22

7K 582 17
                                    

Gak Boleh Pamer. Tapi Kalau Sesekali Gak Pa-Pa

.

.

.

Sejak masuk les kelas piano, Belva tiada hentinya berceloteh tentang kegiatannya tersebut. Mulai dari guru yang mengajarnya. Teman-temannya yang lebih pandai darinya serta teman-temannya yang belum mahir sepertinya.

Bakat Rainer yang pandai bermain piano turun ke Belva. Karena baru tiga minggu mengikuti kelas piano tersebut, gadis kecil itu sudah mahir.

Alhasil hobi memelihara ikan Belva tergantikan dengan bermain piano. Sehingga banyak ikan-ikannya yang mati karena tidak terurus.

Meski tidak memperhatikan ikan-ikannya lagi, tapi tetap saja Belva mengamuk dan menangis. Menyalahkan ART serta Jena, bahkan Rainer karena tidak memperhatikan ikan-ikan peliharanya.

Rainer hanya mampu memutar bola mata malas. Bukan ia yang memelihara ikan, kenapa Belva malah marah padanya?

Di sebelahnya Belva duduk dengan menyilangkan kedua kaki. Ada Ipad di pangkuan Belva, layarnya menampilkan wajah Sania. Memang keduanya sesekali akan melakukan panggilan video. Belva saat ini sedang mengadu bahwa banyak ikannya mati diiringi tangis palsu. Dalam artian hanya suara tangis yang dibuat-buat tanpa ada air mata yang keluar.

"Stop crying, Bel. You still have plenty of fish. I'm sure when they multiply, there will be even more," ujar Sania menenangkan di seberang sana.

"Yes, Aunty."

"Where's your smile?"

Belva langsung tersenyum mendengar pertanyaan Sania.

"When will you be here? It's been a long time since you've been here. Bel rindu."

"Engh... nanti ya Bel, kalau Tante gak ada kerjaan."

Wajah Belva kembali cemberut mendengar alasan Sania. Selalu saja wanita itu tidak memiliki waktu untuk mengunjunginya.

"Aunty menyebalkan!"

"Bel!" tegur Rainer karena Belva tidak sopan pada Sania. Gadis kecil tersebut mendongak menatapnya dengan wajah muram.

"Gak pa-pa kok Mas. Emang aku nyebelin!" ujar Sania pelan lalu kembali menatap Belva yang terlihat muram. "Gak usah sedih Sayang. Aunty bakal ke situ dalam waktu dekat ini. Bel mau dibawain apa?"

"Bel mau blueberry cheesecake."

"Iya nanti Aunty beliin banyak."

"Kalau Aunty ada di sini, harus menetap di sini, ya? Gak boleh pulang!" Perkataan Belva membuat Rainer terbatuk hampa. Sementara itu Arka yang juga ada di sekitar mereka langsung menyahut.

"Nah lho? Aunty Sania gak boleh tinggal di sini."

Belva sontak menatap Arka dengan pandangan tidak suka. "Why?!"

Meski Rainer melotot tajam penuh peringatan, Arka abaikan. Tidak menatap bosnya sama sekali. Tetap menatap Belva. "Soalnya Aunty Sania belum nikah sama Papinya Bel."

Belva mencerna perkataan Arka. "That's why Aunty Sania doesn't stay here." Arka mengangguk mantap, tidak sengaja pandangannya bertemu dengan Rainer yang menghunus bagaikan pedang yang siap mencincang wajahnya. Menyengir kering, ia segera melengos pergi. Pamit dengan alasan ingin menuntaskan panggilan alam. Padahal ingin kabur.

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang