Seorang pria berlari dengan napas yang sedikit terenggah-enggah, tangannya tengah membopong seorang perempuan dengan darah yang terlihat melumuri tubuhnya. Beberapa kali dirinya hampir menabrak orang-orang yang tengah berlalu lalang. Wajah yang terlihat tegas dan tampan tersebut menunjukan raut serat akan kekhawatiran.
Teriakan serta umpatan dia lontarkan sejak dia mulai menginjakan kakinya di rumah sakit, membuat orang-orang seketika merasakan takut saat mengetahui siapa sosok tersebut.
Urat-urat leher yang seakan ingin keluar dan juga wajah yang terlihat memerah, dengan air mata yang terus saja menetes, membuat penampilannya terlihat begitu kacau. Tanpa memperhatikan orang-orang yang kini tengah memandangnya dengan iba, dirinya terus saja berlari seakan tengah dikejar oleh malaikat maut.
"APA YANG SEDANG KALIAN LAKUKAN, CEPAT TANGANI ADIK SAYA!" Teriakan tersebut membuat beberapa perawat serta dokter, segera berlari ke arahnya untuk menangani seorang wanita yang tengah dibopongnya. Segera dia meletakan gadis yang tengah dibopongnya itu ke atas brankar yg dibawa oleh seorang perawat.
"Maaf pak, saya akan segera menangani pasien. Silakan tunggu di luar," ucap seorang dokter.
"Lakukan yang terbaik, aku nggak mau Adikku kenapa-napa, ingat itu!" tegasnya yang diangguki oleh sang dokter dan beberapa perawat.
Mereka pun segera membawa gadis tersebut masuk kedalam ruangan operasi. Pintu tertutup rapat, lampu yang berada di atas pintu yang semula mati kini terlihat menyala, pertanda bahwa sekarang dokter tersebut tengah menangani gadis tersebut. Hatinya begitu gelisah, memikirkan tentang keselamatan Adik yang tengah berjuang di dalam sana.
Siapa yang tidak kenal dia? Pengusaha muda yang sukses sekaligus pemilik rumah sakit yang tengah dipijakinya.
Sudah setengah jam telah berlalu, namun tanda-tanda Dokter akan keluar belum terlihat juga. Rasa gelisah membuatnya berjalan mondar-mandir di depan ruang operasi, menunggu keajaiban akan tiba. Hingga seseorang pria dan wanita paruh baya datang menghampirinya dengan tergesah-gesah.
"Aldo Bagaskara, bagaimana ini bisa terjadi ... lalu, sekarang bagaimana keadaan Adikmu?" tanya seorang pria paruh baya yang terlihat begitu jelas emosinya.
"Maafin Aldo, Ma, Pa, Aldo yang salah, Aldo gak bisa jaga Syasya dengan baik," ucap Aldo dengan raut wajah yang terlihat menyesal.
"Sudah Pa, kita sabar dulu, kita tunggu kabar tentang keadaan putri kita. Ini juga sebuah kecelakaan, bukan salah Aldo juga. Kita juga nggak tahu kejadian yang sebenarnya seperti apa, jadi jangan salahin Aldo," ucap Nadin mencoba untuk menenangkan suaminya.
"Ceritain apa yang sebenarnya telah terjadi, Aldo!" kata Rocky Bagaskara sembari menghembuskan napas kasar, mencoba untuk menenangkan dirinya. Aldo pun berusaha menjelaskan tentang apa yang sebenarnya terjadi.
"Sebenarnya, tadi Aldo dan Tasya janjian buat makan bersama di restoran seperti biasa. Aldo sudah nunggu selama 15 menit tapi Syasya belum datang juga. Aldo merasa khawatir, karna tumben sekali Syasya datang terlambat saat hendak bertemu dengan Kakaknya. Aldo hendak menghubungi Syasya, tetapi urung saat melihat di luar dekat restoran terjadi sebuah kecelakaan, yang membuat orang-orang datang menghampirinya," tutur Aldo dengan suara parau.
"Sebuah mobil yang begitu sangat Aldo kenali, telah menabrak sebuah truk. Aldo yang tahu betul itu mobil milik siapa pun langsung bergegas berlari buat memastikan. Mobil yang dilihat Aldo adalah Mobil milik Syasya. Saat melihat Syasya yang tidak sadarkan diri dan terluka parah, membuat Aldo panik, tanpa menunggu ambulan datang, langsung saja Aldo selametin Syasya dan membawanya kerumah sakit terdekat dengan mobil milik Aldo," sambung Aldo.
Rocky dan Nadin yang mendengar cerita dari Aldo pun merasa terkejut. Apa yang telah terjadi pada putrinya? Bagaimana bisa putrinya itu tertabrak sebuah truk. Tasya adalah seorang Queen Racing, yang sudah sangat ahli dalam mengendarai mobil. Pastinya ada hal lain yang menyebabkan Tasya harus mengalami ini semua.
"Selidiki apa yang sebenarnya terjadi pada Adikmu itu!" titah Rocky yang diangguki Aldo.
Setelah lama menunggu akhirnya Dokter keluar dengan wajah yang terlihat lesu. Membuat keluarga Bagaskara merasakan kecemasaan yang luar biasa.
"Dokter, bagaimana keadaan putriku?" tanya Nadin menghampiri sang Dokter.
"Sebelumnya, saya minta maaf dan dengan berat hati harus mengatakan ini semua. Kecelakaan yang terjadi pada saudari Anastasya Putri Bagaskara mengakibatkan pendarahan yang sangat hebat di area bagian kepalanya. Pembuluh darahnya juga pecah. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan yang terbaik namun Tuhan berkata lain. Maaf saya harus mengatakan ini, tapi saudari Anastasya tidak dapat lagi kami tolong." Ucapan tersebut tentu membuat semua orang mematung di tempatnya rasanya waktu seakan ikut berhenti. Setelah beberapa saat terdengar suara isak tangis yang memilukan, semua orang terlihat begitu sangat menyedihkan setelah mendengar ucapan sang Dokter. Dunia mereka pun seakan ikut hancur. Tubuh Aldo bergetar dengan pandangan yang kosong, seakan ini semua hanyalah sebuah mimpi buruk baginya.
"Dokter bohong kan! Nggak mungkin putriku meninggal!" teriak Nadin yang terlihat begitu terpukul mendengar kabar tersebut.
"Mohon maaf, tapi saya sudah mengatakan yang sebenarnya. Sebentar lagi akan ada perawat yang akan membawanya ke ruang jenazah. Kalian bisa masuk dan melihatnya. Saya pamit undur diri, permisi."
"Aaarggg!" teriak Aldo mengacak dan menjambak rambutnya frustasi, meninju tembok hingga membuat tangannya terluka. Aldo terlihat begitu terpukul. Apalagi dia merasa bahwa ini semua adalah salahnya. Dia pikir, jika saja dia tidak membuat janji dengan adiknya, ini semua tidak akan pernah terjadi.
"Pa, Tasya, Pa ... ini bohong kan Pa? Coba Papa bilang ke Mama, kalau ini semua bohong, ini semua mimpi kan Pa? Atau Tasya ngeprank kita? Tasya kan suka ngeprank kita Pa?" Suara Nadin terdengar bergetar, dia seakan tidak percaya dengan kabar yang di dengarnya. Namun saat Rocky menggeleng lemah, pertanda bahwa ini semua bukanlah mimpi atau prank belaka, Nadin pun semakin terisak dalam pelukan sang Suami. Ketika melihat suster mendorong seseorang yang sudah tertutup kain putih dengan tubuh yang terbujur kaku di atas brankar, tubuh mereka seakan lemas tapi mereka tetap mengikuti langkah kaki perawat menuju kamar Jenazah.
"Ma, Mama yang kuat ya? Kita juga merasa kehilangan, ayo Ma kita masuk, kita lihat putri kita untuk terakhir kalinya," ajak Rocky dengan perasaan yang sulit untuk dijelaskan.
"Tasya bangun Nak, bangun ... kenapa kamu tinggalin Mama?" Menangis dengan memeluk anaknya yang sudah terlihat pucat dan tubuh yang sudah terbujur kaku, pertanda memang bahwa sudah tidak akan ada lagi harapan untuk kehidupan untuk putrinya.
"Sya, kenapa kamu tinggalin kita, ini salah Kakak, udah ajak kamu makan di restoran. Andai saja waktu itu Kakak nggak ajak kamu, semua ini gak bakalan pernah terjadi. Kamu pasti bakalan di sini, kita semua gak bakal pernah ngerasain yang namanya kehilangan," ucap Aldo membuat Rocky menghampiri dan memeluk singkat Putranya itu.
"Sudah-sudah benar kata Mamamu, ini sudah takdir bukan salahmu, ikhlaskan Nak supaya Adikmu bisa tenang, kalau kamu nyalahin diri
kamu kayak gini, Adikmu di sana nanti tidak bahagia. Kamu nggak mau kan, lihat dia bersedih melihat kita?" kata Rocky berusaha untuk menenangkan Putranya."Mama juga, sudah jangan nangis, ikhlaskan putri kita, supaya dia bisa bahagia di sana, sini peluk Papa," ucap Rocky menghampiri Istrinya. Memeluknya dengan erat guna memberi ketenangan untuk Istrinya.
Rocky yang semula terpukul itu kini berusaha tegar untuk menguatkan Istri dan juga Anaknya. Siapa lagi yang bakal jadi penopang jika semua orang rapuh.
Bersambung
.
.
.
Tolong tinggalkan jejak. 👣
KAMU SEDANG MEMBACA
TRANSMIGRATION QUEEN RACING [TERBIT]
Teen Fiction❗FOLLOW DULU SEBELUM BACA!!! Transmigration? Apa yang akan orang pikirkan tentang Transmigrasi? Siapa yang menyangka jika seorang gadis yang menyandang gelar Queen Racing bisa bertransmigrasi ke tubuh seseorang Upik Abu yang sayangnya memiliki Ibu...