Jeongguk berjalan mengendap-endap menyusuri jembatan yang menghubungkan gerbang paviliun dan kediaman Taehyung.
Jantungnya berdegup sangat kencang seiring dengan sinar surya yang sudah meredup. Lembayung senja yang mendominasi warna langit membuat langkah kakinya terkesan buru-buru, takut bila Taehyung sudah ada di kamar sebelum ia datang.
Hari ini, seperti biasa, Jeongguk baru pulang dari rumah keluarga Lee (ibu penjual sabun kecantikan) yang selalu Jeongguk ampiri tiap ia sedang berjalan-jalan di pasar. Ia sudah akrab dengan bibi Lee dan juga suaminya. Terkadang Jeongguk juga membantu berjualan, dan pulang saat hari beranjak sore.
Namun baru kali ini, Jeongguk terlambat. Hal itu disebabkan oleh dirinya yang tiba-tiba kembali muntah saat melayani pembeli hingga membuat Paman Lee kelabakan dan menyuruhnya untuk beristirahat sejenak di kediaman keluarga Lee.
Jeongguk sangat tersanjung kala Bibi Lee juga repot-repot membuatkannya bubur gandum agar kondisi Jeongguk membaik. Sedangkan sendirinya tak mengerti, mengapa akhir-akhir ini ia mudah sekali mual walau sudah meminum obat herbal racikan Tabib Istana.
Langkahnya terhenti seraya menarik napas berat. Jeongguk juga bertanya pada prajurit yang menjaga pintu depan paviliun, apakah Taehyung ada di dalam Namun ia tak mendapatkan jawaban yang di inginkan. Jeongguk akhirnya masuk tanpa ia ketahui bahwa seseorang tengah mengamatinya dari jauh sejak Jeongguk memasuki paviliun Taehyung.
Jeongguk tak melihat siapapun. Kamarnya masih gelap. Tak ada lilin yang menerangi tiap sudut ruangan seperti biasa. Hal itu membuatnya langsung merapalkan ucap syukur. Mungkin Taehyung belum kembali.
Jeongguk menapaki lantai kamar sebelum tiba-tiba Taehyung datang dari arah kamar mandi dan menatap Jeongguk datar.
Rautnya berubah secepat kilat. Pria itu terlihat dingin. Rahangnya mengeras. Tatapan itu menusuk bagai ujung tombak yang menghunus relung Jeongguk.
Mati.
Kali ini Jeongguk sudah mati. Napasnya tercekat ketika Taehyung mengucapkan satu kata yang membuat sekujur tubuhnya membeku.
"Darimana?"
Jeongguk tak mampu menjawab. Lidahnya kelu. Bahkan kedua matanya sudah berkaca-kaca. Tidak ada jalan selain mengakui kesalahannya yang selalu keluar saat Taehyung tak ada.
Jeongguk tahu Taehyung-nya akan marah. Jeongguk tahu ia salah. Bayang-bayang Taehyung yang mengerikan di depannya kini membuat segala aliran darah di seluruh tubuhnya memanas. Keringat sudah membanjiri punggung. Ia kini terlihat seperti pencuri yang tertangkap basah.
"Kubilang, kau darimana?" Ucap Taehyung tak sabar namun Jeongguk masih tak mampu menjawab.
"Jawab, selagi aku masih bertanya baik-baik." Giginya menggerit hingga masuk perungu Jeongguk.
"Yang Mulia,..."
Taehyung kini berdiri tepat di depan Jeongguk. Masih menatap laki-lakinya dengan menuntut ingin penjelasan. Aura dominasi yang ia ciptakan selalu membuat Jeongguk merasa kecil.
"Yang Mulia, saya..." Jeongguk meraih pergelangan tangan Taehyung namun ditepisnya kasar. Batinnya terluka saat Taehyung menolak sentuhannya. Sekarang Jeongguk mengerti, bagaimana sikapnya ketika marah mungkin juga melukai Taehyung.
Jeongguk meminta pengampunan dengan kepala menunduk. Berharap Taehyung dengan berbesar hati memaafkan kecerobohannya kali ini.
"Apa laranganku terdengar lelucon bagimu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Eden | Tk √
Fanfiction[Taekook Alternative Universe] 14 Masehi Ini berkisah tentang dua anak pribumi beda kasta yang saling mendamba. Tak peduli seberapa mereka sama-sama cinta, semesta akan tetap menjadi saksinya.