⚠️ Trigger Warning : Mention of blood, thriller, lil angst.
.
.
.
.
.👑
Tanpa memperdulikan guyuran air hujan yang membasahi tanah, Taehyung menunggangi kuda membelah hutan dengan amarah yang membuncah. Seluruh pakaiannya basah. Ia juga tak membawa apapun selain pedang dan perlengkapan memanah. Kemurkaan menguasai dirinya yang terbakar oleh emosi sesaat.
Bukan. Ia sudah menahannya cukup lama. Taehyung sudah membiarkan berbagai ancaman dan serangan yang ditujukan pada Jeongguk tanpa sebab yang jelas. Jangan lagi masalah lama muncul kembali padahal ia sudah bersepakat dengan perjanjian yang masih ditepatinya sampai sekarang. Dirinya tak terima bahwa ayahnya masih mengungkit-ungkit hubungannya dengan yang terkasih bahkan sampai melukainya.
Memasuki wilayah ibukota, ia sedikit memelankan lajunya sebab melihat bagaimana penduduk sedang berbondong-bondong keluar rumah dengan membawa ember kayu. Mereka menampung air hujan yang kotor, lalu meminumnya rakus. Seolah mereka tak mendapatkan air selayaknya. Beberapa di antaranya menatap Taehyung dengan menengadahkan kepala seperti hilang hormat. Ada kabut kebencian yang Taehyung lihat dari bagaimana cara mereka menatap dirinya yang duduk di atas kuda.
Tanpa mengindahkan tatapan mengerikan itu, dirinya kembali melajukan kudanya dan melupakan apa yang baru saja ia lihat.
Alisnya menjadi satu tatkala tak ada prajurit satupun yang menjaga gerbang istana. Semakin masuk ke dalam, yang ia lihat semakin gelap dan lusuh. Kedua maniknya mengamati bagaimana bagunan kokoh itu jadi tidak terawat. Semua ini janggal baginya. Sebab sejak kapan lingkungan ibukota jadi terlihat kotor dan menjijikkan begini? Jauh dari layaknya peradaban manusia yang pantas.
Saat dirinya menuruni kuda, Taehyung kembali meratapi bagaimana istana tempatnya dilahirkan terlihat kosong dan tak berpenghuni. Sejak Jeongguk mengandung, ia sudah tak pernah lagi mengunjungi istana. Terkait dengan pengiriman pajak penghasilannya, Taehyung menyerahkan semua itu pada Jimin. Jadi, apa yang sebenarnya terjadi di sini?
Beberapa prajurit yang berpapasan dengannya, memberikan hormat yang canggung, mereka bertanya dengan sopan perihal apa yang membuat dirinya berkunjung dan berakhir mempersilahkan Taehyung untuk menemui paviliun raja.
Saat pintu kayu yang megah itu menampilkan ayahnya yang duduk di singgasana dengan angkuh. Dengan ujung pakaiannya yang masih meneteskan sisa air hujan, Taehyung berderap dengan percaya diri dan membungkuk hormat setelah tepat berada di depan ayahnya.
"Aku tak percaya kau datang sendirian."
Taehyung menatap ayahnya tanpa kedip. Tatapannya lurus menghunus. "Kau yang merencanakan semua ini? Mengirimkan pemanah yang payah untuk melukai suamiku?"
Ayahnya tak menjawab. Namun sesekali mengerutkan kening.
"Kali ini apa lagi? Aku sudah menuruti segala kemauanmu tapi kau tetap mengusikku. Mau sampai kapan kau seperti ini? Sedikitpun kau tak bisa melihat anakmu bahagia, Ayah?" Nada bicara Taehyung melemah. "Di mana hati nuranimu sebagai orang tua?"
"Jangan berbicara seakan kau adalah orang yang paling disakiti. Sekarang ku tanya, di mana baktimu kepada orang tua? Di mana tanggung jawabmu dalam mengemban tanggung jawab negara?"
Kali ini Taehyung tak bersuara.
"Jangan mengajakku berdebat cara menjadi benar sebab kau juga sama salahnya."
Taehyung mendeguk ludah.
"Kau sudah melihatnya sendiri? Bagaimana rakyat Goryeo kelaparan dan mengais air bersih? Kita semua dilanda kemiskinan dan angka kematian semakin melonjak tinggi. Aku tahu kau mendengarnya namun kau bersikap seolah tak acuh."
![](https://img.wattpad.com/cover/231447223-288-k605884.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Eden | Tk √
Fanfiction[Taekook Alternative Universe] 14 Masehi Ini berkisah tentang dua anak pribumi beda kasta yang saling mendamba. Tak peduli seberapa mereka sama-sama cinta, semesta akan tetap menjadi saksinya.