"Ta," panggil Jiaya. Genta menoleh dan menjawab dengan deheman. "Mumpung pesawatnya belum take off, foto yuk!," ajak Jiaya dengan penuh semangat.
"Gak, ah."
Dengan wajah masam dan pipi mengembung, ia menatap Genta. Dan akhirnya trik itu berhasil, trik 'puppy eyes' yang bisa membuat orang luluh. Jiaya kira, Genta tetap tidak akan menyetujuinya. Tapi akhirnyaaa, yes.
"Ck, sini-sini." Genta menyuruh Jiaya agar mendekat, lalu gadis itu menekan tombol di layar ketika dirasa posenya sudah pas.
1
2
Awalnya pose Genta hanya sebatas muka datar seperti biasanya. Namun, ketika timer sudah menunjukkan angka 3. Lengan cowok itu mulai melingkar di leher nya, dan senyum tipis manis yang jarang diperlihatkan.
Jiaya adalah tipe cewek yang sekali foto sudah cukup. Apalagi sama Genta, jangan harap bisa berkali-kali. Cewek itu tersenyum sambil terkekeh geli saat melihat wajah Genta di layar ponselnya.
"Haha," kekeh Jiaya. Suara kekehan itu membuat Genta tertarik untuk merebut ponsel cewek disampingnya, tapi ditahan. "Kenapa si, Ta?".
"Kenapa ketawa-tawa?"
Jiaya sedang menahan agar tidak tertawa lagi, "enggak apa-apa." Namun, namanya Genta, tidak akan percaya begitu saja. Dia pun merebut ponsel itu.
"Oh ngetawain ini?" Genta manggut-manggut sambil berucap. "Hapus, ah" ancamnya.
"E-eh jangan, Ta!"panik Jiaya. Ia menyukai foto itu, sangat, bahkan. "Maaf, maaf. Bukan maksudnya ngetawain kamu. Lagian senyumnya tipis-tipis gitu, Ta."
Genta hanya ber'oh' santai. Ponsel Jiaya masih ia pegang. Iseng-iseng membuka kamera dan mengarahkannya ke cewek itu. Dengan sigap Jiaya berpose imut yang membuat Genta tidak jadi melanjutkan niatnya untuk memposting di media sosial milik cewek itu.
Bisa-bisa ditaksir orang lain ya, Ta?
"Dih, kayak bebek" ledek Genta. Mungkin lain di hati ya, kedengeran kok lagi jedag-jedug.
"Sembarangan, ah kamu mah!"protes Jiaya. Ia paling kesal kalau diledek Genta. Sepertinya sifat egoisnya masih ada, inginnya dipuji Genta.
•••
17.17Mereka sampai ketika matahari sedang bersiap untuk terbenam. Genta bilang, "Gak usah pulang dulu, temenin gua bisa kan?". Tentunya Jiaya memahami situasi cowok itu. Ia pun mengikuti kemauan nya. Sampai di depan pintu rumah bertema kan tradisional, dengan banyaknya interior berbahan kayu.
"Tegang amat mukanya," ucap Genta saat tidak sengaja menatap wajah Jiaya yang terlihat seperti gugup.
"Enggak, cuma takut salah ngomong aja." Cowok itu hanya bisa ber'oh' ria sambil mengambil alih koper ditangan Jiaya. Sempat menolak dibawakan kopernya oleh Genta. Namun, sekali pelototan saja sudah cukup membuatnya terbungkam dan menurut.
Tangan terulur, menarik kenop pintu berwarna cokelat dengan sangat hati-hati. Terlihat di sana ada dua buah mobil yang terparkir di depan rumah, di luar dari garasi. Tentu seorang Genta sudah tidak asing dengan siapa pemilik dua mobil itu.
"Ta, rame banget kayaknya," tiba-tiba saja nyali Jiaya menciut. Bagaimana pun ia harus tetap 'maju terus pantang mundur'. Genta nyeletuk, "Resiko, Ayyy."
BERDAMAGE, TAAA, batin Jiaya.
Ceklek
Ekspetasinya pun terlampau benar. Ada banyak orang yang sedang menatap mereka saat ini. Salahnya juga masuk tanpa salam dahulu. Senyum, Jiaya tampilkan, sebisa, dan semanis mungkin. Walaupun hasilnya agak kaku, seenggaknya ada first impression yang bagus.
"Mage!"
"Kok udah pulang, aja?" lanjutnya.
Ada seorang pria gagah yang mendekat ke arah Genta khususnya. Jiaya langsung bisa menebak kalau itu adalah ayah nya Genta. Karena memang semirip itu mereka. Sesekali memang pria itu melirik Jiaya.
"Ini siapa?"
Dengan cepat Genta menjawab, "pacar." Tentunya Arka tidak terkejut saat anaknya bilang, kalau ia sudah memiliki kekasih. Toh, anaknya sudah besar. Sudah menjadi hal yang 'lumrah' bagi manusia ketika sudah beranjak dewasa. "Kenapa? mau atur hidup gua lagi?".
Arka terkekeh, "enggak, enggak. Papa cuma mau nanya aja, kamu mana pernah cerita sama papa," sindir Arka.
Jiaya melirik Genta. Ia melihat ada rasa 'muak' diwajah cowok itu. Dengan refleknya untuk mencairkan suasana, Jiaya mendekat lalu menyalimi telapak tangan Arka.
"Hallo, om."
"Hallo, udah berapa lama sama anak saya?"
"Dua tahunan? om," jawab Jiaya agak ragu. Dia sampe lupa tepatnya berapa lama mereka menjalin hubungan. Entah karena apa.
"Oh ya? Kalau gitu, duduk deh. Yang di samping kamu udah bete banget," sindir Arka lagi. Pria itu pun juga duduk tepat di hadapan mereka berdua.
"Mama sakit, Ge. Papa mohonn tolong liat Mama dulu sebentar. Mungkin dia sakit karena kangen kamu, Ge."
Arka tahu, Genta tidak akan nurut begitu saja dengannya. Dan itu disaksikan oleh Jiaya. Dengan inisiatifnya. Cewek itu memegang paha Genta lalu berkata, "Mau aku temenin?'.
Bertatapan dahulu sebentar, lalu Genta mendecak kecil. "Udah ayok cepetan, Ayyy." Jujur Arka kaget karena anaknya sangat nurut dengan kekasihnya. "Om, saya izin temenin Genta dulu, permisi" izin Jiaya.
Awalnya Arka kira, mereka akan menjadi pasangan yang bucin, suka menghabiskan uang, dan berprilaku seperti pasangan nakal. Namun, setelah melihat bagaimana nurutnya Genta sama Jiaya, Arka jadi yakin kalau gadis itu adalah obat yang dapat merubah anaknya perlahan menjadi lebih baik dan melunak padanya.
"Saya suka nih, sama anaknya, manis."
Tiba-tiba ada anak kecil yang menghampirinya, " PAPA! itu ciyapaa?". Lalu Arka menjawab, "Kakak kamu, kakak yang kamu tanyain terus."
"Kakak?!"
...
HAI KALIAN. BAGAIMANA?
Malam ini aku hanya upload 800 kata
Aku gak mau kosong banget, seenggaknya upload. Aku bakal up lagi, doain aja kuat 1500 kata. OH YA!!! Aku satu minggu mulai senin gak upload, soooweeyyy,
SELAMAT MENIKMATI KEGANTUNGAN INI. loufwyuuu ollll
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXICLOVE (REVISI)
ChickLit"Kamu pukul aku, kamu jepit aku, kamu jambak aku. Apa itu yang kamu bilang sayang? Tubuh aku, mental aku..kamu rusak." "Aku capek." Hubungan yang biasa kita sebut toxic relationship berakar pada permasalahan di masa lalu. Trauma yang membuatnya mela...