24

7.2K 644 6
                                    

Terlalu Mendadak Atau Belum Siap?

.

.

.

Sejak dari menjemput Belva, Rainer hanya diam. Tidak seperti biasanya ia akan meladeni celotehan Belva. Pun mengabaikan jika Chesa menggodanya karena hadirnya Sania di antara mereka.

Rainer bahkan menyendiri, tidak bergabung dengan lainnya yang berada di ruang tengah.

Melamun, mencerna apa yang terjadi tadi sore.

Pertemuannya dengan Belle sangat mendadak.

Dan ia tidak menyangka akan dipertemukan kembali dengan Belle. Padahal ia sudah tidak berharap lagi. Sudah menepis harapan itu, tapi ia kembali dipertemukan dengan wanita itu.

Pikiran Rainer pun mengelana, apakah semuanya tidak disengaja atau memang disengaja? Apakah Belle yang mencari keberadaannya hingga wanita itu menjadi guru les piano Belva?

Apa Belle...

Rainer menggelengkan kepalanya. Menepis kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Kalau memang Belle yang mencari keberadaannya, tidak mungkin raut wajah Belle terkejut sama sepertinya. Pun, Belle tidak mengenal Belva.

Tentu saja karena sudah lama berlalu.

Belle pasti tidak mengenal Belva. Tidak tau jika Belva anak mereka.

Pundaknya disentuh pelan membuatnya tersentak, menoleh menatap Bening.

"Kamu kenapa Rai? Sakit?" tanya Bening. Ia berjalan ke arah lemari pendingin, mengambil sekotak jus jeruk lalu menaruhnya di meja pantry, hadapan Rainer. Lalu mengambil gelas tinggi sebanyak empat.

"Gak Mbak," ujar Rainer memperhatikan Bening yang menuang jus tersebut ke gelas. Menimbang apakah ia harus memberitahu Bening atau tidak tentang pertemuannya dengan Belle, Maminya Belva. "Mbak?"

Bening menegakkan kepala menatap Rainer yang memanggilnya, ia pun berhenti dari aktiviasnya. "Kenapa Rai?"

"Aku... tadi... ketemu sama Maminya Belva."

Terjadi keheningan beberapa detik. Keduanya hanya saling bertatapan.

"Lalu?" Bening memberi respon, ia tersenyum tipis menatap Rainer yang terlihat gusar.

"Aku gak tau, Mbak. Dulu, aku punya rencana kalau saja bertemu dengan Belle secara mendadak, aku bakal ini, aku bakal itu. But now... I don't know what to do," ujar Rainer frustasi.

Di satu sisi ia merasa sangat bahagia, akhirnya dipertemukan kembali dengan Belle, tapi di sisi lain ia merasa belum siap. Tidak tau harus melakukan apa ke depannya.

"Belva pasti seneng ketemu Maminya," ujar Bening. "Kamu ketemu dia di mana?"

"Belle guru les pianonya Belva," jawab Rainer lemah.

Bening terdiam sejenak, lalu berujar, "Belle gak kenal anaknya, ya?"

"Maybe, Mbak." Rainer menunduk dalam. Kepalanya sekarang diisi dengan pertemuannya dengan Belle serta masa lalu yang terjadi di antara mereka.

"Jangan terlalu terburu-buru, Rai. Jangan langsung kenalin Belva ke Belle sebagai Maminya. Nanti dia kaget dan nanya 'kenapa Maminya baru dateng?', 'Ke mana aja Maminya selama ini?'. Jelasin pelan-pelan. Apalagi mungkin saja Belle juga terkejut dengan semua ini. Kalau bisa kamu ajak Belle bicara empat mata dulu."

Rainer mengangguk mendengar perkataan Bening.

Suara derap langkah kaki yang berlari membuat mereka menoleh. Terlihat Belva berlari ke arah Rainer.

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang