ji? Apa susahnya nurut doang..."
•••
"Susah," jawab Jiaya cepat. Genta mengerutkan dahinya kesal. Pasalnya sifat Jiaya yang keras kepala muncul lagi. "Nurutin kamu itu..apasih nurutnya? Maksudku, contohnya pas aku main sama temen-temen, terus ada satu cowok. Cuma gara-gara dia pernah kasih kesan 'buruk' ke kamu, terus aku gak boleh gitu main sama dia?"
Genta terbelalak, gadis di depannya ini lugu atau bego? Logika in aja, cowok itu pernah jadi salah satu musuh Genta. Mereka saling beradu otot, meskipun bukan Genta lawannya, tetap saja. Mereka, termasuk teman-teman Genta, bertengkar dengan si cowok itu dan teman-temannya..karena ada satu kasus, dimana ketua dari geng cowok itu sudah melecehkan cewek yang ditaksir sama Haje. Bahkan kasusnya belum lama.
Intinya, cowok itu sama bangsatnya —Genta.
"Gua larang, karena dia mau macem-macem sama lu.." jelasnya.
Jiaya nampak masih tidak percaya, "ada buktinya?". Genta benar-benar tidak tau cara menjelaskan ke Jiaya.
Genta ngotot, "oke! Terusss gua harus biarin lu sama dia, lu dilecehin dulu..baru lu percaya sama gua?..Iya?..harus ada bukti dulu?".
Gadis di depannya malah meneteskan airmatanya lagi. Entah karena apa, yang jelas Genta sudah berusaha untuk menjelaskannya.
"Maaf."
"Maaf..karena mungkin, aku gak mau ngertiin kamu, ya..pokoknya aku salah. Dan kamu juga salah yaaa," ucapnya membuat Genta terkekeh kecil."Genta."
Jiaya mengatakannya dengan lirih. Kata itu membuat Genta menatapnya lagi, tepat di matanya. Jarak mereka begitu dekat, sehingga dapat Genta lihat keseriusan di wajah Jiaya. Bahkan, gadis itu tidak menunduk saking serius dengan kata-katanya.
"Dengerin aku, ya."
Gadis itu mengangkat kedua tangannya, dan menaruhnya dikedua pipi tirus Genta. Tentu detak jantung seorang pria jika di perlakukan seperti itu akan lebih cepat. Genta sangat merasa tenang dengan sentuhan dan tagapan Jiaya. Entah apa yang akan gadis itu lakukan.
"Aku ini perempuan. Kalau kamu mikir aku cengeng..ya ini perempuan, kita pake hati. Bener kata orang-orang, terkadang laki-laki pake logika, dan perempuan pake hati. Perempuan mana yang mau dikasarin, dibentak, dicaci maki, disakitin.
Gak ada ta..gak ada yang mau. Begitupun aku, aku baru berani buka suara karena, aku pikir kita udah selesai. Dan harus diselesaikan in baik-baik."
Sumpah. Genta baru kali ini melihat Jiaya terlihat berani dan putus asa secara bersamaan. Ia hanya bisa menatap dan mendengarkan unek-unek gadis itu.
"Katanya perempuan itu terbentuk dari tulang rusuk laki-laki. Tulang rusuk gampang rapuh, Ta..kalau kamu sakitin, dia bakal patah."
Terus berbicara sampai mereka terlihat seperti orang tua yang sedang menasihati anaknya.
"Terlepas dari kelakuan kamu ke aku, ya-aku akuin emang akunya juga keras kepala, dan selalu ngerasa yang paling bener di depan kamu. Aku mau bilang..
Kita masih muda, masih sekolah..dan emang masih kayak bocah. Masih labil, mau menang sendiri, gak mau ngalah satu sama lain, ya kayak anak kecil aja. Jadi, ta..aku bakalan respect kamu, bagaimanapun hubungan kita nantinya. Itu aja, kalo semuanya..kelamaan."
"Udah?"tanya Genta setelah Jiaya benar-benar sudah diam. Gadis itu kini sibuk memainkan rambut Genta yang sudah mulai memanjang.
"Udah."
"Pulang gak?"tanya cowok itu. Jiaya mendelik, ia kira Genta mau mengeluarkan unek-uneknya juga. "Minggir," perintahnya.
Jiaya berhenti memainkan rambut Genta, ia bangkit dan bergeser untuk duduk di kursinya semula.
"Kirain mau ngomong juga, malah diusir" gumam Jiaya yang masih bisa di dengar oleh orang di sampingnya.
"Ohhh udah berani ya sekarang? Mentang-mentang udah mantan," sindiran keras Genta. Yang disindir malah mesem-mesem sendiri.
Anehnya, mereka malah terlihat lebih lega dan lebih dekat saat menyandang status 'mantan'. Lihat wajah Jiaya yang begitu nampak kebebasannya, dan wajah Genta yang....datar aja sih. Cuma nyeleneh. Skip. Dan akhirnya Genta 'pun mengantarkan Jiaya pulang. Tentu saja diinterogasi dulu sama mama Jeny.
"Kamu bawa Jia kemana?"
"Gimana hubungan kalian?"
"Kenapa Jia bolos?"
"Kalian berantem kenapa?"
...hdhsjsjsksmsmSaat Genta dan Jeny sedang asik mengobrol, Jiaya memutuskan untuk mengganti bajunya terlebih dahulu. Tentunya dia sudah membuat teh hangat untuk Genta sebelum ke kamarnya.
Selesai mengganti pakaian, ia pun keluar menemui Genta lagi dengan tampilan baru. Baru sampai, ternyata cowok itu sudah bersiap ingin pamit.
"Jus mama kamu minum ya!"
"Hehe."
"Dasar."
Jiaya hanya bisa cengengesan. Genta yang melihat itu pun terpaku, ternyata gemesin. Genta menyalimi Jeny lalu pamit. Sementata Jiaya mengantar Genta sampai depan rumahnya.
"Ta!"
"Hm?"
"Kita kembali seperti semula ya. Kita mulai dari nol, jalanin masing-masing dulu. Kalau memang kamu, atau aku ada rasa kayak 'gue masih sayang lo' nih! Kamu jangan malu bilang ke aku ya."
"Hmmm."
"Jangan gengsi!"
"Iya."
•••
Gak tega akutu.
Love buat kaliannnn!
Tadinya nunggu 200, cuma ya..harus berjuang dulu deh.Mau tamatin ini. Dan..bakalan bikin sequel #selfish2 hihi.
Mau ceritanya siapa nih?
Tulis di kolom komentar ya!
VOTE.[Bentar... Ini aku buat semalam, dan.. padahal aku udah publikasikan.. eh pas di liat tadi, belum ke up!!!!]
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXICLOVE (REVISI)
ChickLit"Kamu pukul aku, kamu jepit aku, kamu jambak aku. Apa itu yang kamu bilang sayang? Tubuh aku, mental aku..kamu rusak." "Aku capek." Hubungan yang biasa kita sebut toxic relationship berakar pada permasalahan di masa lalu. Trauma yang membuatnya mela...