29

6.8K 663 11
                                    

Salah Kira dan Salah Paham
.

.

.

Terpaksa Belle izin untuk hari ini tidak mengajar karena ingin menenangkan diri. Belum siap bertemu dengan Belva maupun Rainer. Belle tidak ingin nantinya tidak bersikap profesional jika mengajar hari ini karena perasaannya tidak karuan.

Yang dilakukan seharian ini hanya tidur hingga malam. Bahkan hanya memakan roti untuk menjanggal perutnya. Itu pun hanya tadi pagi.

Perutnya sakit. Antara nyeri haid serta lapar. Tapi, terlalu malas untuk bergerak. Bahkan untuk memesan makanan melalui aplikasi.

Pintu kamarnya diketuk pelan. Ia hanya diam. Tapi, ketukannya tidak berhenti. Akhirnya ia menyahut. Berdiri dengan malas. Membuka pintu dan terlihat Diana.

"Kamu gak apa-apa, kan?" tanya Diana khawatir.

Belle tersenyum tipis. Melebarkan daun pintu sehingga memperlihatkan dirinya yang mengenakan baju kaos kebesaran serta celana pendek yang sudah berwarna pudar. Rambut panjangnya acak-acakan karena tidak pernah disisir seharian ini.

"I'm fine."

"Seharian ini kamu gak keluar kamar, El. Aku kira kamu kenapa," ujar Diana. Belle hanya tersenyum tipis. "Astaga!"

Kening Belle mengernyit saat Diana memekik. Lalu menepuk pipinya sendiri. Kemudian tangannya menunjuk ke lantai bawah. "Itu... di bawah ada yang nyariin kamu. Astaga! Aku hampir lupa."

Kening Belle semakin mengernyit. Penasaran siapa yang ingin bertemu dengannya. Ia pun bertanya, "Siapa?"

Diana hanya tersenyum geli, lalu menggeleng. "Langsung aja ke bawah."

Belle pun memutuskan ke lantai bawah. Ke teras tempat kos tersebut.

Langkahnya berhenti saat melihat sosok yang duduk di kursi kayu tersebut. Sosok itu menyadari kehadirannya. Beranjak dari duduknya. Menatapnya dengan senyuman tipis.

Belle hendak kembali ke atas, tapi lengannya di cekal.

"Belle," panggil Rainer pelan. Menguatkan pegangan tangannya di lengan Belle.

"Lepasin!" desis Belle sembari menarik tangannya.

"We need to talk!" Pinta Rainer memelas. Menarik Belle untuk duduk, tapi Belle enggan. Masih berusaha terlepas darinya. "Belle, please!"

"No!" Sekuat tenaga Belle melepas diri dari Rainer hingga tangan pria itu lepas darinya.

"Belle, please!" Sekali lagi Rainer memelas menatap Belle penuh harap.

"Silakan Pak Rainer pulang. Saya ingin istirahat," ujar Belle dingin lalu memutar tubuhnya, bersiap untuk beranjak dari sana, namun ia terdiam seketika saat di peluk.

"Kenapa kamu seperti ini? Aku kira kita bisa dekat lagi. But, why did you stay away?"

Setelah tersadar jika mereka begitu intim. Segera Belle menarik tubuhnya hingga pelukan Rainer terlepas lalu memberi tamparan di pipi Rainer.

"Pak Rainer jangan kurang ajar!"

Rainer mendesis pelan, merasakan rasa panas serta denyut perih di pipinya. Ia mengusap pelan pipinya lalu menatap Belle yang terlihat semakin marah. "Belle maaf."

Harusnya Rainer bisa menahan dirinya. Harusnya tidak memeluk Belle.

"Sebaiknya Pak Rainer pulang dan jangan lagi bersikap seperti ini. Saya gak mau dicap pelakor!"

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang