25

7.7K 669 29
                                    

Yang Terjadi Setelah Masa Lalu

.

.

.

Kepala Belle kaku untuk digerakkan ke arah jendela. Di sana berdiri Rainer yang mengamatinya sedari tadi. Mengajar murid-murid kelas tersebut, termasuk Belva.

Bersikap profesional, Belle mengabaikan sikap emosionalnya setelah puas menangis di toilet tadi, sebelum kelas di mulai.

Tersenyum kikuk saat Belva bertanya kenapa ia terlihat seperti sudah menangis.

"Jari-jarinya Miss Meera masih sakit?"

Belle menegakkan kepala menatap Belva yang berdiri di sebela mejanya. Ia melirik ke arah jendela, tidak ada Rainer di sana lalu kembali menatap Belle.

"Sudah sembuh," ujarnya tersenyum. Senyumnya beda kali ini, antara sedih dan lega.

Tangannya yang berada di atas pangkuannya, meremas pelan rok yang ia kenakan. Menahan dirinya agar tidak menyentuh wajah Belva.

"Ya sudah, Bel pulang dulu ya, Miss. Bye-bye!"

Belva telah melangkah menuju pintu.

"Bel!" panggil Belle dengan nafas tercekat. Gadis kecilnya itu menoleh, berhenti berjalan.

Dengan senyum sedih, Belle beranjak dari tempatnya duduk. Menghampiri Belva yang menunggu kedatangannya.

Membungkuk, ia menatap lamat-lamat wajah Belva. Tangannya terulur, mengusap pipi kiri Belva dengan lembut. "There is dirt on your cheeks," ujarnya pelan, nyaris seperti bisikan.

Akhirnya ia bisa menyentuh gadis kecilnya lagi setelah sekian lama tak bertemu

Meski telah lama berlalu, tapi Belle masih mengingat jelas bagaimana rasanya saat mengandung Belva. Mengalami ngidam berat tanpa ada Rainer di sisinya. Keluar masuk rumah sakit karena hal itu.

Dan saat melahirkan, ia merasakan sakit luar biasa.

Perih di inti tubuhnya belum sembuh, tapi ia harus kehilangan Belva. Ia harus menyerahkan Belva pada Rainer.

Ia harus...

Tak kuasa menahan air matanya, Belle segera menegakkan punggungnya. Menarik tangannya dari pipi Belva.

"Thank's Miss!" ujar Belva lalu melenggang pergi meninggalkan Belle yang mengusap kedua sudut matanya yang berair.

Belle pun membereskan barang-barangnya lalu, menyampirkan tote bag di pundak kirinya.

Berpamitan dengan guru lainnya. Lalu melangkah keluar dari gedung tersebut.

Langkahnya berhenti saat di hadang sosok yang begitu ia hindari.

Mendongak menatap pria jangkung itu. Yang terlihat tidak berubah sama sekali dari segi penampilannya. Seperti yang dulu, selalu rapi.

"Long time no see you."

"Yeah," jawab Belle sendu.

Sungguh, Rainer menahan dirinya untuk tidak memeluk Belle. Ia membalas senyuman Belle yang terlihat begitu hampa.

Rainer menghela nafas pelan. "Em?" Entah kenapa Rainer merasa gugup.

Dadanya berdebar tidak karuan. Cemas jika Belle menolak untuk bicara dengannya.

"Papi!"

Keduanya menoleh ke arah mobil Rainer. Kepala Belva menyembul dari jendela mobil.

Lalu Rainer kembali menatap Belle yang masih terpaku menatap Belva.

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang