20

8.6K 573 10
                                    

Menetap, Bukan Berarti Masih Berharap

.

.

.

Rainer telah memutuskan untuk menetap, tidak akan kembali ke Australia. Hadyan telah memberinya modal usaha. Usaha yang akan dijalankan di bidang kuliner. Sampai saat ini Rainer masih mengurus segalanya. Mulai dari tempat serta konsep apa yang akan diterapkan di restorannya nanti.

Dan keputusan Rainer tidak akan tinggal dan memulai bisnis di Malang. Ia berencana akan tinggal di Bali. Mengingat di sana tempat wisata. Banyak turis yang setiap harinya berlibur.

Membeli rumah di sana dan tempat yang akan dijadikan restoran.

Tentunya tempat yang nyaman baginya, terutama bagi Belva.

Tersenyum tipis, Rainer mengamati Belva yang tertawa riang ditemani bermain Sania.

Sania yang memegang mainan bubble elektrik berbentuk kamera. Menekan tombolnya sehingga keluarlah banyak gelembung. Belva akan memecahkannya dengan gemas. Bahkan mengejarnya.

Belva meminta mainan tersebut pada Sania yang langsung diberikan. Sekarang giliran Belva yang menekan tombol, sementara Sania yang memecahkannya. Dengan sekali tepuk banyak gelembung yang pecah membuat Belva tertawa riang.

"Gak mungkin kan kamu bisa urus Belva sendirian, apalagi kamu bakal jadi pebisnis?"

Rainer terbuyar dari mengamati Belva dan Sania, ia menoleh pada Hadyan yang berdiri di sebelahnya. Karena saat ini ia berada di balik dinding kaca yang membatasi halaman samping rumah Hadyan. Tempat Belva dan Sania bermain.

"Maksud Abang?" Rainer menatap tidak mengerti Hadyan.

Hadyan kini balik menatap Rainer. "Kamu gak mau pertimbangin Sania untuk jadi Maminya Belva?"

Terdiam, Rainer menatap Hadyan lalu menggeleng pelan. Kembali menatap ke arah depan. Mengamati Belva.

"Kenapa? Biar ada yang urus Belva."

"Itu urusan baby sitter."

Hadyan mendengus pelan, ikut menatap ke depan. "Dan urus kamu juga, Rai."

"Aku bisa urus diriku sendiri."

Kali ini Hadyan menghembuskan nafas kasar. "Kamu masih berharap sama dia?" Rainer kembali menatapnya. Kali ini pandangannya datar. "Belva's mom? Is that one of the reasons you settled here, Rai?"

Rainer mendesah pelan lalu menggeleng. Kembali menatap ke depan. "Aku milih menetap di sini karena emang permintaan Mama. Gak selamanya aku harus tinggal di negara orang. Apalagi Abang nawarin aku buat buka usaha. Dan..." Rainer terdiam sejenak lalu tersenyum getir. "I have no more hope for Belva's mom. She must have found her happiness. I'm already happy with Belva by my side."

Untuk berharap pada Belle, sepertinya Rainer tidak memiliknya lagi. Sudah enam tahun lamanya berlalu. Meski dua tahun awal perpisahan mereka dulu, ia masih memiliki harapan secuil untuk kembali bersama dengan Belle, tapi sekarang tidak lagi.

Merasa tidak pantas memiliki harapan untuk kembali bersama dengan Belle.

Usia Belle masih begitu muda. Jiwa mudanya pasti menggebu-gebu. Tidak mungkin memikirkan dirinya dan juga anak mereka.

Apalagi semua yang terjadi atas permintaan wanita itu sendiri.

Karena tidak ingin terlalu lama sakit sendiri, maka Rainer mencoba melupakannya belakangan ini.

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang