06

14.1K 869 15
                                    

Sweet Seventeen, A Sweet Gift and Sweet Night [2]

.

.

.

"Ready?" tanya Rainer saat pintu di hadapannya terbuka. Dengan senyum lebar dan anggukan semangat Belle menjawab. Segera lengannya dipeluk kekasihnya itu.

"So, where are we going?" tanya Belle penasaran karena Rainer tidak memberitahu kemana mereka akan pergi.

Kekasihnya itu hanya mengirimnya pesan agar segera sarapan dan menjemputnya di hotel tempatnya menginap.

"Give me a kiss and I will tell you," ujar Rainer dengan seringai geli, ia memasangkan sabuk pengaman untuk Belle.

Saat hendak menarik tubuhnya, Belle menahan kepalanya. Menangkup wajahnya lalu memberinya kecupan. "Tell me! Jangan bikin aku penasaran, Bee!"

Rainer tertawa. Ia mengusap rambut Belle. "No! Nanti gak bakal jadi kejutan kalau aku kasih tau kamu, Honey."

"Bee curang!" ujar Belle kesal membuat Rainer tertawa.

Sebelum memperbaiki posisi tubuhnya, Rainer mengecup sekilas pipi Belle yang memalingkan wajah karena merajuk padanya.

"Nanti juga tau, Honey. Jangan marah dong."

Setelahnya Rainer melajukan mobil. Menelusuri kota yang menjadi salah satu liburan wisata di Indonesia tersebut.

Sesampainya di tempat yang dituju, mata Belle sontak berbinar. Ia segera turun mengabaikan Rainer yang memanggilnya.

"Woah! So we're going to fly?!" tanya Belle semangat menoleh menatap Rainer yang menghampirinya.

"Yes, Honey."

"Yippee!!"

Rainer tertawa melihat tingkah Belle. Walau Belle tidak kekanakan lagi seperti pertama kali mereka bertemu, namun ada satu waktu jiwa kekanakan gadis itu muncul. Seperti saat ini, wajahnya begitu berbinar menatap kagum pengunjung yang bersiap untuk melakukan paralayang.

Mereka berada di salah satu tempat paralayang yang terkenal di kota tersebut.

Keduanya bersiap-siap setelah Rainer membayar administrasi.

Belle mengkerutkan kening saat melihat Rainer yang berada di belakangnya, yang seharusnya pemandu paralayang yang menemani pengunjung.

"Kok Bee yang di belakangku?" tanya Belle seraya menoleh menatap Rainer.

"Kamu gak percaya sama aku?" tanya Rainer membalas tatapan Belle.

"Aku percaya sama Bee."

Rainer tersenyum. Hal ini sudah biasa ia lakukan, jadi ia yang akan menjadi pengontrol paralayang tersebut. Menemani Belle melayang di udara.

Belle berteriak kencang, jantungnya berdentum keras saat kakinya tidak lagi memijak tanah. Ia memejamkan mata, enggan melihat ketinggian dari atas sini.

"Open your eyes, Honey!" titah Rainer.

"Enggak!!" Ternyata tidak menyenangkan seperti yang Belle selalu bayangkan. Berada di atas ketinggian seperti ini membuatnya takut hingga tremor.

Karena posisi kepala Belle menoleh agak ke belakang membuat Rainer mencium bibir gadis itu. Ingin memberikan ketenangan.

Perasaan Belle saat ini melayang semakin melayang. Tidak pernah terbayangkan olehnya berciuman di atas ketinggian seperti ini.

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang