04

13.3K 1K 12
                                    

Jantung Berdebar Seakan Ingin Keluar Dari Tempatnya

.

.

.

Semenjak masuk SMA delapan bulan yang lalu, Belle mengikuti eskul musik. Ia tertarik bermain piano. Jadi, ia meminta Maria untuk menyewa guru piano untuk mengajarinya.

Selama tiga bulan belajar, ia sudah cukup mahir. Hampir setiap saat di waktu luang ia bermain piano yang berada di ruang tengah rumahnya.

Untung saja Jeremy tidak melarangnya, karena ia sering lupa waktu jika bermain piano. Alhasil, ikan pelihara yang ia beli beberapa bulan yang lalu terabaikan dan tidak bernyawa lagi.

Hobinya tergantikan dengan bermain piano.

Ketukan tuts demi tuts piano mengalun merdu membentuk sebuah melodi salah satu musik klasik yang terkenal. Salah satu karya komponis Johann Pachelbel, Canon in D. Siapa pun tau lantunan piano tersebut.

Namun, hanya beberapa detik alunan merdu tersebut tercipta karena jari-jari lentik yang menari-nari di atas tuts piano salah menekan tuts sehingga menghasilkan bunyi yang begitu menggangu pendengaran.

Gadis belia yang bermain piano itu menghela nafas kasar lalu mengacak rambutnya yang tergerai indah hingga berantakan. Membuat sosok yang sedari tadi mengamatinya tersenyum geli.

Gadis berusia enam belas tahun itu menengok ke belakang. Matanya membulat sejenak saat menyadari sosok pria matang berdiri di antara sekat, ruang tengah dan ruang tamu tersebut. Lalu pria dewasa tersebut melangkah ringan menghampirinya.

"Seharusnya tadi kamu tekan tuts hitam, gak langsung putih."

"Yeah. I know Mister Rayyan!" balas gadis tersebut lalu memperlihatkan jari-jari lentiknya. "Jari-jariku tadi keseleo, makanya tadi tekan tuts putih," elaknya membuat Rainer tergelak.

Tangan Rainer terulur untuk merapikan rambut gadis tersebut, sembari berkata, "Harusnya sebagai pemula kamu belajar twinkle little star aja."

"Aku udah enam bulan belajar piano. Bosan tau kalau twinkle star mulu! Lagian aku udah hapal lagu itu!"

"Really?" tanya Rainer tidak percaya yang diangguki gadis itu. "Show me!"

Gadis tersebut dengan percaya diri meregangkan jari-jarinya. Ia menggeser duduknya agar Rainer bisa duduk di sebelahnya.

"Close your eyes!" titah Rainer menghentikan gadis itu yang hendak menekan tuts.

"How can I play?!" protes gadis tersebut.

"Katanya udah hapal? Kalau udah hapal berarti walau kamu tutup mata, bisa dong mainnya?" Rainer tersenyum geli melihat gadis itu cemberut.

"Aku gak bisa kalau tutup mata,..." cicit gadis itu sembari menunduk, enggan menatap Rainer yang tersenyum geli.

"Engh.... mau lihat aku bermain?" Tawar Rainer membuat gadis tersebut meneggakkan kembali kepalanya lalu mengangguk antusias, tidak lupa tersenyum lebar.

Rainer pun mulai menari-narikan jari-jarinya di atas tuts membentuk melodi yang begitu merdu. Memainkan instrumen favorit gadis tersebut. Canon in D.

"Teach me!" seru gadis itu, takjub melihat permainan piano Rainer. Apalagi pria yang biasa ia panggil 'Om' tersebut memainkan instrumen favoritnya. Instrumen yang hampir tiga bulan ini ia pelajari, tapi sampai sekarang belum bisa mengusai.

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang