28

6.8K 615 16
                                    

Satu Langkah Lebih Dekat Atau Jauh
.

.

.

Rainer melepas sabuk pengaman dari tubuh Belva lalu turun dari mobil. Menggandeng tangan Belva memasuki gedung les piano putri kecilnya tersebut.

Sesampainya di kelas terlihat Belle telah hadir beserta murid lainnya.

Wanita itu langsung berdiri saat menyadari kehadirannya. Menyunggingkan senyum tipis yang membuatnya tidak bisa untuk tidak tersenyum lebar.

Rasanya Rainer enggan beranjak dari tempatnya berpijak. Ia ingin terus menerus melihat senyuman Belle.

Namun, ia mengingat jika tidak bisa tinggal menunggu Belva hingga selesai seperti dua hari terakhir karena ada pertemuan dengan klien.

Arka, asistennya itu berhasil mengurungkan niatnya untuk menetap di sini karena pria itu memelas, sememelas mungkin enggan bertemu dengan kliennya karena takut dijadikan 'sugar baby'. Rainer tidak habis pikir kenapa bisa ia menjadikan Arka sebagai asistennya yang pikirannya terlampau berlebihan.

"So, Papi didn't pick Bel up later?" Rainer menunduk lalu mengangguk menatap Belva.

"Om Arka yang akan jemput Bel."

Wajah Belva langsung cemberut.

Sejak Arka terlambat menjemputnya, ia benci pada pria itu. Apalagi pria itu sangat menyebalkan, selalu membuatnya kesal.

"I don't want to!" Rainer meringis saat Belva berteriak. Apalagi saat Belle mendekat.

"Bel kenapa?" tanya Belle lembut sembari mengusap kepala Belva.

Sejak semalam, ketika Rainer melarangnya untuk tidak menahan diri, ia tidak ingin lagi melakukan hal itu. Belle akan berusaha sekeras mungkin agar lebih dekat dengan Belva.

Belva hanya diam, wajahnya merengut kesal. Telah melepaskan genggaman tangannya dari tangan Rainer.

Rainer menghela nafas pelan, lalu menekuk salah satu kakinya. Menjadikan lututnya sebagai penumpu, menatap Belva yang cemberut.

"Bel, hari ini Papi sibuk. Pekerjaan Papi gak bisa ditinggalin. Jadi, Om Arka yang jemput Bel nanti. Om Arka gak bakal telat kok," ujar Rainer lembut.

"Gak mau!" Belva tetap enggan bernegosiasi dengan Rainer.

Sekali lagi Rainer menghela nafas pelan. Lalu, melirik ke atas, ke arah Belle yang memperhatikan mereka.

Kemudian ia mengulum senyum, kembali menatap Belva.

"Pulang nanti, mau dianterin Miss Meera?"

Sekali lagi Rainer melirik Belle yang terkejut karena perkataannya.

"Miss Meera mau mengantar Bel pulang?"

Belle menunduk menatap Belva yang mengerjap polos.

Belle bimbang.

Apakah harus menerimanya atau tidak?

Tapi, Belva putrinya.

Apapun itu harus ia lakukan.

Jadi, ia mengangguk dan memasang senyum tipis.

Melihat hal itu membuat Rainer mendesah lega, ikut tersenyum. Lalu ia mengecup pipi Belva. Kemudian berdiri. Menatap Belle.

"Aku titip Bel." Belle mengangguk pelan. Lalu ia merogoh saku belakang celananya. Mengeluarkan dompet lalu memberi beberapa lembar uang pada Belle. "Ongkos anterin Bel nanti."

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang