42. Break

12.7K 1.1K 49
                                    

Kini mereka berdua masih dengan keterdiamannya, berada di sebuah taman. duduk di sebuah kursi panjang, di bawah pohon trembesi yang membuat suasana menjadi teduh. Tapi tidak seteduh hati dua insan yang sedang diam, bergelut dengan pikirannya.

Setelah lamanya keterdiaman mereka berdua, Morgan pun akhirnya memulai untuk mengawali pembicaraannya.

"Jadi, apa yang ingin kamu jelaskan tentang ini semua?" tanya Morgan dengan nada datar dan tajam yang tidak pernah ditunjukan kepada Ella. Tatapan mata yang tajam seakan begitu menusuk hatinya. Tapi setidaknya di sini Morgan masih menggunakan kata aku-kamu, yang berarti Morgan masih menghargainya. Ella tahu, dirinya tidak akan mungkin bisa menyembunyikan jati dirinya. Ibarat sebuah pepatah sebaik-baiknya orang menyembunyikan bangkai pasti akan tercium juga . sebaik-baiknya orang menyimpan rahasia pasti akan ketahuan juga. Tapi Ella tidak pernah menyangka, jika rahasia yang selama ini berhasil ia tutupi rapat-rapat, malah terbongkar secepat ini, apalagi dengan cara yang seperti ini.

Dengan hati yang berdebar, dengan tangan yang saling meremas, Ella mendongkakkan kepalanya ke atas memandang langit yang terlihat cerah. Tapi tidak secerah hatinya. Bukan apa-apa dia sering melihat ke atas jika sedang dalam keadaan tersudut. Dia hanya tidak ingin menunduk  karena sejatinya seorang Queen tidak akan pernah menundukan kepalanya jika tidak ingin mahkotanya jatuh, meskipun dalam kondisi apapun. Mungkin inilah saatnya dirinya harus mengatakan segalanya kepada Morgan. Apapun resikonya meski harus kehilangan, dia akan mencoba menanggungnya.

"Kamu bukanlah orang bodoh yang nggak mungkin tahu apa yang terjadi, yang sedang kamu pikirkan itu semua benar adanya," ungkap Ella yang masih tetap menatap langit, menahan agar air matanya tak sampai jatuh. tanpa melihat perubahan raut wajah Morgan yang terlihat tegang, sebelum mengeraskan rahangnya, menahan gejolak-gejolak amarah dalam dirinya.

"Aku mengerti, tapi aku ingin dengar langsung untuk lebih memastikannya, bahwa apa yang aku pikirkan itu benar," tutur Morgan membuat Ella menghela napas panjang. Kepala yang tadinya mendongak menatap langit kini perlahan mulai menatap ke arah Morgan.

"Seperti yang kamu lihat dan pikirkan, aku adalah Queen Racing Hell Angel. Dan yang tadi nyerang sekolah adalah para pengkhianat anggota Hell Angel, yang ingin menambah musuh dan ingin menghancurkam Hell Angel, mangkanya mereka nyerang para gang-gang di negara ini dan membuat kesalah pahaman antara Hell Angel dengan anggota gang lainnya." Mendengar ucapan Ella, seketika membuat Morgan terkekeh, yang mana kala membuat Ella mengernyit heran.

"Aku tahu kamu bakalan kecewa sama aku, karna udah bohongin kamu, tapi aku punya alasan melakukan ini semua," lanjut Ella yang melihat Morgan terkekeh. Namun tersirat sebuah kesedihan atau semacam kekecewaan di raut wajahnya.

"Jadi selama ini kamu udah bohongin aku? Ternyata selama ini kamu hanya pura-pura jadi cewek culun yang lemah dan suka ditindas? Apa demi memperoleh perhatian dariku? Atau ada hal lain yang kamu sembunyikan dariku? Udah selama ini El, udah lama banget. Hampir 3 tahun kamu udah bohongin aku dengan muka polosmu itu. Apa kamu merasa bahagia udah bisa mempermainkan perasaanku? Aku gak masalah jika sedari awal kamu bisa jujur. Mungkin kalau dulu aku memang gak berhak buat tahu, tapi sekarang ... kamu anggap hubungan kita ini apa El?" cerca Morgan membuat Ella membisu.

Apakah dia juga harus jujur bahwa dia bukan Ella? Apa Morgan akan mempercayainya setelah tahu semuanya? Morgan salah paham terhadap dirinya. Morgan berpikir bahwa dia adalah Ella yang sama. Tanpa sadar air mata Ella sudah menetes sedari tadi.

"Aku gak ngerti sama kamu El, dimulai dari kamu nyembunyiin wajah cantik kamu, kepintaran kamu, dan sekarang aku lebih dibuat terkejut dengan kebenaran ini. Seandainya tidak ada pengkhianat tersebut, apa kamu juga akan tetap bungkam? Lalu nanti setelah ini bakalan ada apa lagi? Kamu memang sosok misterius yang sudah berhasil memporak porandakan hatiku. Mungkin kita perlu waktu untuk intropeksi diri. Aku juga ingin nenangin hati aku dulu. aku ingin kita Break," pinta Morgan kemudian pergi meninggalkan Ella yang terdiam kaku mendengar apa yang baru saja dikatakan Morgan. Morgan pergi bukan karna apa-apa, dirinya hanya terlalu kecewa karna terlalu mempercayai orang yang dia pikir tidak akan pernah menyakitinya.
Dirinya juga tak ingin menunjukan sisi lemahnya hanya karna seorang wanita, meskipun itu di depan wanitanya. Benar kata orang, bahwa wanita bisa jadi kelemahan terbesar seorang pria.

"Maafkan aku Gan ... maaf hiks ... hiks," ujar Ella dengan isak tangisnya sembari melihat kepergian Morgan.

***

Pagi ini tak seperti biasanya, aura sekolah SMA Rising Dream terasa berbeda. Kedatangan Morgan yang diikuti oleh ketiga temannya itu membawa aura dingin. Tak ada senyum, tak ada lagi adegan yang bakalan bikin meleleh.
Morgan seakan kembali kedirinya semula, seperti dahulu, sebelum mengenal dan dekat dengan Ella.

Begitu pula dengan Ella yang hadir dengan wajah datar dan dinginnya. Bahkan orang-orang yang ingin menyapanya kembali mengurungkan niatnya. Luna pun begitu, seakan tahu bahwa sahabatnya kini dalam keadaan tidak baik-baik saja, dia lebih memilih untuk diam dan memberikan waktu sendiri untuk sahabatnya.

Saat bel istirahat berbunyi pun yang biasanya akan heboh dengan sorakan-sorakan ramai yang terdengar dari teman-teman sekelasnya pun kini berubah, seakan mereka tahu bahwa sudah terjadi sesuatu yang menimpa Ella. Mereka lebih memilih untuk diam dan keluar begitu saja, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Mereka tak ingin lagi melihat Ella mengamuk seperti tadi pagi, saat baru datang ke sekolah. Karna mendengar cibiran-cibiran buruk tentang hubungan dirinya dengan Morgan,, hingga membuatnya naik pitam, hingga terjadilah sebuah perkelahian yang tentu saja membuat siapa saja merasa takut melihat singga yang seakan terbangun dari tidur panjangnya.

Jujur saja Luna merasa sudah kesal melihat sahabatnya yang seperti ini. Apalagi sikap Ella mempengaruhi keadaan kelas dan membuat takut teman-temannya.

"El," panggil Luna menyentuh pundak Ella, membuat Ella tersadar dari lamunannya.

"Eh, loh, kok gak ada siapa-siapa di sini?" Ella merasa heran karna di dalam kelas hanya ada dirinya dan Luna saja. Bagaimana tidak heran jika sedari tadi Ella melamun.

Mendengar hal tersebut membuat Luna memutar bola matanya malas. Luna pun memberanikan diri untuk bertanya lansung kepada Ella.

"Sebenarnya lo ada masalah apa sih El sama Morgan? Suasana di sekolah seakan ikut kena dampak dari ini semua." Menghela napas panjang, Ella pun berbicara kepada Luna.

"Gue break sama Morgan, karna ada beberapa masalah dan kesalah pahaman. Mungkin gue dan Morgan perlu waktu untuk intropeksi diri masing-masing," ucap Ella membuat Luna paham di mana penyebab terjadinya suasana mencengkram ini.

"Lo yang sabar ya, yaudah yuk ke kantin aja,"  ajak Luna mengalihkan pembicaraan mereka. Mungkin benar Morgan dan Ella butuh waktu untuk menyelesaikan masalah mereka dan Luna tidak ingin ikut campur ke dalam masalah mereka. Bukan apa-apa tapi Luna merasa takut jika harus menghadapi 2 singa sekaligus.

Saat tiba di kantin, suasana begitu ramai, berlalu lalang murid-murid yang sedang mengantri untuk memesan makanan.

"Lo cari tempat duduk dulu aja ya El, gue mau pesen makanan dulu. Lo mau pesen apa? Biar gue yang pesenin," tawar Luna.

"Mie pedes minumnya air putih aja," pinta Ella yang diangguki Luna.

Setelah kepergian Luna, Ella berahli menatap sekitar untuk mencari tempat duduk yang kosong. Tanpa sengaja kedua bola matanya bertemu dengan sosok yang telah membuatnya uring-uringan. Untuk sesaat waktu rasanya terhenti. Kalau boleh jujur, Ella begitu rindu terhadap sosok yang saat ini tengah terpaku menatapnya.

Morgan yang tersadar terlebih dahulu mengalihkan perhatiannya ke arah teman-temannya, walaupun begitu diam-diam dari ekor matanya dia selalu melirik ke arah Ella.

Ella yang melihat bahwa Morgan tak ingin lagi menatapnya, cuma bisa menghela napas pasrah. Dirinya pun memutuskan untuk duduk di pojok kantin yang terlihat masih kosong.

Duduk di meja sendirian sembari menunggu Luna memesan makanannya, dirinya pun berahli untuk memainkan ponselnya.

"Nih gue bawain pesenan lo," ucap Luna sembari menaruh makanan serta air mineral yang tadi dipesan oleh Ella.

"Thanks."

"Kayaknya masalah lo sama Morgan bener-bener serius deh," celetuk Luna sedikit ragu karna melihat persitegangan antara kedua manusia kutub tersebut.

"Hm." Ella hanya berdehem untuk menjawab pertanyaan Luna.

"Kenapa sih, kalian kan jadi couple goals di sini. Terus juga hubungan kalian kemarin baik-baik aja, kok tiba-tiba banget sihh berantemnya?" tanya Luna yang dijawab kedikan bahu Ella.

"Ish, emang dasar manusia kutub, kalo lagi dalam mode kumat," gerutu Luna sembari mencabikkan bibirnya dan melanjutkan acara makannya.

Di sisi lain Rendy, Gendy, dan Gerald melihat aneh sahabatnya, semenjak kejadian munculnya Ella di tengah-tengah tawuran tersebut. Mereka tidak tahu apa yang selanjutnya terjadi, hingga membuat sifat awal sahabatnya ini kembali lagi.

"Kalo mau samperin, ya samperin aja deh Gan, dari pada lo curi-curi pandang mulu dari tadi," celetuk Gerald malas melihat sikap Morgan. Morgan yang mendengar hal tersebut tak menggubrisnya sama sekali, malah kembali melanjutkan makannya.

"Lo ada masalah apa sih sama dia? Semenjak tawuran kemarin, lo juga gak jelasin apa-apa ke kita soal Ella. Kita kan juga pengen tahu, kenapa Ella bisa jadi superhero," ucap Rendy sembari menghela napas kasar.

"Gak penting," jawab Morgan cuek.

"Gak penting apanya? Gak penting tapi bikin ati lo modyarr ambyarrr," sahut Gendy sembari terkekeh, diikuti kedua temannya yang hanya ditanggapi dengusan kesal oleh Morgan.

"Gak ada hal yang lebih nyakitin dari pada dikecewakan oleh orang yang lo pikir gak bakal pernah bisa nyakitin lo," ucap Morgan kemudian pergi meninggalkan kantin, membuat teman-temannya lansung terdiam melihatnya.

****BERSAMBUNG****

TRANSMIGRATION QUEEN RACING [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang