Traitor

1.2K 204 63
                                    


⚠️ Trigger Warning: Hurt, Angst, Sad, Blood, Dead.

Bismillah dulu ya, emosiku up and down banget pas ngetik ini.




👑

Taehyung bagai mengawang. Ia tak merasakan bagaimana kakinya menapak pada lantai kayu. Balai Istana selalu menyimpan kenangan buruk baginya dan juga Jeongguk. Dengan langkah hati-hati, ia menggeser pintu kamar di mana ia melihat bagaimana punggung Jeongguk yang bergetar dengan suara sesenggukan.

Dalam ruangan kecil yang tak banyak disinari cahaya, Jeongguk menggigit jari telunjuknya sambil menangis deras di atas kasur lantai. Setelah Tabib Seo memberi tahu bahwa janin yang ada di kandungannya tak bisa diselamatkan, hatinya mati rasa. Segalanya menjadi hampa. Dunianya serasa berhenti berputar. Udara disekitarnya mendadak hilang dan menyesakkan dadanya. Jeongguk merasa bahwa ia tak pernah becus dalam hal menjaga. Ia terlalu ceroboh dan tidak mencoba untuk berhati-hati. 

Dirinya mengatakan bahwa Taehyung selalu mendesak segala hal. Memaksakan kehendaknya sendiri. Merasa bahwa dirinya kuat, merasa bahwa segalanya bisa diatasi sendiri. Namun ternyata Jeongguk tak jauh berbeda dari pria itu. Bahkan lebih fatal dampaknya. Ia, membunuh darah dagingnya sendiri. 

Selain itu Jeongguk menilai bahwa dirinya tak bertangung jawab. Fisiknya lemah. Tidak ada yang unggul dalam dirinya. Pun segala hal yang ia lakukan rasanya tak ada gunanya. Seluruh kerja kerasnya, seluruh keringat yang keluar selama ini, apa yang sesungguhnya Jeongguk cari dalam hidupnya? Ia tak pernah menuntut apapun. Jeongguk bukanlah pemuda bergairah yang memiliki banyak ambisi. Hidupnya hanya seperti aliran air yang mengikuti arus. Tidak ada tujuan hidup, tidak ada yang mengarahkan hidupnya. Dan hal itu membuatnya marah sampai ia hanya bisa menangis dan meratapi nasibnya. Air matanya keluar tak berhenti. Padahal Jeongguk sudah tidak bisa lagi membuka kelopaknya dengan benar sebab sudah membengkak sempurna.  Ia meringis merasakan ngilu di sekujur persendiannya.

Napasnya terengah-engah. Ia menangis cukup lama dan itu membuatnya lelah. Lalu pertahanannya semakin runtuh tatkala sebuah lengan melingkar sempurna pada pinggangnya. Ia melirik dan mendapati tangan Taehyung yang ternyata memeluknya dari belakang. Pundaknya memberat seiring tangis yang kembali pecah. Menggema sampai sudut ruangan.

Jeongguk sudah tak peduli jika tangisnya akan terdengar sampai luar kamar. Ia sudah tak  mempedulikan apapun lagi. Ia ingin sakit ini segera hilang. Bila perlu ia ingin berteriak supaya belenggu yang mengikat di rongga dadanya hilang. Dunianya mati. Jiwanya mati. Mendung kedukaan begitu tebal menyelimuti hidupnya. Kehilangan sudah seperti nama tengahnya sekarang.

"Tidak apa-apa. Ini bukan salahmu." tutur Taehyung lembut. Nada bicaranya bergetar. Mau dikuatkan seperti apapun, nyatanya pertahanan Taehyung ikut goyah.

Jeongguk merangkum jemari Taehyung yang sudah melingkar sempurna di pinggangnya. Menggenggamnya erat dengan keduanya yang berakhir menangis dalam isakan yang pilu. Jeongguk kembali memejamkan matanya saat Taehyung membisikkan tepat di telinganya, "Aku di sini. Menangislah."

Jeongguk meraung sebab merasakan rusuknya ngilu bukan main. Ada luka yang menganga lebar di rongga dadanya. Sakit sekali. Sedangkan Taehyung mendekap Jeongguk lebih erat. Berusaha menguatkan sebisanya. Masih dengan membisikkan kalimat-kalimat menenangkan supaya Jeongguk bisa melepaskan rasa sakitnya. Kepalanya disembunyikan pada ceruk leher Jeongguk. "Menangislah sampai sakitnya hilang. Tidak apa-apa. Aku di sini. Di sampingmu."

"Saya bahkan belum memilikinya, tapi sudah direnggut. Apa saya memang tidak pantas mendapatkannya?" ucap Jeongguk setengah mati.

"Sabar..." bisik Taehyung.

My Eden | Tk √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang