15. Noda Di Toilet

130 40 14
                                    

  Aku berlari kecil mengikuti Alvin. Kami berempat datang ke toilet angker itu, Alvin masuk ke dalam toilet dan April memilih untuk keluar seperti cicak, aku dan Zulfa mengerutkan kening—saling beradu pandang melihat April berjalan merapat tembok seperti cicak.

"Ada apa Pril?" tanya Zulfa. April berdiri menyandar tembok menghela nafas menatap kami berdua. "Dilep. Dan aku merasa sedikit tidak nyaman." kata April pelan yang masih di dengar oleh kami berdua, ekor mata gadis berkulit cokelat manis itu melihat pintu toilet. Ketiga pemuda masih mengecek di dalam sana dan aku sangat penasaran apa yang mereka lihat di sana.

"Pril? Di dalam toilet ada apa?" tanyaku membisik mendekati April. Gadis berkacamata di sampingku menyuruh April tidak menempel di tembok layaknya cicak.

"Ada noda." jawab April singkat.

"Masya allah!" pekik Zulfa pelan membuatku yang ada di sebelahnya tersentak kaget.

"Ada apa?" tanyaku refleks membelalakkan mata. April juga begitu.

"Bocor." ucap Zulfa pelan. April langsung merapat kembali ke tembok, memejamkan mata panik sekaligus bingung. Ia menggigit bibir bawahnya, aku yang ingin bertanya sesuatu terhenti karena ketiga pemuda sudah keluar dari toilet yang katanya angker.

Alvin sedikit merinding setelah keluar dari toilet. "Noda itu? Apakah benar dari organisasi Black Hawk?" tanya April bersikap seperti biasa, tidak memperdulikan privasinya. Aku yang berdiri di tengah-tengah segera mundur dan berdiri di belakang April.

Hatiku tiba-tiba berdetak kencang tidak karuan bukan karena memiliki menyimpan perasaan melainkan nama organisasi itu. Organisasi Black Hawk, mengingatkanku akan sesuatu yaitu kejadian yang sama persis dengan mimpiku dan bertemu seorang pemuda bertopeng misterius.
Menelan saliva mengintip dari balik punggung April.

Haku menghela nafas kasar. "Noda itu bukan dari organisasi Black Hawk." ucapnya membuat April dan aku bernafas lega.

"Alhamdullilah."

"Tetapi!" ucap Haku lagi mengangkat jari telunjuknya. "Sidik jari yang berhasil kutemukan di bagian-bagian toilet adalah bekas sidik jari seseorang yang pernah melukai target di toilet ini." lanjutnya membuat kami bertiga kaget tidak percaya.

"SERIUS!" pekik kami bertiga.

Jesse tersenyum tipis. "Sangat mengejutkan sekali bung." ucapnya melipat kedua tangan di dada sembari mengusap dagu.

"Terus korbannya baik-baik saja atau apa?" tanya Zulfa sambil membenarkan kacamata yang hampir melorot.

Pemuda bersurai abu-abu itu menoleh ke Alvin yang sedari tadi diam saja seperti memikirkan sesuatu. Mata terpejam sejenak lalu terbuka kembali. "Atma, ulurkan tanganmu!" pintanya membuatku kaget.

"Eh?"

"Kau ngapain bersembunyi di punggung April?" tanya Jesse keheranan. April menoleh mendapati diriku yang memang berdiri di belakangnya. Aku hanya bisa tersenyum kikuk.

"Ano aku hanya ingin berdiri di belakangnya April aja kok. Benarkan, Pril?" ucapku beralasan sembari mengasih kode mata ke April. Gadis berambut keriting gantung itu menyipitkan mata, berpikir sejenak lalu mengangguk. Ia menghadap ke depan tersenyum.

"Yang dikatakan oleh Atma benar kok." kata April membuat aku bernafas lega.

Dahi pemuda berambut merah marron mengerutkan kening, memicingkan sebelah mata. "Gerak-gerik kalian mencurigakan." ucap Jesse dan aku mengerucutkan bibir dengan cepat mengalihkan perhatian.

"Atma, ulurkan tanganmu!" pinta Alvin lagi. Aku menyengir kuda sempat lupa dengan permintaan Alvin.

  Pemuda penutup mata memegang tanganku, mata memejamkan mata membuatku penasaran jauh dan pikiran ini selalu bertanya-tanya tentang apa yang dilihat oleh pemuda indigo ini? Setelah melihat masa depan atau masa lalu. Sambil menunggu kami semua hening sesaat, menunggu Alvin membuka mata—arah pandang ku sedari tadi memerhatikan jaketnya Alvin dan Jesse, bergantian.

Misteri dan Memori [SA] END✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang