13. Memecahkan Misteri Toilet dan Kelas 3-B

141 42 18
                                    

   Pagi sudah datang, hari ini aku menikmati sinar matahari di teras rumah sambil memegang bunga-bunga yang diletakkan oleh mama di depan, memperindah teras rumah. Jarang sekali, aku melakukan ini dan daripada tidak melakukan apa-apa atau menjalankan aktivitas pagi, sama saja. Jadi aku memutuskan menjemur diri di pagi hari.

Bunga-bunga disini sangat indah sekali dan aku juga mencabut rumput-rumput liar yang tumbuh di sekitar tanaman. Teringat taman sekolah kemarin yang nampak sangat kacau sekali dan memerhatikan. Jika dibiarkan seperti itu entah sekolah itu akan menjadi apa? Apa mungkin jadi sekolah angker. Hii, tidak akan kubiarkan itu terjadi! Dan aku akan memecahkan misteri itu secepatnya.

  Tengah asik mencabut rumput liar dan mengelus mahkota bunga. "Ha!" ucap seseorang dari belakang mengejutkan diriku, tangan ini yang mengelus mahkota bunga, tidak sengaja memetik bunga. Mataku melebar dan menoleh kebelakang melihat Mas Taiga yang tersenyum ke arahku tanpa dosa sedikit pun.

"Mas Taiga! Ngagetin aja. Lihat! Gara-gara Mas Taiga! Bunganya tercabut!" omelku menunjukkan bunga malang ini ke Mas Taiga.

Pemuda itu malah tertawa kecil dan mengambil bunga dari tanganku. "Jangan ngomel napa! Bunga satu aja yang tercabut. Tidak sampai akar kan? Jadi nggak masalah." jawabnya santai mengelus mahkota bunga itu dan matanya menatapku, minta di tampar.

"Tapi kan sama saja. Nyakitin tumbuhan, dengar ya! Tumbuhan itu punya perasaan seperti manusia. Cuman tumbu--" ucapku berhenti karena pemuda pirang itu membelai rambutku, menyelipkannya di belakang daun telinga lalu menaruh bunga itu di telingaku. Aku menatapnya mematung.

"Nah cantik." katanya.

Pipiku tiba-tiba terasa panas. Tidak tahu, ini rasa kesal atau ia sengaja memotong ucapan-ku dan melakukan hal tidak terduga, mengucapkan sok manisnya yang memang bikin siapa saja, mendengarnya akan salting. Mas Taiga memberikan senyuman manis.

"Kan kalau gini, adikku terlihat cantik. Nggak kayak tadi seperti emak-emak ngomel sama anaknya." ucap Mas Taiga memujiku sambil menghinaku.

Aku menatapnya tajam dan ku putuskan rasa campur aduk ini memang murni, rasa kekesalan seorang adik bukan salah tingkah akibat perlakuan manis sang kakak. "Mas Taiga!" ucapku penuh penekanan setiap kalimat.

Mas Taiga yang melihatku mulai waspada dan ia mulai berlari menjauh dariku. Aku langsung saja mengejar pemuda pencinta es krim couple. Akhirnya kami berdua kejar-kejaran seperti anak kecil. Aku terus mengejar "kakak laknat" itu sampai dapat sembari meneriaki namanya berulang kali.

"Mas Taiga berhenti!" teriakku bercampur kesal.

"Hahaha. Tangkap aku kalau bisa!" jawabnya tertawa dan mempercepat larinya. Tangan ku ulurkan ke depan berusaha meraih ujung bajunya akan tetapi tangan ini tidak bisa menjangkaunya. Kecepatan langkah kaki ku dan Mas Taiga, berbeda.

Kami berdua tidak henti-hentinya berlari memutari halaman depan rumah sampai suara Mas Daniel dan ayah memanggil kami berdua.

"Atma!" panggil Mas Daniel.

"Taiga!" panggil ayah.

Langkah kami berdua berhenti, menoleh melihat ayah dan Mas Daniel sudah berdiri di teras rumah. Aku tersenyum tipis ke ayah. Mas Taiga bertanya," ada apa ayah?"

"Bantu ayah beres-beres gudang belakang. Di sana kotor sekali." pinta ayah dibalas angguk Mas Taiga. Ia tidak lupa tersenyum ke arahku dan berjalan melewati ku, masuk ke dalam rumah bersama ayah. Sedangkan aku menghampiri Mas Daniel.

"Ada apa?"

Mas Daniel menghela nafas kasar. "Aku mau tanya tentang memorimu yang hilang?"

"Tapi mas, aku sama sekali tidak tahu. Memori hilang itu." ucapku menoleh melihat Mas Daniel menatap ke depan. Mata indahnya masih terlihat cantik meski dilihat dari samping.

Misteri dan Memori [SA] END✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang