Warfare

1.6K 214 52
                                    

Taehyung marah.

Sorot matanya menghunus lembaran kertas yang ujung-ujungnya mulai hangus dilalap oleh kobaran api. Disaksikan oleh purnama yang mentereng sombong tepat di atas kepala, emosinya memuncak karena sepucuk surat yang ia terima dari Jimin, yang bahkan untaian demi untaian kata di dalamnya bahkan masih terngiang dalam pikiran.

Jeongguk menghilang. Kiosnya bahkan sudah kosong dan rapi seperti kepindahannya yang memang direncanakan. Jelitanya pergi meninggalkan benda yang pernah ia berikan sebelumnya. Sketsa wajah, cincin dengan ukiran naga emas, serta sepucuk surat yang membuat rahang Taehyung kian mengetat.

Ia masih tidak percaya dengan isi surat itu. Bagaimana Jeongguk dengan tega memutuskan tali ikatan mereka dengan alasan akan menerima lamaran dari Tuan Kwon yang tak pernah Taehyung kenal. Pemuda itu menjelaskan bahwa selayaknya perasaan mereka harus dikubur dalam-dalam. Jangan lagi ada pertemuan, apalagi sampai harus repot-repot membalas surat yang ditinggalkan memang untuknya, sebab Jeongguk tak ingin menyakiti calon suaminya. Mari hentikan kisah cinta ini, sebagaimana Jeongguk lebih memilih dipinang oleh laki-laki lain dibanding dirinya.

Langit yang gelap kian menjadi saksi bagaimana kedua mata Taehyung mulai berkilat basah. Tidak. Ia tidak menangis. Taehyung yang dikenal keji di medan pertempuran tak akan meluruh hanya karena kisah cintanya yang gagal. Namun entah mengapa hatinya jadi terasa nyeri bukan main. Taehyung merasa bahwa selama ini hanya perasaanya yang menggebu-gebu sendirian. Pun sekarang ia baru menyadari satu hal. Bagiamana tak pernah satu pun ia mendengar pengakuan dari mulut seorang Jeon Jeongguk yang membalas ucapan cinta darinya.

Manik kembar itu bergetar. Kemarahan, kekecewaan, serta kegagalan yang ia rasakan sekaligus membuat Taehyung menyimpulkan tindakan tanpa berpikir dampak yang akan diperoleh nantinya.

"Pengawal Park,"

Jimin yang selalu berdiri di belakang Taehyung, melangkah mendekat.

"Malam ini juga, aku akan menemui ayah untuk melakukan negosiasi. Besok, setelah fajar menyingsing, siapkan pasukan siap tempur. Kita akan  berangkat menuju perbatasan barat daya."

Jimin terbelalak, namun tak punya jawaban lain selain mengiyakan perintah Taehyung.

Deru napas begitu berat masuk perungu Jimin. Taehyung kembali mendesah dengan kepala mendongak menatap langit malam yang pekat. Pandangannya nampak lemah sebab ia kembali mengingat betapa tega Jeongguk mengingkari janjinya sendiri untuk tidak meninggalkan dirinya dalam keadaan apapun.

👑

Setelah hujan reda, Jeongguk dan Soobin melanjutkan perjalanan hingga sampai pada sebuah rumah dengan dinding kokoh yang terbuat dari tanah liat. Atapnya dari kayu, serta memiliki satu pintu yang sedikit reot namun masih berfungsi dengan baik. Di samping rumah mereka, terdapat aliran sungai kecil dengan banyak batu-batu besar serta pohon-pohon yang rimbun khas perhutanan.

Ibu berpesan, bahwa mulai sekarang mereka akan tinggal di sini. Di tengah jenggala. Hanya ada mereka dan tak ada penduduk yang berlalu-lalang seperti di ibukota. Di sini sunyi, sepi, gelap, dan penuh kehampaan.

Jeongguk menghela napas berat dengan pandangan lemahnya. "Apakah ibu sudah berangkat?"

"Beliau berpesan bahwa akan pergi sebelum matahari terbenam. Kemungkinan besar, sebentar lagi beliau akan sampai Tuan."

"Baiklah, mari masuk. Aku ingin istirahat setelah perjalanan jauh." Ujarnya lemah.

Saat malam menyapa, Soobin yang tidur beralaskan tikar bambu menjadikannya sedikit meringis. Awalnya Soobin hanya mengindahkan suara-suara aneh yang mulai mengusik tidurnya. Namun, rintihan itu semakin lama semakin terdengar jelas mirip suara seseorang yang ia kenal. Maka, ia memutuskan untuk bangkit dan menghampiri letak suara tersebut yang rupanya berasal dari ruangan yang Jeongguk tempati.

My Eden | Tk √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang