30

8.2K 710 16
                                    

Waktu Kebersamaan Mereka Yang Terasa Singkat
.

.

.

Belle berulang kali melihat penampilannya di cermin. Lalu menatap ponselnya. Menunggu Rainer menghubunginya.

Entah pria itu mendapat kontaknya dari mana, karena semalam menghubunginya. Menyuruhnya untuk bersiap-siap esok harinya karena mereka akan pergi ke suatu tempat.

Tentunya dengan Belva.

Rambut sebahunya diikat gerai. Ia mengamati penampilannya.

Di rasa tidak sesuai dengan model rambutnya, ia pun melepas ikatan rambutnya lalu merapikannya. Menyelipkan rambut ke sisi kanan dan kiri daun telinganya. Memperlihatkan antingnya.

Dering ponselnya berbunyi, segera ia menyambar ponselnya tersebut. Tertera nama Rainer.

Ia tidak langsung menjawab panggilan tersebut. Tidak ingin Rainer tau jika ia menunggu.

Pada deringan kelima, baru ia jawab. Berkata tenang jika ia sedang siap-siap. Padahal sudah sangat siap.

Tanpa menunggu lama lagi, ia segera keluar dari kamar kosnya. Bertemu dengan Diana yang hendak masuk ke kamar.

"Hei, mau ke mana?" Teguran Diana membuat Belle tersenyum kikuk.

"Mm... mau keluar."

"Bareng yang waktu itu, ya?"

Belle hanya tersenyum dan mengangguk pelan. Kemudian pamit pada Diana.

Turun ke bawah, di sana sudah ada mobil Rainer. Pria itu menunggunya, langsung membuka pintu depan penumpang. Mempersilakan dirinya masuk.

Setelah masuk, Rainer menyusul. Belle menoleh menoleh ke belakang pada Belva yang fokus pada Ipad sedang bermain game.

"Bel, kenapa gak sapa Miss Meera?" tegur Rainer pada Belva setelah masuk, ikut menoleh.

"Hai, Miss," sapa Belva tanpa mengalihkan fokusnya dari Ipad.

Belle agak sedih melihat respon Belva, ia hanya tersenyum kikuk saat Rainer menatapnya, lalu memperbaiki posisi duduknya. Menghadap ke depan.

"Bel emang gitu, kalau udah main game. Di sekitarnya diabaikan," ujar Rainer menenangkan setelah melajukan mobil.

"Iya." Respon Belle pelan, ia menolehkan tatapannya di jendela. Padahal ia telah menyusun rencana, apa yang akan ia bahas nantinya agar Belva bicara padanya. Tapi, mendapat respon Belva yang tak acuh membuatnya menciut.

Belle tersentak saat tangannya digenggam, ia segera menoleh menatap Rainer yang fokus menyetir menggunakan satu tangan. Sedangkan tangan lainnya menggengam tangannya.

Rainer melirik Belle yang memalingkan wajah ke arah jendela, ia mengulum senyum karena wanita itu membiarkannya menggengam tangan. Lalu, ia mengarahkan pandangan ke spion tengah. Menatap Belva yang masih fokus pada Ipad-nya. Padahal sedari semalam, Belva begitu antusias saat ia memberitahu akan ke kebun binatang burung. Bahkan sebelum menjemput Belle, Belva yang terburu-buru tidak sabar ingin segera menjemput Belle. Membuatnya tidak sempat bicara banyak dengan Rali, keponakannya yang baru tiba semalam dari Jakarta.

"Kayaknya dari semalam ada yang antusias banget mau lihat burung, tapi kok sekarang mukanya murung gitu?" ujar Rainer. Sesekali melirik ke kaca spion tengah untuk melihat Belva yang meliriknya dan Belle secara bergantian.

"Terus seneng karena Miss Meera juga diajak, tapi kenapa cuekin?" sahut Rainer lagi, kini ia melirik Belle yang menatapnya.

Rainer melirik Belva yang kini mengalihkan pandangan dari layar Ipad ke arahnya. Lalu melirik Belle. Dengan takut-takut putrinya itu berujar begitu pelan, "Nanti... nanti Miss Meera marah kalau Bel banyak bicara kayak kemarin."

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang