Lutut Jeongguk rasanya lemas. Tangannya bergetar namun ia berusaha untuk menguatkan diri. Bola matanya berair tatkala berpendar untuk mengamati bagaimana rumah yang pernah ia tinggali kini berdebu. Tempat yang dulu hangat sekarang berubah beku. Pintu yang rusak masih ada di sana. Serta lumbung berisi tuak yang sudah tak terurus juga masih ada.
Taehyung mengamit pergelangan tangan Jeongguk. Menggiringnya menuju dua gundukan batu sebagai pusara yang pernah ia susun. Taehyung menatapnya bergantian dengan tatapan nanar sebelum menjelaskan pada Jeongguk bahwa di bawah tugu batu itu terdapat jasad Ibu Jeon dan juga Soobin yang ia kubur di samping rumah.
Sesuai dengan janjinya, Taehyung kini membawa Jeongguk untuk berziarah pada makam ibunya. Awalnya anak itu ragu, namun Taehyung berusaha menjadi matahari untuk Jeongguk yang sedang kelabu. Meyakinkan pria-nya betapa Taehyung akan selalu ada di saat Jeongguk rapuh.
Terbukti dengan Jeongguk yang saat ini sudah bersimpuh dan menangis dalam diam. Meratapi gundukan batu itu dalam tangis dan isakan pilu.
Taehyung juga hampir menangis, namun ia menahannya dan lebih memilih untuk ikut bersimpuh di sebelah kekasihnya. Meraih kepala Jeongguk untuk di sandarkan pada dadanya yang hangat. Taehyung memeluknya erat sampai tangisan itu meredam.
"Saya melihat orangnya." Ucap Jeongguk setelah menghela napas berat. Telapak tangannya masih digenggam Taehyung, serta diusap dengan lembut beberapa kali.
"Siapa?"
"Saya tidak tahu pastinya." Jeongguk mendongak dengan dua maniknya yang masih basah. Ia menatap mata Taehyung.
"Hari di mana terakhir kali Yang Mulia datang berkunjung, saya melihat seorang pria dewasa yang tinggi. Memakai baju serba hitam dengan penutup kepala. Dia bersembunyi pada salah satu pohon besar dekat rumah. " Jelas Jeongguk membuat Taehyung seketika membola.
"Berapa orang yang kau lihat?"
"Hanya satu orang saja."
Pandangan mereka terputus. Jeongguk menunduk lemah seraya memainkan jarinya sendiri. "Sesungguhnya saya tak ingin berprasangka buruk. Tapi mengapa rasanya, hatiku selalu berkata bahwa pria itu ada sangkut pautnya dengan kematian Ibu, Yang Mulia?"
Taehyung mendorong bahu Jeongguk. Menciptakan sedikit jarak di antara keduanya. Yang lebih tua sedikit menunduk untuk menatap bulu mata Jeongguk yang basah. "Lihat aku, Jeongguk."
Jeongguk menengadah untuk menuruti. Bahu kanan kirinya di cengkram kuat. Ada keseriusan dalam manik kembar milik Taehyung. Tatap matanya bak busur panah yang siap menikam musuh. Membuat Jeongguk sedikit menciut karena takut.
"Aku sudah menyuruh Jimin untuk mencari siapa yang sudah membunuh Ibumu. Perlu bukti yang kuat agar aku bisa mengeksekusi mereka. Jeongguk bisa bersabar untuk menunggu, kan? Aku berjanji akan menemukan pelakunya secepat mungkin. Setelah itu, terserah. Atau mungkin kau ingin menghukumnya sendiri."
Jeongguk mengedip beberapa kali.
"Saya tak mungkin bisa memberikan hukuman keji Yang Mulia. Karena hal itu tak akan membuat Ibu hidup kembali." Pasrah Jeongguk.
"Jangan seperti itu. Hidup ini dinamis, Jeon Jeongguk. Jangan bersikap pasif. Kau harus bertanggung jawab atas segala hal yang sudah kau perbuat. Apa yang kau ambil, harus kau bayar. Begitu juga jika kau memberi, maka kau akan mendapatkan. Nyawa akan digantikan dengan nyawa, Jeon Jeongguk. Segalanya harus impas. Begitulah cara hidup bekerja."
Jeongguk hanya diam dan kembali merunduk.
"Kalau kau sudah tidak penasaran dengan orang misterius itu, aku akan tetap mencarinya sampai ketemu. Aku tak terima Ibu Jeon diperlakukan demikian. Tugasmu sekarang hanya mempercayakan semuanya padaku. Kau hanya perlu bersabar lagi. Ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Eden | Tk √
Hayran Kurgu[Taekook Alternative Universe] 14 Masehi Ini berkisah tentang dua anak pribumi beda kasta yang saling mendamba. Tak peduli seberapa mereka sama-sama cinta, semesta akan tetap menjadi saksinya.